Hubungan Indonesia dengan Belanda memang paradoks. Sejak Sekolah Dasar, pelajaran sejarah menceritakan Belanda sebagai negara yang menjajah Indonesia 3 abad lebih. Sejarah itu juga mengisahkan heroisme yang melahirkan deret panjang pahlawan nasional. Seiring pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia, sejarah pun terus bergeser.Â
Pada 2019 saja, tak kurang 1.600 mahasiswa Indonesia menempuh studi di Belanda. Dalam kompetisi sepakbola dunia, bahkan banyak penggemar sepak bola Indonesia turut mengidolakan tim oranye Belanda.
Empat hari ini, rombongan Raja dan Ratu Belanda, Willem Alexander dan Maxima kembali mempertegas lembaran baru hubungan Indonesia-Belanda. Dalam kunjungan ke Indonesia selama empat hari ini (10-14 Maret 2020), rombongan Raja Willem dan Ratu Maxima ditemani 180 peserta yang mewakili 130 perusahaan dan lembaga pengetahuan Belanda.Â
Empat pejabat Belanda juga turut mengiringi rombongan, yaitu Menteri Perdagangan dan Pengembangan Luar Negeri; Menteri Infrastruktur dan Pengelolaan Air; Menteri Perawatan Medis dan Olah Raga; Menteri Pertanian Belanda.
1. Raja Belanda Minta Maaf
Dalam pidatonya di Istana Negara, Bogor (10/03/2020), Raja Willem menyampaikan penyesalan dan permintaan maafnya atas masa lalu yang pernah dilalui di Indonesia. Proses perebutan kemerdekaan Indonsia telah memicu berbagai konfrontasi fisik antara pasukan RI dan pasukan Belanda. Tak sedikit korban jiwa yang jatuh, baik di pihak Indonesia maupun Belanda.Â
Sebagai bentuk penyesalan atas pertumpahan darah tersebut, Raja Willem dan Ratu Maxima juga meletakkan karangan bunga di Taman Makam Pahlawan Kalibata, sebelum melakukan hal serupa di Pemakaman Belanda, Menteng Pulo, Jakarta.
Penyesalan Raja Willem itu tidaklah mudah untuk diungkapkan, karena menuai pro-kontra di kalangan masyarakat Belanda sendiri. Sander Paulus misalnya, seorang Jurnalis dari RTL Niews, Belanda yang menyebut bahwa Raja tak perlu meminta maaf, karena Indonesia pun tak pernah meminta maaf atas banyaknya korban di pihak Belanda. Perbedaan pendapat itu wajar terjadi di Belanda sebagai negara yang menganut demokrasi.
Tapi yang jelas, Raja dan Ratu Willem sebagai representasi pemerintahan Belanda sudah menyampaikan permintaan maaf secara tulus di depan Jokowi. Bahkan, rombongan ini juga mengambalikan keris Naga Siluman milik Pangeran Diponegoro, yang sebelumnya disimpan di Museum Volkunde, di Leiden, Belanda.
2. Indonesia Sejajar dengan Belanda
Raja Willem juga menyampaikan berbagai pujian terhadap kondisi Indonesia hari ini. Menurutnya, Indonesia berhasil mengombinasikan kekayaan budaya yang berlimpah, dengan kemajuan-kemajuan baru sebagai negara modern.Â
Dengan kombinasi kekayaan masa lalu dan perkembangan kontemporer tersebut, Willem percaya Indonesia adalah negara dengan masa depan yang penuh harapan. Apalagi, Indonsia saat ini juga menjadi motor kawasan Asia Tenggara, menjadi Anggota G-20 dan juga anggota Dewan HAM serta Dewan Keamanan PBB. Karena itulah, Indonesia dinilai sebagai mitra yang sangat penting bagi Belanda.
Artinya, Raja Willem juga mengakui Indonesia sudah sejajar dengan Belanda. Ini sangat berbeda dengan situasi 75 tahun lalu ketika Indonesia masih dianggap koloni, dan dinilai tak layak memerdekakan diri. Atas pengakuan itu jugalah, rombongan Raja dan Ratu Belanda mengajak rombongan besar untuk memperkuat kerja sama strategis dengan Indonesia.Â
Di antara kerja sama baru yang penting, yaitu: produksi kelapa sawit berkelanjutan, pemberdayaan perempuan, penguatan perdamaian dan keamanan, serta pengendalian penyakit menular. Selain itu, ada juga kerja sama antar pelaku bisnis senilai 1 milyar USD. Semua itu dlakukan dalam kerangka kerja sama yang sejajar dan saling menguntungkan kedua negara.
3. Era Baru Pergaulan Global
Kunjungan kenegaraan Belanda ke Indonesia yang hangat ini juga menyiratkan satu lembaran baru pergaulan global. 75 tahun pasca kemerdekaan Indonesia, dunia sudah sangat berbeda. Dulu sekat antar negara sangat kuat, diwarnai persaingan keras antara negara-negara di belahan selatan dan utara. Saat itu belahan selatan dunia, khususna di wilayah Asia dan Afrika adalah negara-negara jajahan atau negara-negara yang baru merdeka. Sementara bagian utara adalah negara-negara maju yang masih belum rela melepaskan koloninya di bagian selatan.
Sekarang, situasi sudah berbalik. Negara-negara bagian selatan, termasuk Indonesia sudah berkembang pesat dan berdiri sejajar dengan negara-negara Eropa. Sebaliknya, justru negara-negara Eropa saat ini menghadapi dilema ekonomi cukup serius.Â
Pertumbuhan negara-negara maju sudah stagnan, sementara model koloni, agresi dan penjajahan telah menjadi musuh bersama masyarakat dunia. Tak ada pilihan bagi mereka, selain merapat dan berkolaborasi dengan negara-negara selatan. Di sinilah Indonesia memegang peran penting sebagai negara di kawasan selatan yang pengaruhnya semakin penting bagi masyarakat dunia.
Titik balik geopolitik global ini juga membawa harapan baru tentang masyarakat dunia yang kian terikat persaudaraan. Sekat antar negara kian tipis, dan ikatan solidaritas global kian menguat. Raja Willem pun sependapat bahwa hubungan Indonesia-Belanda ke depan akan memperkokoh pedamaian, keadilan dan perlindungan terhadap minoritas di dunia. Ketiganya merupakan bagian pokok persaudaraan antar negara di seluruh dunia. Begitulah, nasionalisme dan internasionalisme, adalah dua sisi dalam sekeping mata uang yang tak terpisahkan.
Meski pun, di luar semua alasan itu, mungkin saja rombongan Belanda juga ingin menjenguk Jakarta, sebelum Ibu Kota negara dipindah ke Kalimantan. Ke depan Ibu Kota baru ini pun akan jadi penanda episode baru kemajuan Indonsia, yang berkembang seiring lembaran baru masyarakat dunia yang juga terus bergulir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H