China soft power melalui Belt and Road Initiative
Pada tahun 2013 Presiden Cina dalam pidatonya ketika berkunjung ke Kazakhstan dan Indonesia mencetuskan ide belt and road initiative yang merupakan perwujudan modern dari Jalur sutra pada tahun 130 sebelum Masehi(The Silk Road | National Geographic Society.Â
China belt and road initiative merupakan proyek paling ambisius di era modern yang diperkirakan menelan biaya 4 hingga 8 triliun US dollar.Â
Proyek ini bertujuan untuk mendominasi rute perdagangan global, meningkatkan hubungan perdagangan dan hubungan diplomatik bagi China. Belt and road initiative khususnya dalam proyek pembangunan infrastruktur diantara-Nya berupa, proyek jalur kereta langsung yang menghubungkan China dengan Eropa yang berakhir di London, Inggris (Youtube CNBC International: What is the Belt and Road initiative? | CNBC Explains .Â
Pembangunan kilang penyulingan minyak, pipa jaringan minyak dan gas, pembangkit listrik, pembangunan jalan, jembatan, terowongan, jalur bebas hambatan, pelabuhan, bandara, jaringan fiber optik, pertambangan, jaringan kereta cepat di Asia tenggara, jalur kereta yang menghubungkan China, Afganistan, Turkmenistan, Azerbaijan, Georgia, Turki, jaringan Pipa gas China, Turkmenistan, Rusia, Kazakhstan, Iran, pembangunan jalur kereta di Kenya dan banyak proyek lain yang semuanya di desain untuk memudahkan perdagangan dengan China.Â
Namun banyak organisasi dan media internasional yang melihat Belt and road initiative adalah rencana China untuk menjadi negara adidaya berikutnya. Proyek Belt and Road initiative ini bisa dikategorikan sebagai soft power China dalam meningkatkan pengaruhnya secara global.
Soft power sendiri adalah kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi pihak lain dengan menggunakan daya tarik , bukan menggunakan penekanan atau pemaksaan seperti yang terjadi pada masa-masa sebelumnya. Pada bulan April 2018 sudah ada 60 negara yang bergabung dengan proyek Belt and Road Initiative ini. Yang mana 60 negara plus China terhitung memiliki 30% dari PDB dunia, 62% dari total penduduk dunia, dan hingga 75% dari total cadangan energi yang ditemukan.
Sebagai contoh Pakistan yang telah menerima pembiayaan senilai 62 miliar dolar Amerika, yang sebagian besar berupa pinjaman . Yang digunakan untuk proyek-proyek infrastruktur berupa jalur bebas hambatan, jalur kereta, jalan raya dan pelabuhan di daerah Gwadar. Pada awalnya memberikan efek positif bagi kedua negara, dengan Pakistan mendapatkan pertumbuhan GDP setelah bertahun tahun stagnan, dan di pihak China , perusahaan-perusahaan konstruksi China yang mendapat proyek-proyek dari program ini.Â
Bahkan pada tahun 2018 terdapat 7 dari 10 perusahaan kontraktor terbesar merupakan perusahaan-perusahaan China, bahkan China mendapat manfaat tambahan karena dalam proyek-proyek Belt and Road initiative, pengerjaannya sebagian besar dilakukan oleh perusahaan perusaha-an China dan Warga negara China. Sehingga negara-negara partner kurang merasakan manfaat langsung dari proyek belt and road initiative.
Jika dibandingkan dengan bantuan investasi dan pinjaman dari lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia, ataupun investasi dan bantuan langsung dari negara-negara barat yang biasanya memiliki persyaratan cukup ketat baik dari sisi ekonomi, politik, lingkungan, namun tidak dengan Belt and road initiative yang tidak memiliki persyaratan seperti itu sehingga proyek ini-pun merangkul negara-negara yang tingkat korupsinya tinggi, negara-negara yang dipimpin oleh diktator, negara-negara yang pemerintahannya otoriter, bahkan negara-negara yang sedang terlibat konflik nasional ataupun konflik kawasan.
Karena Proyek cina belt and road initiative mayoritas berupa pinjaman, dan bahkan diberikan kepada negara-negara yang memiliki risiko tinggi, yang pada akhirnya negara-negara tersebut diharuskan membayar kembali pinjaman tersebut, maka banyak lembaga internasional yang memberikan laporan bahwa ada beberapa negara yang tidak dapat membayar kembali dana pinjaman belt and road initiative tersebut (China’s Belt and Road Initiative raises debt risks in 8 nations).Â
Sebagai contoh Sri Lanka yang mendapat pinjaman 1,5 miliar US dollar untuk pembangunan pelabuhan, yang  pada tahun 2017 diputuskan Sri Lanka tidak dapat membayar pinjaman tersebut, maka diputuskan China mendapat kendali atas pelabuhan tersebut.Â
Hal yang sama terjadi di Pakistan (Youtube Bloomberg : How China’s Flagship Belt and Road Project Stalled Out, Myanmar, Djibouti dan Italy, di-mana China mendapat konsesi untuk mengoperasikan pelabuhan tersebut namun China juga bertujuan untuk meningkatkan pengaruhnya secara global.
Proyek Belt and road initiative dalam lingkup estetika humanisme soft power memberikan gambaran akan kekurangan dari soft power yaitu mekanisme getting what one wants dan cenderung memaksakan (Soft Power). Â Mekanisme getting what one wants bisa dilihat dalam kasus Tajikistan (Kesepakatan tanah Tajik memperluas jangkauan China di Asia Tengah | Reuters), Â di-mana pemerintah Tajikistan memberikan wilayah sengketa seluas 2400km sebagai bagian dalam pengurangan hutang Tajikistan ke China.
Soft power yang digunakan China dalam project Belt and road initiative memiliki dinamikanya sendiri dan tidak bisa dikatakan berjalan dengan mulus. Namun jika Amerika Serikat memiliki Hollywood, Perusahaan-perusahaan raksasa, mata uang US dollar, universitas dan program pertukaran pelajar, bantuan US AID, dan banyak lainnya sebagai kemampuan soft power Nya, maka China sebagai negara adidaya berikutnya memiliki Proyek Belt and road initiative untuk meningkatkan pengaruhnya di secara Internasional.
Yohan RiankaÂ
Mahasiswa Universitas Siber Asia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H