Mohon tunggu...
Yohannes Laurentius R
Yohannes Laurentius R Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hidup dari sisa harapan yang telah usang

Kalau ada waktu dimana aku di beri tahu itu adalah hari terakhir ku. Aku akan sempatkan untuk menulis, membaca dan memeluki orang yang kusayangi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perasaan Inferior: Konsep Filsafat Teleologi oleh Alfred adler.

19 September 2021   13:13 Diperbarui: 24 Oktober 2021   19:38 4299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahwa "aku yang sesungguhnya", yang kebetulan tersembunyi saat ini karena masalah pendidikan, sebenarnya superior. Seseorang menderita perasaan inferioritas yang kuat, ditambah lagi, dia tidak punya keberanian untuk menebusnya melalui model kerja keras dan pertumbuhan yang sehat. Meski begitu, dia tidak bisa mentoleransi kompleks inferioritas dari pemikiran A adalah situasinya, jadi B tidak bisa dilakukan. Dia tidak bisa menerima "ketidakbecusan dirinya". Di titik itu, dia berupaya menebusnya dengan cara berbeda, dan mencari jalan keluar yang lebih mudah. Dengan bersikap seakan-akan dirinya superior, dan menikmati perasaan superior yang semu.

Ada 2 tipe superioritas kompleks:

1. Adalah tipe orang yang senang membanggakan prestasinya. 

Seseorang yang senang pada kehebatannya di masa lalu, dan selalu mengingat-ingat kenangan saat dia menjadi paling bersinar. Mereka semua bisa dibilang punya kompleks superioritas. Mereka yang sampai membanggakan keadaan dengan lantang sebenarnya tidak memiliki keyakinan pada diri sendiri. Seperti yang diindikasikan dengan jelas oleh Adler, "Mereka yang suka membanggakan diri melakukannya semata karena merasa inferioritas". 

Kalau seseorang benar-benar yakin pada diri nya sendiri, dia tidak merasa perlu berbangga. Dia hanya melakukannya karena perasaan inferior yang sangat kuat. Dia makin merasa perlu memamerkan keunggulannya. Ada kekhawatiran bahwa kalau dia tidak melakukannya, tidak ada seorangpun yang akan menerima "apa adanya diriku". Ini adalah kompleks superioritas sepenuhnya.

2. Upaya membanggakan kemalangan diri sendiri.

Seseorang yang dengan bangga bicara tentang caranya dididik dan semacamnya; berbagai kemalangan yang menimpa dirinya. Kalau ada orang lain yang mencoba menghiburnya, atau menyarankan agar membuat sedikit perubahan, dia akan menolak bantuan tersebut dengan berkata, "Kau tidak mengerti perasaanku.". Orang-orang seperti ini akan berupaya membuat diri mereka "spesial" melalui kemalangan mereka, dan dengan satu fakta tunggal tersebut akan berupaya menempatkan diri di atas orang lain.

Fakta bahwa tubuhku pendek, misalnya. Katakanlah ada orang baik hati yang datang kepadaku dan berkata, "Itu tidak perlu dikhawatirkan," atau "Hal-hal semacam itu tidak ada hubungannya dengan nilaimu sebagai manusia." Dengan begitu, posisiku lebih superior dari yang lain, dan aku bisa menjadi istimewa. Ada cukup banyak orang yang berupaya menjadi "makhluk spesial" dengan bersikap seperti ini waktu mereka sakit atau terluka, atau menderita batin akibat patah hati.

Mereka memanfaatkan kemalangan mereka, dan mencoba mengontrol pihak lain dengan cara itu. Dengan mendeklarasikan betapa malang diri mereka dan betapa besar penderitaan mereka, mereka berupaya membuat orang-orang di sekitar mereka khawatir (kerabat dan teman mereka, misalnya), membatasi perkataan dan perilaku serta mengontrol orang-orang itu. Sama dengan tipe orang yang mengunci diri dikamar, berulang kali menikmati perasaan superior dengan memanfaatkan kemalangan mereka. 

Sedemikian rupa sampai-sampai Adler sendiri menunjukkan, "Dalam kebudayaan kita, kelemahan bisa jadi senjata dan yang sangat kuat dan ampuh". Tentu saja, perkataan seseorang yang pernah terluka "Kau tidak mengerti bagaimana perasaanku memang mengandung sedikit kebenaran. Memahami sepenuhnya perasaan orang yang sedang menderita adalah sesuatu yang tidak bisa dilakukan siapapun. Tapi, selama ia terus memanfaatkan kemalangannya untuk menjadi "istimewa", ia akan selalu membutuhkan kemalangan tersebut, sebagai senjata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun