Di Nusa Tenggara Timur, ada salah satu yayasan terkenal bernama Yayasan Bacapetra. Yayasan ini terletak di jantung kota Ruteng. Ada hal menarik yang setidaknya membuat saya menjadi sadar akan pentingnya sebuah perjuangan. Tiga hal yang mereka lakukan itu untuk menghidupkan dunia literasi di Nusa Tenggara Timur. Ada tiga hal yang mereka lakukan.
Pertama. Mengadakan Diskusi dan pinjam buku. Saya melihat Bacapetra memiliki fasilitas yang cukup bagus selain gedung, juga buku-buku yang berkualitas. Mereka memberi ruang untuk masyarakat di sekitar Ruteng untuk membaca atau meminjam buku. Tidak hanya meminjam buku, mereka juga mengajak masyarakat untuk berdiskusi tentang hasil pembacaan mereka. Tentu hal ini adalah suatu gerakan yang bagus dan dibutuhkan sikap merangkul antara satu dan yang lain.
Kedua. Perpustakaan bergerak. Adanya fasilitas di yayasan, membuka peluang bagi mereka akan pentingnya terlibat langsug bersama masyarakat dan anak-anak sekolah. Perpustkaan bergerak itu artinya mereka pergi mengadakan baca dan diskusi buku di sekolah-sekolah dengan tujuan untuk memotivasi masyarakat dan anak-anak sekolah untuk membaca dan menulis. Beberapa sekolah seperti Seminari Kisol, SMA St Klaus merupakan instansi yang sudah menjadi sasaran yayasan Bacapetra untuk berbagi gagasan.
Ketiga. Dokumentasi karya sastra. Istilah Zoom Politicon (Makhluk berelasi)  masih melekat dalam diri yayasan Bacapetra. Bermodalkan keberanian, mereka bekerja sama dengan pihak pemerintah untuk mengadakan dokumentasi karya sastra, seperti dongeng, cerita sejarah, peninggalan sejarah. Hal ini  menyadarkan mereka akan rasa cinta dan penghormatan terhadap warisan atau kekayaan budaya yang diwariskan secara turun temurun.  Dalam dokumentasi ini, mereka mengadakan dua kegiatan yakni mengadakan pelatihan literasi untuk sejumlah orang dan mengadakan Fetival Floreswritter. Festival ini menjadi salah satu bentuk kepedulian Bacapetra untuk mendalami kekayaan budaya di sekitar Nusa Tenggara Timur. Tujuannya untuk menghidupkan kembali warisan leluhur itu.
Bertolak dari kisah Yayasan Bacapetra di Ruteng.  Saya berpikir bahwa sudah saatnya semangat untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Saya menyadari bahwa tidak mudah untuk melakukan sesuatu yang baru, tetapi jika dilakukan dengan sungguh-sungguh pasti  sesuatu yang terjadi. Ingat bahwa "tetesan air melubangi batu, bukan karena kekuatannya tapi karena terus menerus menetes." Untuk menebarkan literasi menjadi baik  kepada anak-anak dan masyarakat itu tidak terjadi secara langsung, tetapi butuh proses. Belajar dari Bacapetra, kita belajar mencintai proses, berjuang dan  tekuni komitmen.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H