Cinta ditolak
Dukun bertindak
Kalau Aletheia bertindak
Ge dan Sil tidak bisa menolak
Malam itu, hujan membikin perasaan saya tak karuan, sebab waktu sudah pukul 20:15 Wita dan hujan masih  menjatuhkan tanda tanya bagi Komunitas Teater Aletheia Ledalero pada Jumat 3 Februari 2023. Ada berbagai pertanyaan muncul dibenak, apakah diskusi kita ditunda, atau kita harus menanti teman-teman ataukah kita berdiskusi saja? Namun kami memutuskan untuk menunggu, meski kata pepatah menunggu itu pekerjaan yang membosankan, tetapi jika menunggu itu membosankan, apakah berpindah hati itu menyenangkan?(Aduh jadi halu hahah)
Sejak sore, Pak Sil Jauh-jauh datang dari Larantuka ke Ledalero dengan basah kuyup dan tiba tepat waktu. Sedang Ge bertarung dengan hujan dari Wailiti menuju Ledalero dengan suatu keyakinan bahwa cinta butuh butuh pengorbanan.
Kami menghabiskan waktu 15 menit penantian, sampai akhirnya kami memutuskan untuk memulai diskusi. Saya melihat bahwa selain topik diskusi ini adalah Desain Teater Kontemporer, mungkin situasi menunggu itu bagian dari mendesain perasaan saya sebelum diri saya dihantar menuju Desain Teater ala Mario Nuwa, seorang pegiat seni dan literasi dari Komunitas KAHE dan Pak Silvester Petara Hurit, pendiri Komunitas Nara Teater, penulis dan  PNS di Larantuka.
Dibawa naungan  tema "Proses Kreatif untuk Desain Teater Kontemporer" Mario mengisahkan tentang bagaimana ia berproses menjadi seorang yang terlibat dalam dunia Teater. Latar belakang dibalik minatnya di Teater adalah relasi sosial. Ia membangun kualitas dirinya dari kehidupan berkomunitas.
Komunitas minat di Biara, di Kampus, dan komunitas sastra di sekitaran Maumere. Dari kehidupan komunitas itu, passion berkarya semakin kuat. Hingga suatu ketika, ia bertemu dengan teman-teman seminat di Komunitas KAHE, yang kemudian mendesain kualitas dirinya dan teman-teman dengan berteater, hingga saat ini. Jadi poin penting dari mendesain teater itu adalah kerja sama dalam komunitas.