:Mengenang Frans Seda
Di ruang sederhana ini. Aku menatap kertas-kertas lusuh.
Membayang Ine Sipi Soa dan Ame Paulus Setu di nian tanah Sikka
sedang memikul kakao, berjalan seribu kilo sambil menenun air mata leluhur.
Aku anak Lekebai. Sebuah kampung yang jauh dari air matamu
tetapi merasa sebangsa, sesuku,seiman
Sejak kecil aku jauh dari bisik politik
Tetapi selalu ingin berbisik
Sesekali ingin meneriaki badai
Di negeri ini
Tetapi angin gelombang ombak di negara ini
Tak kuatnya dari sebuah peringatan tombak
Di atas mulut pemerintah
Itu sebabnya aku ingin mengulang  Padre belanda berkotbah
Ora et Labora.
Itu sebabnya ubi kayu membuatku paham
Cara Tuhan meletakan hidup yang baik itu-jika dinikmati dengan dua tangan.
Di ruang sederhana ini aku ingin bernyayi
"Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya, Indonesia sejak dulu kala, selalu di puja-puja bangsa"
Mengingat kakiku yang dulu ditusuk duri mendaki bukit
Menguras keringat dan senyum anak-anak berpakaian lusuh.
Itu sebabnya aku ingin lahir sebagai pejuang. Sebagai lelaki yang tak ingin
Senyum bak matahari terbit itu dipadamkan oleh rakyat bersenapan bengis.
Tak ingin kematian memenjarakan  benci.  Tak ingin kelaparan membubuhi hati bangsa
Di ruang sederhana ini.
Aku FRANSISKUS SAVERIUS SEDA.
Akan mengisahkan cara terbaik mencintai P.A.N.C.A.S.I.L.A
2022
Tentang penulis
Yohan Mataubana berasal dari Nusa Tenggara Timur. Sekarang sedang melanjutkan pendidikan di Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H