Mohon tunggu...
mort retardée
mort retardée Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Menulis, membaca , rekreasi. Jika gagal jangan takut untuk mencoba kembali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kelakar Sang Bocil

15 Juli 2024   19:15 Diperbarui: 15 Juli 2024   19:29 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang yang terik tak mampu dihalau tipisnya awan,.

     Hembusan angin seakan tak mampu menahan sedikitpun teriknya mentari.

 Disudut lapangan Seorang anak dengan riangnya berusaha menerbangkan layangannya.

Baca juga: Coretan Pena

Dengan sedikit sombong dia memamarkan layangannya pada sepasang mata yang memperhatikannya sedari tadi.

   

    Tak butuh waktu lama, layangan itu kini perlahan mulai terbang dan semakin tinggi, benang tipis seakan mendukunya untuk terus terbang.

Namun semakin lama layangan itu seakan memberontak dan ingin di bebaskan terbang ke angkasa.

Baca juga: Arah yang Hilang

Dengan riangnya anak itu terus melonggarkan benang tipisnya seakan merestui layangannya terbang tinggi.

Baca juga: Jalan Pulang

"Jangan terlalu dibiarkan tinggi nanti benangnya putus!".

Tak dihiraukan teguran dari sepasang mata yang sedari tadi memperhatikannya,. 

  Namun yang tak disadari oleh anak itu adalah semakin dibiarkan terbang tinggi maka akan semakin sulit dikendalikan,.

Dan benar saja, layangan itu pun putus, dan terlepas dari genggaman anak itu.

Suasana yang tadi riuh oleh kegembiraan kini berganti rasa panik dan kawatir takut kehilangan.

     Kini yang terihat hanya Seorang anak kecil berlarian mengejar layangan yang telah lepas dari genggamannya. 

      Kaki mungil yang tak terbungkus apapun terus berlari tak kenal arah walau terkadang tertikam batu dan tertusuk duri,.

  Sakit tak perlu di tanyakan lagi,.

Rasa takut kehilangan seakan membungkam itu semua.

     Tak peduli sesakit apa kakinya, anak itu terus berlari seakan mengejar tujuan yang telah jauh terbang tertiup angin,. Walau akhir nya tak didapat apa yang dikejarnya,.

Dengan napas yang masih terenga dia kembali kesudut lapangan dan menatap langit dengan pilu, Seakan telah ikhlas melepaskan harapannya, sambil Manarik nafas dan berjalan kearah sepasang mata yang sedari tadi memandanginya, dengan sedikit tersenyum anak itu berkelakar " biarlah dia pergi ia sudah terlalu jauh tak mungkin lagi ku kejar".

   

   Kupang 15 Juli 2024.

.26/96.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun