Ismi bergegas pergi, berlalu dari pandangan Burhan. Angin timur berhembus cukup kencang menerbangkan daun daun yang mulai kering di pohon akasia. Bau kembang akasia pun turut terbang seolah mereka telah sepakat dengan Ismi tuk hengkang dari hadapan si Burhan.
Senja itu, suasana benar-benar mencekam. Kaki Burhan serasa beku dan kaku sulit untuk digerakkan. Dirinya dan tubuhnya terpaku membeku atas kepergian sahabatnya…(kekasihnya, dalam impian Burhan….apa boleh buat bung, perasaanya dia pendam dalam-dalam di dalam batinnya……salah siapa??).
“Han…aku akan pergi lama …..aku berharap engkau tidak menanyakan kemana aku pergi dan kapan aku akan kembali”…..kata kata itu benar-benar membuat lidah dan mulut Burhan kelu. Dia benar-benar tak bisa berkata-kata lagi. Seribu kata dan bahasa yang telah dia siapkan dan hafalkan sekian tahun , bulan, minggu, hari, jam, menit dan detik, serasa sirna diterbangkan angin timur bersama aroma dan daun akasia.
Pagi tadi sepulang sekolah, Burhan mendapat pesan dari Ismi yang dititipkan kepada Musaroh. Ismi berpesan, agar Burhan bisa menemui dirinya sore nanti di anjungan dermaga. “ Jam 16.00 WIB ya Bung, jangan telat”. Musaroh belum menyelesaikan kata-katanya, Burhan telah hilang ditikungan jalan dengan sepedah kesayangannya (hanya itu yang dia punya, makanya disayang). Musaroh hanya bengong…..dia sebenarnya mau menyampaikan sesuatu yang teramat sangat penting. Agenda pokok yang akan dibahas dalam perjumaap antasa Ismi dan Burhan………..Agenda pokok bukannya hal yang penting bung, ……itu kompas untuk mengarakan kita semua, yang nantinya akan terlibat dalam diskusi atau apa pun itu, sehingga apa yang akan dikeluarkan dari pikiran dan mulut kita senada dan seirama….walaupun pasti ada pro dan konta….tapi itu wajar ada di Republik ini Bung….. gumam Musaroh dalam hati….
Tidak seperti biasanya Burhan sepulang sekolah seceria itu. Belum disuruh menimba air sama ibunya, dia sudah memenuhi semua gallon tempat tampungan air. Ayahnya belum menyuruhnya mengambil kerbau dan memasukkan ke kandangnnya, Burhan sudah memandikan dan mempersilahkan kerbau-kerbaunya menikmati istirahat malam mereka. Ayah, ibu dan adik-adiknya belum mandi dari pagi, dia sudah mandi sampai 3 kali. Ketika sang ibu bertanya, “ada apa Boy, sikap dan tingkahmu aneh tidak seperti biasanya?”. Burhan hanya berlalu dan melebarkan senyumnya.
Hari itu benar-benar ia merasa hari terlama yang dirasakan. Setiap detik dan menit menjadi peristiwa yang menegangkan. Dirinya bisa berpindah-pindah dalam sekejap. Baru saja Burhan bercengkerama dengan adiknya di beranda rumah, sedetik kemudian dia telah berada di tanah lapangan bersama kerbau-kerba ayahnya. Tiba-tiba dia sudah berada di dapar dan seterusnya. …..dia tidak sanggung membayangkan apa yang akan terjadi di dermaga sore ini……..
Setelah menyelesaikan kata-katanya, yang sebenarnya juga berat untuk dikeluarkannya….Ismi segera berlari meninggalkan Burhan…..Ismi juga mengalami hal yang kurang lebih sama, dengan perasaan yang dialami Burhan…..Ismi dan Burhan adalah teman, sahabat sejak dari Taman Kanak – kanak. Sejak TK dan ketika mereka melanjutkan ke jenjang selanjutnya, SD, SMP dan SMA…mereka selalu memilih sekolah yang sama. (bagaimana ndak sama, hanya ada sekolah-sekolah itu di kampong mereka, bukan seperti di kota-kota besar ..sekolah bisa memilih sesuai selera, dari sekolah yang memprihatinkan sampai sekolah yang menggiurkan). ..sepulang sekolah pun mereka bermain bersama. Bermain di bawah tengah tanah lapang dan disiram terik matahari di siang bolong, mereka bersama. Bermain di saat langit mengnangis dengan derasnya, mereka pun ada bersama bermain…berlari…kadang dengan bersepeda, dengan mobil mainan dari pelepah kelapa dan sebagainya. …..Ismi dipaksa meninggalkan kampung halamannya dan harus ikut tinggal dengan paman dan bibiknya di kota. Ismi akan membantu mereka berjualan makanan di sekitaran terminal Bus antar propinsi. Tempat yang sama sekali berbeda dengan kehidupan Ismi sebelumnya. Di sana serasa semua orang berlari dan tak punya waktu dan kesempatan lagi menikmati mentari pagi menyapa dunia dan demikian juga ketia iya beranjak keperaduan. Sepanjang pagi, kerumunan orang berjejal dan berlari berebut masuk ke pintu-pintu bus metro mini…..Lebak Bulus, kampong Rambutan, Grogol……..dan seterusnya….itu lah yang setiap hari Ismi dengar dari teriakan kondektur-kondektur Bus Mitro Mini……….
Di salter bus Trans Jakarta pun tidak kalah mengherankan bagi Ismi, sejak pukul 05.00 orang sudah berdesak-desakan berebut barisan, seperti di kampungnya dulu ketika orang harus antri berjam-jam demi sekantung bulgur (bulgur = sejenis susu bubuk, tetapo tidak di paking dalam kemasan). Disana lah Ismi menghabiskan waktunya sepanjang hari…di terminal Kalideres, Jakarta Barat.
Bersambung………