Kehadiran jurnalisme warga ini telah menantang keberadaan media mainstream yang mempraktekkan jurnalisme satu arah atau bisa disebut one-way journalism practice (Widodo, 2021, h. 66). Hal ini dikarena berita yang muncul bisa lebih fresh diluar kebiasaan media besar dan tanpa kekangan ataupun tanpa request dari 'seseorang'.
Sejarah Jurnalisme Warga di Indonesia
Di Indonesia sendiri, jurnalisme warga muncul melalui saluran radio tepatnya adalah Radio Sonora Jakarta ketika terjadi kerusuhan Mei 1998. Disini, para pendengar radio melaporkan apa yang dilihat dan dialami ke Sonora kemudian dibuat siaran oleh radio Sonora.
Selanjutnya disusul oleh Elshinta yang membangun radio berita sejak tahun 2000. Kini, Elshinta pun sudah punya 100.000 reporter warga yang aktif dalam memberikan berita untuk media Elshinta.Â
Namun, di Indonesia sendiri jurnalisme multimedia masih enggan untuk dijadikan sebagai sumber utama dalam informasi. Alasan utamanya adalah karena beberapa platform seperti media cetak, TV, website, tidak mau untuk kehilangan kredibilitasnya. Kendati demikian, jurnalisme warga tetap mendapat tanah luas di internet sebagai tempat untuk berkembang.Â
Bentuk Jurnalisme Warga
Dalam perkembangannya sekarang, jurnalisme warga sudah bisa dikatakan maju. Hal ini terlihat dari banyaknya komunitas yang kemudian menjadi tempat untuk orang-orang diluar jurnalis profesional atau jurnalis warga berkumpul
Contohnya seperti OhmyNews, Katolikana, Jalin Merapi.co, Sigab.org, Project Multatuli, dan masih banyak lagi. Penyebaran informasi dari media-media berita diatas pun juga memanfaat internet sebagai tempat untuk menyebarkan informasinya.
Selain berkumpul menjadi satu komunitas dan kemudian membuat berita berdasar tujuan dan visi misi komunitas, ada pula jurnalis warga yang yang berdiri sendiri. Biasanya jurnalis ini menggunakan situs web, blog, dan sosial media sebagai media penyebaran informasi mereka.Â