Sosial media menjadi salah satu platform terbaik untuk menyebarkan informasi karena pengguna media sosial sangat banyak di Indonesia. Tak heran jika momentum perubahan konvergensi media digunakan oleh para pengusaha media berlomba-lomba untuk memperluas usahanya.Â
Tentu saja upaya ini atas dasar untuk memperoleh keuntungan dan bisa digunakan untuk kepentingan pribadinya. Bentuk untuk memeperoleh keuntungan sebanyaknya adalah dengan mengakuisisi media kecil untuk bergabung dengan media besarnya dan memanfaatkan sosial media sebagai platform penyebaran informasinya.
Iklim Media Jadi Tidak SehatÂ
Dari media yang dikuasai oleh beberapa konglomerat dan adanya akuisisi media juga menyebabkan banyak masalah terjadi. Salah satunya adalah menutup peluang bagi pendatang media baru di Indonesia.Â
Selain itu, dari konsentrasi kepemilikan media juga bisa menimbulkan persaingan bisnis yang tidak sehat antar pemilik media massa. Hal ini dikarenakan konten siaran atau pemberitaan pers yang jadi lebih subjektif dan sarat kepentingan (Khumairoh, 2021, h. 67).Â
Tentu saja ini sangat bertolak belakang dengan prinsip media jurnalisme yang harus menjadi lembaga independen, objektif, jujur dan netral. Karena dengan menguasai media Indonesia, para konglomerat bisa mengontrol opini publik sesuai dengan apa yang diinginkan olehnya sehingga sangat bertolak belakang dengan prinsip jurnalisme.Â
Jurnalisme Warga Sebagai Lawannya
Ditengah maraknya dominasi media-media besar yang dimiliki oleh konglomerat Indonesia, muncul sebuah perlawanan. Perlawanan ini muncul dengan istilah jurnalisme warga.Â
Menurut (Widodo, 2021) dalam Buku Ajar Jurnalisme Multimedia, Â Jurnalisme warga adalah aktivitas dimana orang biasa mengambil peran aktif dalam proses mengumpulkan, melaporkan, menganalisis, dan menyebarluaskan berita atau informasi. Jadi, orang biasa atau orang yang tidak ada latar belakang jurnalistik tetapi melakukan beberapa proses tersebut bisa dibilang sebagai bagian dari jurnalisme warga.Â