Hal tersebut merupakan sebuah bentuk konsekuensi dari kurangnya sosialisasi dalam masyarakat sekita, terutama masyarakat pedesaan. Kurangnya sosialisasi tentunya merupakan masalah bagi masyarakat pedesaan, dikarenakan masih kentalnya tradisi gotong royong yang ada di masyarakat pedesaan.
Budaya srawung tidak hanya di masyarakat Jawa saja. Budaya srawung juga dapat kita temui di daerah luar pulau Jawa. Sebagai contoh adalah orang Minahasa yang melakukan budaya serupa, namun masyarakat Minahasa menyebutnya sebagai budaya Mapalus. Contoh lainnya adalah masyarakat Mandaling (salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara), masyarakat disana juga melakukan budaya yang serupa pula, namun oleh masyarakat Mandaling disebut dengan istilah Marsialapari.
Menurut Fong identitas budaya sebagai identitas komunikasi dengan sistem perilaku verbal dan non-verbal yang diartikan dan dibagikan kepada anggota kelompok dan rasa saling memiliki dalam membagi warisan, budaya, bahasa, norma yang sama (Samovar 2014:187).
Budaya srawung tentunya relevan jika dianalisis sesuai dengan kutipan diatas. Srawung akan terjadi apabila kelompok masyarakat memiliki sikap saling memiliki dalam membagi warisan, budaya, bahasa, maupun norma yang sama. Dapat diambil contoh ketika ada anak muda yang ikut srawung di daerah pedesaan. Biasanya ketika di daerah pedesaan, masyarakat yang ikut srawung mayoritas sudah berumur. Anak muda tersebut nantinya akan diberitahu bagaimana cara berbicara yang baik, tata krama, sikap, dan lain sebagainya.
Identitas budaya dalam (samovar:2017) dijadikan beberapa klasifikasi seperti, identitas rasial, identitas etnis, identitas gender, identitas nasional, identitas regional, identitas organisasi, identitas pribadi, dan yang terakhir adalah identitas dunia maya/khayalan.
Budaya srawung dapat dikatakan masuk ke dalam klasifikasi budaya etnis karena individu tersebut mengalami sebuah perasaan ingin memiliki pada suatu kelompok dan ingin mengetahui sesuatu tentang pengalaman yang dibagikan oleh kelompok tersebut.
Menurut Samovar (2014), "ada berbagai masalah yang bisa ditimbulkan akibat perbedaan budaya seperti rasis, etnosentrisme, maupun stereotype". Ketika berbicara mengenai keberagaman budaya, tentu tidak semuanya akan bersifat positif. Berdasarkan yang dilansir dari SuaraMerdeka.com, budaya tutur dan srawung kini sudah mulai luntur. Hal tersebut disebabkan oleh globalisasi di masa kini.Â
Dengan kemajuan teknologi yang canggih, masyrakat mulai meninggalkan budaya srawung tersebut. Terutama anak muda jaman sekarang yang beranggapan apabila bermain game mobile ataupun mengahbiskan waktu di depan layar komputer lebih asik dibandingkan harus berkumpul ataupun bersosialisasi dengan orang yang ada disekitar kita.
Budaya srawung merupakan salah satu contoh dari sekian banyak keberagaman budaya yang dapat menyatukan individu-individu lain kedalam sebuah kelompok. Sebagai warga negara Indonesia, tentunya kita harus tetap melestarikan kebudayaan yang masih ada hingga saat ini, salah satunya adalah budaya srawung. Seperti yang sudah penulis jelaskan diawal, apabila budaya srawung tidak hanya mempertemukan orang saja. Melainkan dapat menimbulkan rasa saling memiliki antara yang satu dengan yang lain, sehingga akan tercipta harmonisasi dalam sebuah hubungan bermasyarakat. Meluangkan waktu beberapa saat untuk bersosialisasi dengan masyarakat yang ada di sekitar kita bukanlah suatu hal yang sulit dilakukan. Hal tersebut nantinya juga akan bermanfaat untuk kita sendiri dan orang lain kedepannya.
Terima kasih. Salam sehat (:
Daftar Pustaka