Jalur Rempah (MBJR) 2024.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan kembali menggelar pelayaran budaya bersama KRI Dewaruci, bertajuk Muhibah BudayaTentunya program ini berupaya memperkenalkan dan menelusuri kembali jejak sejarah kemaritiman Indonesia dan mengajukan Jalur Rempah sebagai warisan budaya tak benda UNESCO pada tahun ini.
Setelah melalui proses seleksi yang cukup ketat, senang rasanya bisa menjadi bagian dari kegiatan MBJR ini; sekarang kami sah disebut sebagai Laskar Rempah. Artinya, saya dan 28 Laskar Rempah lainya yang tergabung pada tim Lada Putih berkesempatan untuk berlayar dengan KRI Dewaruci dan menyusuri etape pertama yang dimulai dari Jakarta menuju Belitung Timur dan berakhir di Kota Dumai, Provinsi Riau. Turut serta dalam pelayaran ini rekan-rekan media, staf/panitia kemendikbudristek berikut narasumber yang berkompeten di bidangnya.
Suatu kesempatan yang berharga karena tidak sembarangan orang bisa ikut berlayar dengan kapal yang berhasil mengelilingi dunia selama dua kali ini.
Ini adalah program tahun ke tiga yang diadakan Kemendikbudristek setelah dua tahun sebelumnya program serupa juga diadakan dengan rute wilayah timur dan tengah Indonesia.
Dan pada tahun ini, diselenggarakan dengan tiga etape yang semuanya berada di wilayah barat Indonesia, tepatnya beberapa daerah yang berada di sepanjang Selat Malaka dan Sumatera. Bahkan pada rute kali ini juga akan mengunjungi Kota Malaka (Malaysia) yang sangat erat kaitannya dengan program Jalur Rempah ini.
Pertama Kali Melihat Tumbuhan Lada
Peluit dibunyikan, KRI Dewaruci yang kami tumpangi siap berlayar dari Jakarta menuju Belitung Timur yang sedianya ditempuh selama dua hari perjalanan laut.
Jika ditanya bagaimana perasaan saat kapal akan berlayar jawabannya adalah campur aduk; antara nggak nyangka dan bangga. Seketika rasa nasionalisme ini ter-charger kembali.
Selama mengikuti pelayaran ini, kami bersingunggan langsung dengan TNI AL yang bertugas. Kami mendapatkan pengetahuan mengenai sejarah kapal, bagian-bagian kapal serta navigasi pelayaran dan lain sebagainya.
Perjalanan ini semakin membuat saya semangat karena saya ingin melihat secara langsung tumbuhan Lada yang berada di salah satu perkebunan di Belitung Timur.
Bagi saya yang berdomisili di Ambon, tentu sudah terbiasa melihat tumbuhan Pala dan Cengkeh, namun tidak dengan Lada atau yang familiar disebut dengan Merica maupun dalam bahasa lokal disebut Sahang.
Tumbuhan yang pada masanya disebut sebagai “emas putih” ini (karena menjadi komoditas yang berharga) tumbuh subur di beberapa daerah di Banten, Sumatera dan sekitarnya. Bahkan, Lada di salah satu daerah di Bangka (Provinsi Bangka-Belitung) baru-baru ini masuk menjadi salah satu yang terbaik di dunia.
Kami tiba di Desa Lintang, Simpang Renggiang dan disambut oleh Kelompok Tani Bina Lestari II serta Dinas Pertanian dan Pangan (Bidang Perkebunan) Belitung Timur.
Di lahan dengan luas sekitar empat hektar ini kami belajar bagaimana proses pembibitan, pemilihan lahan tanam, pemupukan, perawatan sampai proses panen yang memakan waktu hingga dua tahun lamanya.
Lahan tanam misalnya, harus disiapkan sebidang tanah dengan ukuran 40 x 40cm dengan kedalaman 50cm. Bidang tersebut harus digali dan disiangi selama kurang lebih satu bulan lamanya.
Kemudian pada bagian dasar dialasi dengan pupuk organik sebelum bibit batang Lada ditanam, ditimbun dengan tanah dan ditutup dengan dedaunan agar tidak mati karena terkena sengatan sinar matahari langsung. Seperti komoditas hortikultura lainnya, tumbuhan Lada juga sensitif dengan cuaca, perawatan dan penyakit.
Penyakit yang paling dikhawatirkan oleh para petani adalah penyakit kuning. Ya, jika tumbuhan lada sudah terkena penyakit ini, maka sudah dipastikan akan gagal panen.
Perawatan yang intensif serta cuaca yang baik akan memberikan kualitas Lada yang baik. Panen raya Lada di Kelompok Tani Bina Lestari biasanya berlangsung pada akhir bulan Juli atau Agustus.
Tidak hanya berkenalan dengan Lada, selama di Belitung Timur kami juga mengunjungi beberapa situs sejarah dan mencicipi kuliner yang sarat akan historia dan rempah.
Eksistensi kerajaan Balok, Buding serta adanya komunitas Tionghoa menjadi bukti bahwa Belitung Timur di masa lalu mempunyai peranan penting sebagai bagian dari peta distribusi rempah-rempah di Nusantara.
Aneka Tugas dengan Jadwal yang Padat
Setelah tiga hari di Belitung Timur, kapal Dewaruci bertolak menuju Dumai yakni salah satu Kotamadya yang berlokasi di bibir Selat Malaka, Provinsi Riau dan kegiatan berlanjut sampai di Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Dari sinilah saya semakin memahami pentingnya sungai dan laut sebagai bagian dari konektivitas Jalur Rempah di masalalu. Bagaimana komoditas rempah-rempah didistribusikan dari hulu menuju hilir (yang berakhir di laut) dengan menggunakan kapal sebelum akhirnya menyebar ke seluruh Nusantara bahkan dunia.
Buktinya Istana Kerajaan Siak Sri Indrapura yang berlokasi tidak jauh dari bibir Sungai Siak pada masanya memegang peranan penting dan memiliki wilayah yang luas di dataran tanah Melayu.
Istana kerajaan Siak sendiri memiliki campuran dari gaya Timur Tengah, Melayu dan Eropa yang selesai dibangun 1893 oleh Sultan Syarif Hasim, menjadi bukti kewibawaan dari kerajaan yang berlokasi dua jam dari pusat Kota Pekanbaru ini.
Tidak hanya itu, kami juga belajar serta mengunjungi beberapa situs cagar budaya dan sejarah yang berada di wilayah kota kerajaan ini.
Bagi saya, mengikuti program MBJR ini bukan sekadar ajang jalan-jalan gratis dan biasa. Saya menyadari bahwa dengan terpilihnya kami menjadi Laskar Rempah, secara tidak langsung telah menjadi bagian dari garda depan dalam mempromosikan kegiatan ini menuju warisan budaya dunia. Baik itu berupa konten di sosial media, artikel, serta berupa materi audio visual.
Selama proses seleksi, pra-kegiatan, saat kegiatan dan paska kegiatan, berbagai tugas dan pembekalan diberikan kepada kami. Tentu saja hal ini untuk menambah wawasan kami bahwa hasil dari konektivtas jalur rempah dimasa lalu masih kita rasakan dampaknya hingga hari ini.
Tim-tim kecil yang dibagi menjadi lima pilar Jalur Rempah yang terbagai menjadi; Historia, Ramuan, Kriya/Wastra, Seni Budaya, Kuliner juga dibentuk untuk merangkum hal-hal yang menarik yang kami temui selama mengikuti kegiatan ini.
Kunjungan ke tempat-tempat bersejarah, workshop dan materi-materi dari narasumber yang berkompeten dibidangnya tidak hanya kami terima, namun wajib kami bagikan kepada khalayak luas.
Semuanya pasti setuju bahwa rempah-rempah, seperti cengkih, pala, lada, kayu manis, dan komoditas lainnya seperti kayu cendana dan kemenyan menjadi barang berharga yang dihargai tinggi serta menjadi daya tarik utama bagi pedagang dari berbagai belahan dunia. Nyaris, semua komoditas utama “yang diburu” pada masanya adalah tanaman endemik Nusantara.
Dengan mengikuti rangkaian kegiatan ini, saya sendiri membayangkan bagaimana nenek moyang kita melakukan pelayaran untuk bertukar komoditas dari satu pulau ke pulau yang lain.
Kemudian, bagaimana kapal-kapal bangsa asing juga mengandalkan layarnya untuk menjelajah dunia hanya demi menemukan dimana rempah-rempah itu tumbuh dan berasal.
Proses perdagangan dan bertukar komoditas lintas suku bangsa dan benua ini berlangsung selama berabad-abad. Menjadi simpul yang hari ini kita kenal dengan Jalur Rempah.
Bertemunya para suku bangsa asing dalam kaitannya dengan perdagangan Jaur Rempah membentuk alkulturasi dan asimilasi yang kaya; dari bahasa, kuliner, pakaian, arsitektur dan lain sebagainya yang dikemudian hari menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Perjalanan meraih pengakuan dari UNESCO masihlah panjang, namun pengakuan ini tidak ada artinya tanpa adanya dukungan dan kesadaran dari kita semua.
Mari bersama dukung Jalur Rempah menjadi warisan budaya yang diakui dunia.
Nah, gimana.. berminat mengikuti MBJR tahun depan? Ikuti rangkuman perjalanan kami melalui vlog yang telah saya rangkum di link berikut. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H