Mohon tunggu...
Yohanes Prihardana
Yohanes Prihardana Mohon Tunggu... Lainnya - Illum Oportet Crescere, Me Autem Minui (John 3:30 - Vulgata)

Saya percaya pada harmoni antara manusia dan Sang Pencipta, sesuai dengan filosofi Gusti Manunggaling Kawula, yang menuntun saya untuk hidup selaras dengan nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan. Salam kenal, Berkah Dalem.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Martin Heidegger: Jadi "Being" di Era Yang Serba Instan

14 Desember 2024   05:30 Diperbarui: 12 Desember 2024   15:14 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Martin Heidegger adalah salah satu filsuf terbesar abad ke-20 yang dikenal melalui karya utamanya, Being and Time (Sein und Zeit). Heidegger membangun kerangka pemikiran eksistensialisme yang unik dengan fokus pada konsep “Being” (“Ada”). Dalam filsafatnya, ia menekankan pentingnya memahami keberadaan manusia sebagai sesuatu yang berbeda dari sekadar objek duniawi.

POV Heidegger tentang Being
Heidegger membedakan antara being (Ada) dan beings (hal-hal yang ada). Ia berargumen bahwa manusia adalah satu-satunya entitas yang memiliki kesadaran akan keberadaannya, yang disebut sebagai Dasein (“Ada-di-sini”). Menurut Heidegger, Dasein tidak hanya berada di dunia secara pasif, tetapi juga secara aktif terlibat dengan dunia. Ini berarti manusia memiliki kemampuan untuk merefleksikan eksistensinya, menanyakan makna hidup, dan mengambil tanggung jawab atas pilihannya.

Dalam pandangan Heidegger, manusia sering terjebak dalam rutinitas sehari-hari yang ia sebut sebagai das Man (“Mereka” atau “orang banyak”). Dalam keadaan ini, manusia cenderung mengikuti norma-norma sosial tanpa refleksi, kehilangan otentisitas, dan melupakan tugas mendasar mereka sebagai makhluk yang bertanya tentang makna keberadaan.

Menjadi Manusia yang Menjalankan Misi di Dunia
Heidegger menekankan pentingnya menjalani hidup secara otentik. Ini berarti kita harus menyadari fakta bahwa keberadaan kita terbatas oleh waktu – yaitu, kita semua menuju kematian (being-towards-death). Kesadaran akan kefanaan ini bukanlah sesuatu yang 

perlu ditakuti, tetapi harus menjadi dorongan untuk hidup dengan lebih bermakna. Menjalankan misi di dunia menurut Heidegger berarti:

1. Menghadapi Kehidupan dengan Kesadaran Penuh: Hidup otentik dimulai dari keberanian untuk menghadapi kenyataan, termasuk penderitaan dan keterbatasan hidup. Kesadaran ini membantu kita memilih jalan hidup yang sesuai dengan panggilan batin kita.

2. Melampaui Rutinitas: Dalam masyarakat modern, kita sering terserap dalam pola hidup yang konsumtif dan materialistis. Heidegger mengajak kita untuk melampaui “das Man” dengan menentukan tujuan hidup berdasarkan refleksi mendalam, bukan sekadar mengikuti arus.

3. Mengambil Tanggung Jawab: Menjadi Dasein berarti kita adalah makhluk yang bertanggung jawab atas hidup kita sendiri. Kita memiliki kebebasan untuk memilih, tetapi kebebasan ini datang dengan konsekuensi yang harus kita hadapi dengan penuh kesadaran.

Relevansi Filsafat Heidegger di Zaman Sekarang
Di era modern yang penuh distraksi dan informasi instan, filsafat Heidegger menjadi semakin relevan. Banyak orang merasa kehilangan arah di tengah tekanan budaya kerja, media sosial, dan ekspektasi masyarakat. Konsep otentisitas Heidegger mengingatkan kita untuk memperlambat langkah, merefleksikan tujuan hidup, dan mencari makna di luar kesibukan sehari-hari.

Dalam konteks zaman sekarang, menjalankan misi sebagai manusia yang Being bisa berarti:

- Mengutamakan Kehidupan yang Bermakna: Memilih jalur karier, hubungan, atau aktivitas yang benar-benar sesuai dengan nilai-nilai pribadi kita, bukan sekadar untuk memenuhi standar eksternal.

- Menghargai Waktu dan Momen: Kesadaran akan kematian dapat memotivasi kita untuk lebih menghargai setiap momen dalam hidup, menghindari penundaan, dan memanfaatkan waktu dengan bijak.

- Berani Menentang Arus: Dunia modern sering kali mendorong kita untuk menjadi seragam. Namun, hidup otentik menuntut keberanian untuk menjadi berbeda jika itu sesuai dengan panggilan batin kita.

Filsafat Heidegger mengajarkan bahwa menjadi manusia bukanlah sekadar menjalani hidup, tetapi juga memahami dan merefleksikan keberadaan kita. Dengan kesadaran penuh akan Being, kita bisa menjalani hidup yang lebih otentik dan bermakna, meskipun tantangan zaman modern terus berkembang. Dalam kata-kata Heidegger sendiri, “Manusia adalah makhluk yang memahami Ada, dan dengan pemahaman ini, ia dapat menciptakan masa depannya.”

Referensi
- Heidegger, Martin. Being and Time (Sein und Zeit). 1927.
- Guignon, Charles. Heidegger and the Problem of Knowledge. Indianapolis: Hackett Publishing, 1983.
- Dreyfus, Hubert L. Being-in-the-World: A Commentary on Heidegger’s Being and Time, Division I. Cambridge, MA: MIT Press, 1991.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun