Mohon tunggu...
Yohanes Prihardana
Yohanes Prihardana Mohon Tunggu... Lainnya - Urip Iku urup

Berkah Dalem

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menghidupkan Kembali Semangat Hoegeng: "Polisi yang Mengayomi, Bukan Menakuti"

4 Desember 2024   09:20 Diperbarui: 4 Desember 2024   09:30 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polisi adalah simbol keamanan, keadilan, dan ketertiban dalam masyarakat. Mereka diharapkan menjadi pelindung yang hadir untuk mengayomi setiap lapisan masyarakat. Namun, akhir-akhir ini, citra polisi di mata publik kian merosot. Bukan lagi sebagai pengayom, beberapa oknum justru menampilkan wajah arogansi yang menimbulkan rasa takut. Fenomena ini adalah alarm serius bagi institusi yang seharusnya menjadi benteng moral dan hukum negara.

Menghidupkan Keteladanan Hoegeng Iman Santoso

Nama Hoegeng Iman Santoso, Kapolri periode 1968--1971, adalah simbol integritas dan kejujuran. Ia dikenal menolak segala bentuk korupsi, suap, dan penyalahgunaan kekuasaan. Pernah ada kisah ketika Hoegeng menolak hadiah mobil dari seorang pengusaha yang memiliki masalah hukum. Hal ini menunjukkan integritasnya dalam menjaga batasan profesionalitas polisi. Bahkan, Presiden Gus Dur pernah berkata, "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng."

Keteladanan Hoegeng menjadi cermin bagi institusi kepolisian saat ini. Di tengah maraknya penyalahgunaan kekuasaan, spirit Hoegeng bisa menjadi titik balik untuk mereformasi lembaga kepolisian agar lebih dipercaya masyarakat.

Sorotan Masalah

  1. Penyalahgunaan Kekuasaan
    Data dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menunjukkan peningkatan laporan masyarakat terkait tindakan oknum polisi yang menyalahgunakan wewenang, baik dalam penanganan hukum maupun kehidupan sehari-hari. Arogansi di jalan raya, penilangan tanpa alasan jelas, dan tindakan diskriminatif sering menjadi keluhan  .

  2. Minimnya Transparansi
    Beberapa kasus yang melibatkan oknum polisi sering kali berujung pada ketidakpuasan publik karena kurangnya transparansi dalam proses hukum. Contoh nyata adalah kasus penyalahgunaan kekuasaan yang justru sulit disentuh hukum .

  3. Kekerasan Berlebihan
    Amnesty International dan lembaga HAM lainnya berulang kali menyoroti penggunaan kekerasan yang tidak proporsional oleh aparat polisi dalam mengendalikan demonstrasi atau penanganan kasus .

Solusi yang Diharapkan

Kritik ini bertujuan untuk mendorong perubahan yang lebih baik. Berikut langkah yang perlu diambil:

  1. Reformasi Budaya Institusi
    Polisi harus kembali kepada misi utamanya: melayani dan mengayomi. Pelatihan berkelanjutan dalam etika, komunikasi, dan empati sangat diperlukan.

  2. Meneladani Sosok Hoegeng
    Nilai-nilai integritas dan kejujuran Hoegeng harus menjadi pijakan dalam semua kebijakan kepolisian. Kisah hidupnya perlu disebarluaskan sebagai motivasi nyata bagi setiap personel polisi.

  3. Pengawasan Independen
    Sistem pengawasan eksternal terhadap polisi perlu diperkuat agar memastikan tindakan mereka sesuai hukum. Ombudsman dan Komnas HAM harus lebih aktif dalam memantau perilaku aparat .

  4. Membangun Kepercayaan Publik
    Polisi perlu menjalin komunikasi konstruktif dengan masyarakat melalui program edukasi hukum dan kegiatan sosial. Langkah ini penting untuk menghapus jarak psikologis antara polisi dan rakyat.

Kepolisian memegang peranan strategis dalam membangun keamanan dan keadilan bangsa. Menghidupkan kembali keteladanan Hoegeng adalah langkah konkret untuk mengembalikan citra positif polisi. Seperti ucapan Hoegeng: "Jangan hidup dari polisi, tapi hiduplah untuk polisi." Semoga institusi ini kembali menjadi sahabat rakyat yang melindungi, bukan menakuti.

Sumber Pendukung

  • "Komisi Kepolisian Nasional, Laporan Tahunan 2023"
  • Amnesty International Report, Indonesia Section 2022
  • "Hoegeng: Idealisme yang Tak Pernah Pudar," oleh Suhartono, 2013
  • Komnas HAM, Data Kekerasan Aparat 2023
  • Ombudsman Republik Indonesia, Laporan Pelanggaran Aparat 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun