Mohon tunggu...
Yohanes Prihardana
Yohanes Prihardana Mohon Tunggu... Lainnya - Illum Oportet Crescere, Me Autem Minui (John 3:30 - Vulgata)

Saya percaya pada harmoni antara manusia dan Sang Pencipta, sesuai dengan filosofi Gusti Manunggaling Kawula, yang menuntun saya untuk hidup selaras dengan nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan. Salam kenal, Berkah Dalem.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Dinamika Pasca Pilkada, Ketika Pengangguran Jadi Mission Impossible

28 November 2024   07:30 Diperbarui: 28 November 2024   07:45 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.jawapos.com/

Pasar tenaga kerja di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks. Pencari kerja di usia 20-28 tahun sering kali mengalami kesulitan, meskipun banyak yang merupakan lulusan baru. 

Persyaratan pengalaman kerja menjadi penghalang utama bagi kelompok ini. Di sisi lain, pekerja produktif berusia 30-45 tahun juga menghadapi kompetisi ketat, terutama karena kebutuhan industri yang berubah cepat dan menuntut keterampilan yang relevan dengan teknologi terkini.

Kondisi Pekerjaan di Indonesia

  1. Pengangguran Terbuka: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia berada di sekitar 4,82% pada awal 2024. Meskipun angkanya menurun dari periode sebelumnya, sebagian besar pekerjaan baru tercipta di sektor informal, yang sering kali menawarkan gaji rendah dan minim perlindungan kerja.
  2. Diskriminasi Usia: Diskriminasi usia tetap menjadi masalah signifikan. Beberapa perusahaan lebih memilih pekerja muda di bawah 30 tahun, yang dianggap lebih dinamis dan mudah beradaptasi, dibanding pekerja dengan pengalaman namun dianggap mahal atau kurang fleksibel.

Perbandingan dengan Negara Lain

  1. Jerman: Negara ini mengadopsi sistem pelatihan kejuruan berbasis dual (dual vocational training), di mana pendidikan formal dipadukan dengan pengalaman kerja di perusahaan. Hasilnya, tingkat pengangguran muda sangat rendah, hanya sekitar 5,6% pada 2023.
  2. Singapura: Pemerintah Singapura sangat mendukung reskilling dan upskilling tenaga kerja melalui program SkillsFuture. Pekerja di usia 30-45 tahun tetap relevan di pasar kerja karena pembaruan keterampilan secara berkala.
  3. India: Sebaliknya, di India, sektor informal yang mendominasi tenaga kerja menciptakan tantangan besar serupa dengan Indonesia, meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan skema pendidikan vokasi.

Pandangan Ahli

Menurut Prof. Armida Alisjahbana, pakar ekonomi dan mantan Kepala Bappenas, salah satu solusi utama adalah memperkuat pendidikan kejuruan dan memastikan kurikulum mencakup kebutuhan industri saat ini. Sementara itu, Dr. Irfan Taufik dari Bank Dunia menyarankan kebijakan tenaga kerja yang fleksibel untuk mempermudah transisi dari pendidikan ke dunia kerja.

Rekomendasi Solusi

  1. Pelatihan Ulang dan Pendidikan Vokasi: Seperti di Jerman dan Singapura, penguatan pendidikan kejuruan dan pelatihan kerja bisa membantu menjembatani kebutuhan industri.
  2. Peningkatan Lapangan Kerja Formal: Memperluas sektor formal dengan insentif untuk perusahaan yang menciptakan lapangan kerja berkualitas dapat mengurangi ketergantungan pada sektor informal.
  3. Kebijakan Anti-Diskriminasi: Peraturan yang tegas terhadap diskriminasi usia dalam perekrutan akan membantu lebih banyak kelompok usia produktif untuk berpartisipasi di pasar kerja.

Tantangan ini memerlukan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga pendidikan agar Indonesia dapat memanfaatkan bonus demografi dengan optimal. 

Indonesia perlu mengatasi tantangan pasar tenaga kerja dengan memperbaiki berbagai aspek struktural yang memengaruhi peluang kerja, terutama bagi mereka yang berada dalam usia produktif. Langkah awal adalah memastikan bahwa keterampilan yang diajarkan dalam program pelatihan sesuai dengan kebutuhan industri yang terus berkembang. 

Sebagai contoh, dengan pesatnya transformasi digital, permintaan untuk pekerjaan di bidang teknologi seperti pengembangan perangkat lunak, keamanan siber, dan analitik data terus meningkat. Pelatihan ini juga perlu menjangkau tidak hanya pencari kerja muda, tetapi juga pekerja berusia di atas 30 tahun yang ingin meningkatkan kompetensi mereka agar tetap relevan.

Kerjasama antara pemerintah dan sektor swasta menjadi krusial. Model pendidikan berbasis dual di Jerman menunjukkan bahwa integrasi antara pembelajaran formal dan pengalaman langsung di industri dapat mempersempit kesenjangan keterampilan. 

Di Indonesia, perusahaan dapat didorong untuk bermitra dengan universitas atau pusat pelatihan kerja untuk menyediakan program magang atau pelatihan berbasis proyek yang nyata. Hal ini akan memberikan pengalaman praktis bagi lulusan baru sekaligus menciptakan tenaga kerja yang siap pakai.

Reformasi dalam regulasi ketenagakerjaan juga menjadi kebutuhan mendesak. Saat ini, hukum ketenagakerjaan yang terlalu kaku dapat mengurangi daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi bagi perusahaan global. 

Reformasi yang memungkinkan fleksibilitas kerja, seperti kontrak berbasis proyek atau pengaturan waktu kerja yang lebih dinamis, dapat membantu meningkatkan daya saing sekaligus menciptakan lebih banyak lapangan kerja formal.

Selain itu, kebijakan yang mendorong perusahaan untuk merekrut pekerja di kelompok usia produktif dapat memperkuat inklusivitas pasar kerja. Misalnya, pemerintah dapat memberikan insentif pajak kepada perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja berusia di atas 30 tahun atau mereka yang sedang menjalani pelatihan ulang.

 Langkah ini tidak hanya membuka peluang kerja bagi kelompok usia yang sering diabaikan, tetapi juga memastikan bahwa pengalaman kerja tetap dihargai dalam proses rekrutmen.

Dengan kebijakan yang lebih inklusif, pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan, dan kolaborasi yang erat antara sektor publik dan swasta, Indonesia dapat menciptakan ekosistem tenaga kerja yang lebih adil dan berkelanjutan. Langkah ini tidak hanya meningkatkan daya saing individu tetapi juga membantu memperkuat perekonomian nasional dalam menghadapi tantangan global.

Referensi : 

1. https://www.bps.go.id/id/publication/2024/06/07/bd40ab2fa4fac6c726ab4ad4/laborer-situation-in-indonesia-february-2024.html

2. https://documents1.worldbank.org/curated/en/860641468044686722/pdf/563480WP0Indon1cutive0Summary0FINAL.pdf

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun