Tangisan sang awan di awal September membuatku teringat akan kisah masa lampau.
Kisah yang membuatku kembali terbayang parasmu yang rupawan.
  Kala itu Ditengah derasnya hujan kau berdiri ditemani payung hitammu, yang seakan serasi dengan gelapnya sang awan.
 Entah engkau menangis atau tersenyum tak dapat ku tebak ekspresi wajahmu, ekspresi yang tersamar dengan tetesan hujan yang mulai membasahi wajahmu.
 Ingin rasanya ku berlari dan memeluk mu, tapi apa daya ku terlalu takut kala itu,rasa  takut yang membuatku merasa bodoh sampai saat ini.
 Ingin sekali ku menjadi payungmu kala itu  untuk sekedar membundung tetesan hujah yang ingin membasahi tubuhmu.
 Memang benar payung hanya mampu melindungi mu dari hujan tapi dia tak mampu mengehentikan hujan, tapi dengan payung ku mampu memberikan sedikit kehangatan untukmu gadisku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H