Mohon tunggu...
Yohanes Manhitu
Yohanes Manhitu Mohon Tunggu... Penulis - Murid abadi: penulis dan penerjemah

Saya adalah seorang penulis dan penerjemah dari Timor Barat (NTT) yang berdomisili di Yogyakarta. Bidang yang saya geluti adalah bahasa, sastra, sejarah, dan sosial budaya. Saya menulis dalam bahasa Indonesia, Dawan, Tetun Resmi (Timor-Leste), Melayu Kupang, Inggris, Prancis, Spanyol, Portugis, dan Esperanto. Silakan kunjungi blog khusus untuk karya tulis saya di http://ymanhitu-works.blogspot.com dan blog serba-serbi multibahasa saya di http://ymanhitu.blogspot.com. Salam,

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Sindrom Bahasa Gado-Gado dalam Siaran Radio

17 September 2020   13:14 Diperbarui: 18 September 2020   02:30 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mahasiswa jurusan linguistik yang tengah menggarap laporan atau karya ilmiah tertentu, hal ini bisa menjadi objek penelitian yang menarik dan menggelitik. Selamat mencoba.

Ketaktaatasasan yang saya maksud di sini adalah penggunaan bahasa Indonesia tidak pada tempat dan waktunya.

Sebenarnya sindrom gado-gado dalam berbahasa Indonesia ini secara umum bukan hal baru -- sudah lagu lama.

Tetapi akan lain pengaruhnya apabila sebuah media publik memancarkan siaran-siarannya dan diskusi publik dalam bahasa Indonesia yang tidak memberi pencerahan kebahasaan kepada para pendengarnya, khususnya anak-anak dan pihak-pihak yang sedang belajar berbahasa Indonesia.

Terhadap orang-orang asing yang sedang tekun mempelajari bahasa kita tanpa kenal lelah, misalnya, kita telah membuat mereka bingung dengan ketidakteraturan bahasa media. Mereka kehilangan kompas cadangan di tengah samudra ketakpastian yang kita ciptakan.

Jika media penyiaran yang patut dipercaya menyajikan siaran dalam bahasa yang tidak baku dan menciptakan Babel baru, berkurang sudah jumlah oasis, tempat kita menghilangkan dahaga pada zaman ini.

Secara pribadi, saya sangat miris karena penggunaan kata-kata seperti mem-follow-up-i, (yang karena bunyinya, bisa tercipta antonim mem-follow-air), me-manage, consern, political will, illegal logging, dll. dalam suatu siaran radio berbahasa Indonesia, apalagi di media resmi.

Saya belum tahu pasti motivasi penggunaan kata-kata asing ini yang cenderung membingungkan orang-orang yang tidak memahami artinya.

Tetapi secara umum saya berasumsi bahwa pemicunya adalah tuna harga diri, yaitu tiadanya rasa percaya diri bila seseorang menggunakan bahasa Indonesia tanpa kata-kata asing.

Ada sebagian orang yang menyisipkan sejumlah besar kata asing dalam pembicaraan bukan karena kehadiran kata-kata ini sangat diperlukan, tetapi sekadar untuk menunjukkan bahwa ia adalah orang terdidik.

Tetapi apakah benar bahwa tingkat keterdidikan seseorang diukur dari banyaknya kosa kata asing yang digunakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun