Aku bertekad menulis di bubungan awan
agar surga bisa susuri bukit dan ngarai sajakku
dengan sinar mentari pagi sebagai lenteranya.
Di sana, setiap bait sajakku yang menari-nari
dilumuri madu rimba perawan berahmat
dan diperciki wewangian padma eden,
yang di matanya, asing kelayuan.
Dan kemudian butir-butir kataku
'kan kurangkai serupa kuntum melati dini
dan kukalungkan di lehermu, wahai kekasih,