Sebenarnya, dalam regulasi ini tidak dijelaskan secara detail. Misalnya, jika adegan kekerasan dilarang, kekerasan seperti apa yang dilarang? Tak hanya itu, dalam implementasinya regulasi ini tidak terlalu tegas. Unsur kekerasan dalam film tertentu dilarang, namun dalam film lainnya tidak.
Misalnya adegan dalam Film Midsommar (2019). Scene bunuh diri dengan melompat dari tebing memang ditampilkan sekilas. Namun, adegan menyayat tangan tidak ditampilkan dan langsung lompat di adegan melumuri darah ke batu. Menurut saya, adegan menyayat tangan bagi penonton usia 21 tentu tidak terlalu berbahaya.
Tak hanya itu, dalam urusan penyensoran film, pembatasan usia penonton film juga problematik. Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 32 PP LSF mengatakan bahwa film dan iklan film yang telah disensor wajib disertai pencantuman penggolongan usia penonton.
Pertanyaannya, untuk apa disensor jika film Midsommar (2019) ini sudah jelas hanya akan bisa ditonton oleh penonton usia 21 ke atas? Apakah adegan-adegan yang dipotong dalam film tetap dinilai tidak layak untuk ditonton oleh penonton usia 21 tahun ke atas. Lantas, usia berapa yang sebenarnya dinilai layak untuk menonton adegan tersebut? Jika demikian, rasa-rasanya Lembaga Sensor Film menempatkan penonton usia 21 ke atas seperti anak usia SMP atau SMA.
Terlepas dari banyaknya adegan film yang disensor, film Midsommar tetap layak menyandang gelar sebagai film horor yang layak untuk ditonton. Bagaimanapun, segala kekurangan dan ketidaksempurnaan film kedua Ari Aster ini adalah buntut kebijakan Lembaga Sensor Film. Bagaimana menurut pendapat anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H