Pandemi Covid-19 merupakan suatu hal baru. Situasi ini memberikan banyak ruang ketidakpastian. Sebagai seorang manusia tentu kita merasa tidak nyaman dalam situasi yang penuh ketidakpastian ini. Sesuai dengan pemikiran Maslow, manusia memang selalu ingin berada dalam kepastian dan juga kenyamanan, maka sudah sewajarnya bila manusia berusaha mencari kepastian itu dengan menciptakan pembenaran-pembenaran.Â
Sayangnya, pembenaran-pembenaran yang diciptakan manusia ini belum tentu sahih. Kita seringkali mengkonsumsi pembenaran-pembenaran keliru atau yang sering kita sebut sebagai hoaks atau berita bohong.
Terlepas dari motif pembuatnya, hoaks dapat menimbulkan perpecahan, ketakutan yang berlebihan, dan dampak negatif lainnya. Parahnya, saat ini dampak negatif hoaks tersebut tentu akan lebih besar karena dapat disebarkan melalui media sosial.
Selama pandemi covid-19, sangat banyak konten hoaks yang telah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dari media sosial di Indonesia. Sebagian besar di antara hoaks tersebut merupakan hoaks mengenai vaksin covid-19. Saya menemukan beberapa hoaks mengenai vaksin covid-19 yang beredar di media sosial.Â
Pertama, mengenai jenis vaksin covid-19. Beberapa waktu lalu kita dihebohkan dengan pernyataan Hadi Pranoto yang mengaku telah menemukan vaksin covid-19. Kedua, informasi mengenai jumlah dan proses pendistribusian vaksin. Tiga, informasi mengenai sertifikasi halal. Empat, kepastian mujarab atau tidaknya vaksin yang akan diberikan pada tubuh manusia.
Hoaks merupakan salah satu fenomena komunikasi yang banyak melanggar etika global. Pada tahun 1993, perwakilan agama dari seluruh dunia berkumpul dan menghasilkan deklarasi menuju etika global yang bertujuan menghasilkan tatanan global yang lebih baik.
Secara umum, isi deklarasi tersebut adalah pernyataan bahwa setiap manusia saling bergantung dan bertanggung jawab, saling memperlakukan sebagaimana orang lain ingin diperlakukan atau saling memahami, komitmen pada budaya tanpa kekerasan, komitmen untuk hidup dalam kebenaran, Â dan tatanan yang adil. Hal-hal tersebut merupakan nilai-nilai yang mengikat dan standar yang tidak dapat diganggu gugat.
 Hoaks merupakan salah satu fenomena komunikasi, maka etika komunikasi penting dibahas dengan tetap menggunakan perspektif etika global, karena pada dasarnya etika komunikasi mengarah pada etika global pula. Etika komunikasi tidak hanya terkait pilihan kata yang diucapkan atau kepantasan kata tersebut diucapkan.
Menurut Shoemaker dan Reese terdapat beberapa etika komunikasi yaitu: 1) tanggung jawab; 2) kebebasan pers; 3) masalah etis; 4) ketepatan dan objektivitas dan 5) tindakan adil untuk semua orang.
Etika komunikasi sangat perlu diterapkan ke dalam proses komunikasi, karena pada dasarnya etika komunikasi ini ada untuk menciptakan suatu komunikasi dua arah yang mencirikan penghargaan, perhatian, dan dukungan timbal balik antara pihak-pihak yang berkomunikasi.
Hoaks mengenai vaksin covid-19, tentu akan semakin memperburuk keadaan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menangkal hoaks. Sayangnya, pepatah 'mati satu tumbuh seribu' nampaknya sangat tepat untuk menggambarkan penyebaran hoaks. Apalagi penyebaran semakin mudah melalui media sosial.
Sebagai fenomena komunikasi yang muncul akhir-akhir ini, hoaks mengenai vaksin covid-19 merupakan pelanggaran terhadap etika komunikasi. Terlepas dari motif pelaku penyebar hoaks, dan juga terlepas dari kesengajaan atau tidak, hoaks vaksin covid-19 ini merugikan banyak pihak.Â
Jika dilihat melalui perspektif Shoemaker dan Reese, hoaks covid-19 tentu merupakan informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, sangat subjektif, dan terkait masalah etis, hoaks tentu tidak etis untuk disebarkan. Hoaks menghambat proses komunikasi.
Komunikasi antara pemerintah dan rakyat yang sangat penting dibangun di masa krisis akan terhambat. Tujuan komunikasi yang sebenarnya mengarah pada penghargaan dan perhatian malah mengarah pada kecurigaan, ketakutan, kemarahan, dan kecemasan. Pemerintah akhirnya dituduh dengan berbagai tuduhan yang tidak mendasar, begitu pula sebaliknya.
Selain itu, penyebaran hoaks mengenai vaksin covid-19 ini sudah sangat jelas melanggar etika global. Mari kita cermati dampak hoaks mengenai vaksin covid-19 ini. Menurut kominfo, hoaks ini mengakibatkan beberapa akibat.
Pertama, banyak masyarakat ketakutan untuk datang ke rumah sakit, sehingga korban semakin banyak. Kedua, masyarakat menjadi khawatir bahwa pandemi covid-19 tidak akan berakhir dan tidak percaya pada vaksin. Tiga, masyarakat menjadi bingung dan memilih untuk tidak peduli dan juga saling menuduh.
 Tiga dampak ini tentu sangat berdampak pada kehidupan kita. Tatanan global yang diharapkan yaitu penuh kedamaian, saling memahami, menjunjung tinggi kemanusiaan, menjadi semakin buram dengan penyebaran hoaks yang masif. Oleh karena itu, pemerintah perlu semakin giat untuk membasmi hoaks, dan masyarakat perlu semakin bijak menyaring informasi.
Pemerintah dan rakyat perlu sama-sama membangun komunikasi yang baik, yang mengarah pada penghargaan, dan juga perhatian. Hal ini tentu perlu dilakukan untuk tercapainya tatanan global yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H