Tanggal 17 Mei 1980, ditetapkan sebagai Hari Buku Nasional di Indonesia. Mungkin diantara para pembaca atau penulis era tahun 1970-an hingga akhir tahun 2000-an, pernah merasakan betapa laris manisnya buku pada periode itu dan memiliki arti yang sangat penting dalam hidupnya.
Pada era tersebut, buku sangat digandrungi di Indonesia. Boleh dikatakan media cetak atau perpustakaan bisa bersumber dari buku atau menyadur referensi dari buku. Buku merupakan jendela informasi terbesar pada saat itu.
Dunia tulis menulis pun sangat menjanjikan di era tersebut. Pada tahun 1974, Ashadi Siregar menulis novelnya yang berjudul, “Cintaku di Kampus Biru.” karya ini mendapat antusiasme masyarakat dan tahun 1976 novel ini disadur menjadi film dengan judul yang sama.
Novel ,”ayat-ayat cinta,” karya Habiburrahman El Shirazy dicetak ulang beberapa kali hingga ratusan ribu eksemplar karena dikategorikan Best Seller Indonesia. Kisah di atas merupakan segelintir contoh Jaman keemasan buku.
Jaman keemasaan buku mulai memudar ketika munculnya internet di era tahun 2000-an. Di era millenium ini segala informasi, berita, ilmu pengetahuan, sastra, teknologi, gaya hidup dan lain sebagainya dapat diakses melalui media online atau yang sering juga disebut ‘Dunia Maya.’ Semua pembaca dan penulis pun beralih ke media online, meninggalkan buku. Buku seolah-olah dianggap media kuno.
Nah, apa kira-kira yang salah pada buku, sehingga orang-orang cenderung mendominasi media online ?
Apa yang ada dibenak anda jika berhadapan dengan 29 juta buku di dalam gedung yang panjangnya 850 kilometer. Itulah kira-kira isi perpustakaan terbesar di dunia, "Perpustakaan Kongres," di Amerika Serikat. Setiap hari, koleksinya bertambah sebanyak 7.000 buah!
Inggris memiliki Perpustakaan dengan jumlah buku terbanyak kedua, yaitu lebih dari 18 juta buku. Sedangkan Rusia di Moskwa memiliki 17 juta buku. Perpustakaan Nasional Prancis, salah satu perpustakaan nasional tertua di Eropa yang masih ada, memiliki koleksi 13 juta buku. ( Library World Records)
Sudah bisa dipastikan bahwa yang akan dihadapi adalah kemungkinan anda akan kerepotan karena waktu yang terbuang. Untuk mencari topik atau judul diantara puluhan juta buku bukanlah hal yang mudah. Selain itu belum tentu mendapatkan buku sesuai topik yang anda butuhkan.
Nah, beberapa contoh kelemahan inilah yang lantas dimanifestasikan kedalam media online sebagai book online, perpustakaan online, berita online dan lain sebagainya. Selain itu keunggulan media online adalah anda bisa mencari topik hanya dengan memasukan kata kunci pada search enginer atau mesin pencarian, maka akan ditampilkan informasi sesuai topik yang anda inginkan. Berbagai topik yang dibutuhkan hanya dalam hitungan menit, sudah tersedia. Sungguh suatu perbedaan yang sangat signifikan.
Hadirnya media online bukanlah sebagai pesaing buku, melainkan sebagai media pengganti. Buku telah berevolusi ke tingkat terbaiknya. Kita boleh bersedih, tatkala mengenang buku-buku usang yang membawa kita masuk pada kehidupan masa lalu penuh unsur intrinsik. Namun, marilah kita berbangga pada periode baru 'keemasaan' buku dimana kita tak perlu menyiapkan rak atau almari serta menyediakan waktu berhari-hari untuk menyantap informasi di dalamnya. Sekarang, dengan media online, kapan saja, dimana saja, dunia berada di genggaman kita!
Selamat Hari Buku Nasional
Oleh : Yohanes Kafiar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H