Rahasia Pengakuan
Kerahasiaan pengakuan dosa, yang juga dikenal sebagai "meterai sakramen", adalah persyaratan mendasar bagi setiap imam yang mendengarkan pengakuan dosa. Gereja menyatakan bahwa setiap imam terikat dengan hukuman berat untuk menjaga kerahasiaan mutlak mengenai dosa-dosa yang diakui kepadanya. Kewajiban ini juga berlaku bagi para penerjemah dan semua orang lain yang memiliki pengetahuan tentang dosa-dosa yang diakuinya (KHK. 983). Umat beriman harus diyakinkan bahwa apa yang diberitahukan dalam pengakuan dosa tidak akan pernah diungkapkan oleh imam kepada siapa pun. Hukum Gereja mengancam dengan hukuman berat bagi para imam yang gagal menjaga kerahasiaan yang kekal dan religius mengenai semua dosa yang diakui kepada mereka. Kewajiban kerahasiaan adalah mutlak dan merupakan masalah kebijakan publik, dan tidak ada perbedaan apakah rahasia itu diberitahukan di dalam pengakuan dosa atau di luar pengakuan dosa. Oleh karena itu, kerahasiaan pengakuan dosa adalah tugas suci yang harus dipatuhi dengan ketat oleh imam dan semua orang yang terlibat, dan ini adalah persyaratan yang tidak mengenal pengecualian.
Gereja menegaskan bahwa melanggar kerahasiaan pengakuan dosa memiliki konsekuensi yang berat. Setiap pelanggaran terhadap kerahasiaan ini tidak hanya merupakan dosa yang menyedihkan, tetapi juga merupakan penistaan yang bertentangan dengan hukum alam, dan pelanggaran terhadap hukum Ilahi. Konsekuensi dari pelanggaran kerahasiaan pengakuan dosa adalah pemecatan dari jabatan imam, pengurungan di biara, dan penebusan dosa yang kekal. Gereja menyatakan bahwa setiap imam yang mendengarkan pengakuan dosa terikat dengan hukuman yang sangat berat untuk menjaga kerahasiaan mutlak mengenai dosa-dosa yang telah diakui oleh orang yang bertobat kepadanya, dan rahasia ini, yang tidak menerima pengecualian, disebut "segel sakramental" (KGK 1467).
Pelanggaran terhadap rahasia pengakuan dosa juga bertentangan dengan hukum alam karena itu akan menjadi pelecehan terhadap kepercayaan orang yang bertobat dan mencederai reputasinya. Oleh karena itu, konsekuensi dari pelanggaran kerahasiaan pengakuan dosa tidak hanya berat di mata Gereja, tetapi juga memiliki implikasi rohani dan hukum yang signifikan. Paus Pius V menekankan ketaatan yang ketat terhadap kerahasiaan dalam pengakuan dosa, dengan menyatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengaku dosa melalui utusan atau surat, karena kerahasiaan tidak akan dimungkinkan dalam kasus-kasus tersebut.
Dalam kasus-kasus yang lebih berat, imam yang melanggar rahasia pengakuan harus diberhentikan dari status klerus (Kan. 1387-1389). Selain itu, seorang bapa pengakuan yang secara langsung melanggar meterai sakramen akan dikenai ekskomunikasi latae sententiae yang diperuntukkan bagi Tahta Apostolik. Konsekuensi-konsekuensi ini menggarisbawahi keseriusan untuk menjaga kerahasiaan mutlak tentang dosa-dosa yang diungkapkan dalam pengakuan dosa, seperti yang diamanatkan oleh ajaran Gereja (KGK 1467). Dengan demikian tidak ada alasan bagi umat beriman untuk khawatir bahwa apa yang diungkapkan dalam pengakuan dosa akan diungkapkan oleh imam kepada siapa pun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H