Mohon tunggu...
Yohanes Jeng
Yohanes Jeng Mohon Tunggu... Novelis - Filsafat

Mengubah dunia dengan mengubah diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengampunan dalam Prespektif Iman Kristiani

4 September 2019   21:41 Diperbarui: 25 Juni 2021   17:04 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengampunan berarti kita membebaskan seseorang dari kesalahan yang telah dibuatnya. Namun, dalam realita hal ini tidak mudah dilakukan. Ada proses yang panjang  ada juga proses yang singkat tergantung dari besar atau kecilnya kesalahan yang telah kita lakukan. 

Pengampunan membuka kemungkinan bagi kita untuk hidup tidak menyimpan dendam atau kebencian dan pengampunan itu dapat membuat setiap orang merasakan kelegaan dan kelegaan itulah yang diinginkan Tuhan untuk setiap manusia.

Yesus berkata "Jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia." (Luk 17:4) Yesus memerintahkan kita untuk selalu mengampuni orang lain. 

Tak ada batasan untuk mengampuni orang lain. Tak pernah ada kata cukup untuk mengampuni. Karena Yesus sendiri pun mengampuni kita berkali-kali. 

Baca juga : Inkulturasi dan Penyebaran Iman Kristiani

Seperti perumpamaan anak yang hilang terlihat jelas bagaimana Allah digambarkan sebagai Bapa yang baik hati, Bapa yang bersukacita ketika melihat anak-Nya bertobat "Lekaslah bawa kemari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 

Dan ambilah anak lembuh tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita." (Luk 15: 22-23). Pengampunan ini merupakan bentuk nyata belaskasih Allah terhadap umat manusia. 

Seringkali dalam kenyataan begitu sulit kita mengampuni orang yang telah berbuat kesalahan kepada kita, apalagi kesalahan yang sangat fatal. Kita menjadi benci dan dendam dengan orang itu.

Baca juga : Pengampunan dalam Prespektif Iman Kristiani

Allah tidak menginginkan hal itu terjadi pada kita, Allah menginginkan kita anak-anak-Nya supaya menjadi murah hati terhadap semua orang sama seperti yang dikatakan-Nya "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Luk 6:36).

Perasaan negatif yang masih ada dalam diri kita bisa menjadi beban tersendiri saat menjalani hidup yang diberikan oleh Tuhan kepada kita. Kita akhirnya menjadi pribadi yang tertekan dan dipenuhi pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang tidak perlu. 

Perasaan negatif seperti itu juga mempengaruhi mulai dari cara kita melihat, merasa dan bertindak. Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Efesus menekankan supaya kita membuang segala macam perasaan negatif tetapi "Hendaklah kita ramah terhadap orang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni." (Ef 4:32).

Baca juga : Hedonisme, Kemakmuran, dan Iman Kristiani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun