Sudah lebih dari satu tahun, wabah virus corona atau disebut Covid19 berada di dunia, termasuk di negara tercinta, Indonesia.
Pada awal keberadaannya di tahun 2020 lalu, virus yang sempat menghebohkan di Kota Wuhan, China ini sempat dipandang remeh.
Tidak salah, karena saat itu mungkin hanya dikira sebatas virus biasa dan bisa disembuhkan. Namun siapa yang sangka ternyata virus yang diremehkan ini justru mematikan dan menyebar ke seluruh dunia.
Keberadaannya bahkan saat ini menjadi penyebab kematian terbesar di planet bumi ini. Dari berbagai sumber kesehatan yang pernah saya, sejatinya virus ini bukanlah virus mematikan.
Salah satu buktinya adalah banyak sekali mereka yang telah terjangkit Covid19 namun pada akhirnya bisa sembuh dan beraktivitas kembali.
Contohnya dua kakak saya yang sempat terkena, tetapi puji Tuhan kini sudah sembuh. Banyak contoh lainnya yang bisa kita lihat sebagai bukti, yaitu dari sejumlah public figure maupun tokoh-tokoh di pemerintahan Tanah Air.
Tak hanya itu, kini juga sudah banyak pemberitaan yang mengatakan jika angka penurunan hasil positif Covid19 di Indonesia sudah semakin tinggi.
Artinya, virus ini memang tidaklah berbahaya ASAL kita bisa menjaga protokol yang ditetapkan, menjaga kesehatan pribadi, dan tidak menganggap remeh dari virus Covid19.
Penyebab kematian yang terjadi karena Covid19 adalah rata-rata virus ini menyerang titik lemah dari imun manusia yang memiliki riwayat penyakit, sehingga membuat daya tubuh menjadi lemah yang pada akhirnya membuat nyawa menjadi tak tertolong.
Kurang lebih begitulah pemahaman tentang mengapa Covid19 bisa menyebabkan kematian dari sejumlah artikel pakar kesehatan yang telah meluas jika kita mencari di google. Tak hanya merenggut nyawa, Covid19 juga merenggut banyak hal, salah satunya dari segi finansial.
![Sejumlah perawat yang menangani para pasien Covid19 (Foto: US Times).](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/03/26/corona-605df8dfd541df0f3c31f212.jpg?t=o&v=770)
Sementara bagi para wirausaha atau para pedagang juga tidak sedikit yang mengalami penurunan pelanggan, hingga terpaksa membuat mereka harus menutup usahanya.
Segala aktivitas juga harus dikurangi atau ditutup demi mencegah penyebaran Covid19 sehingga membuat kita pastinya merasa jenuh.
Jelas situasi ini banyak yang merasa kesal atau marah dengan keberadaan Covid19 yang pernah saya katakan tidak akan pernah lenyap di dunia dalam artikel ini.
Lalu adakah yang sisi positif dari keberadaan virus Covid19 yang telah merugikan banyak orang? Jawabannya tentu ada, meski harus disesalkan mengapa ada sisi positif yang diambil dari sebuah penyakit.
Saya sendiri menulis artikel ini seakan seperti orang munafik, karena Covid19 lah saya juga harus kehilangan pekerjaan. Walau merasa kesal dan marah, namun setidaknya ada sejumlah pelajaran yang bisa kita ambil dari virus menyebalkan satu ini.
Saat pertama kali muncul di Indonesia, hampir seluruh perusahaan dan juga sekolah-sekolah di Tanah Air membuat aturan baru, yaitu sistem kerja di rumah atau dikenal dengan sebutan Work From Home (WFH).
Sistem kerja ini mungkin menjadi satu hal yang perlu disyukuri karena kita bisa semakin dekat dengan anggota keluarga. Meski tetap harus berbagi waktu, namun dengan adanya WFH kita berkesempatan untuk berada di dekat orang yang kita sayang.
Ketika Covid19 semakin merajalela, lagi-lagi banyak perusahaan yang pada akhirnya memutuskan untuk memotong gaji karyawan demi keuangan perusahaan.
Kondisi ini pernah saya alami juga, namun saat itu saya tidak memberikan protes keras atau mengharap gaji diberikan seperti biasa. Kala itu saya hanya mempertanyakan kenapa kebijakan pemotongan gaji yang diberikan informasinya tiga hari menjelang gajian, bukan pada awal bulan.
Jelas saya dan sejumlah rekan kerja tidak menerima, karena dalam bulan itu seluruh karyawan bekerja mati-matian untuk mempertahankan nama baik perusahaan.
Saya tidak memberikan protes keras lantaran saya masih harus bersyukur karena masih mendapat gaji dan tidak langsung dipecat, meski pada akhirnya di satu bulan berikutnya saya harus keluar.
Jelas saat itu saya tidak menerima, karena merasa saya termasuk karyawan lama mengapa tidak dipertahankan, sementara cukup banyak karyawan baru namun posisinya masih aman.
Jika membicarakan penghasilan, toh saya rasa tidak mungkin karena yang satu tahu penghasilan yang saya dapat juga belum tentu lebih besar dari mereka karyawan yang baru.
Namun pada akhirnya saya harus tetap menerima, karena mau bagaimanapun, mau saya protes keras atau memberikan kritikan pedas sekalipun tidak akan membuat saya kembali bekerja. Jadi, daripada menyulitkan diri ya saya harus menerima dan masih bersyukur saat saya dikeluarkan masih dengan cara yang sopan.
Salah satu hal yang bisa disyukuri adalah saya jadi punya banyak waktu bersama keluarga dan membantu sejumlah anggota keluarga dengan keberadaan saya. Seandainya saya bekerja, mungkin situasi yang dialami oleh anggota keluarga saya bakal semakin sulit.
Tak hanya itu, saya juga masih berkesempatan melakukan sejumlah hobi saya untuk menghabiskan waktu. Seperti berolahraga workout di rumah, melukis, dan sekarang menulis di Kompasiana.
Tak dapat dipungkiri memang dengan tidak adanya pekerjaan hingga sekarang membuat saya juga tetap jenuh dan merasa tak nyaman karena masih tak ada pemasukkan untuk membantu keluarga secara finansial.
Namun setidaknya saya masih bisa bersyukur karena walau merasa jenuh dan hampir stres karena adanya pandemic virus Corona atau Covid19, saya tidak melakukan hal-hal yang negatif atau aktivitas yang merugikan orang lain.
Pengalaman pribadi ini memang dapat dipastikan tidak semua orang mengalami hal yang sama dan bisa saja ada yang mengalami nasib lebih buruk agar bisa berjuang untuk tetap hidup. Tetapi maksud saya adalah agar kita semua tetap bisa bersyukur dalam segala hal walaupun situasinya sangat sulit.
Memang pada awalnya kita tidak menerima, namun jika dapat mengontrol emosi setidaknya masih ada rasa syukur yang bisa kita panjatkan ke Tuhan.
Misalnya adalah kita masih diberikan kesempatan hidup, masih bisa tidur di tempat yang nyaman, masih memiliki anggota tubuh yang lengkap dan sebagainya yang bisa kita syukuri karena pastinya di luar sana ada yang tidak seberuntung kita. Pelajaran lainnya yang bisa kita ambil dari virus corona atau Covid19 adalah kita tidak boleh meremehkan segala hal.
Ya contohnya adalah Covid19 ini. Seperti yang telah saya jelaskan di paragraf awal, yaitu virus ini yang tadinya diremehken namun kini justru harus diwaspadai. Karena apapun yang kita anggap remeh justru bisa menjadi batu sandungan.
Lalu hal lain yang bisa dipelajari adalah kita harus bisa seperti Covid19. Namun, bukan sebagai penyakit atau merugikan orang lain.
Maksud saya harus bisa seperti Covid19 adalah kita harus bisa membuktikan kepada orang-orang yang meremehkan kita jika kalian para Sones dapat memberikan dampak besar yang pada akhirnya membuat kita disegani, namun dalam hal yang baik pastinya.
Jadi, apakah virus corona atau Covid19 harus disesalkan atau disyukuri? Jawaban dari saya pribadi adalah dua-duanya, yaitu boleh disesalkan namun jangan terlalu larut. Masih ada yang bisa kita syukuri dan banyak hal positif yang bisa dilakukan, semoga bermanfaat. God Bless :D
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI