Mata sebagai pelita
Dalam salah satu ajaran iman Kristiani yang termuat di dalam Injil Matius, sering kita jumpai suatu kalimat yang berbunyi: "Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu." (bdk Matius 6:22-23).
Kalimat tersebut merupakan kalimat yang sarat akan makna. Keberadaan mata sebagai bagian dari anggota tubuh manusia, nyatanya memberi pengaruh yang teramat sangat bagi manusia sendiri. Bagaimana tidak? Tindakan, keputusan, ucapan, tingkah laku, dan perbuatan yang manusia tampilkan maupun sembunyikan, merupakan sesuatu yang bersumber dari apa yang manusia lihat; dari mata yang manusia gunakan.
Mata sebagai pelita memberi suatu pengertian bahwa mata menjadi penggerak utama yang menggerakan anggota tubuh lain manusia untuk bergerak. Mata mempunyai fungsi yang teramat urgent bagi seluruh anggota tubuh yang lain. Karena melalui mata, seluruh anggota tubuh dapat mengetahui tugas apa yang harus ia lakukan. Contoh saja kaki.
Dengan bantuan mata, tubuh manusia bisa menghindari batu besar yang sedang menghalangi jalannya. Ketika mata menjalankan fungisnya (melihat keadaan di sekitar), kaki akan menggerakkan tubuh untuk berpindah ke tempat yang lain agar tubuh tidak mengalami benturan dengan batu besar tersebut.
Lebih dari itu. Filsuf asal Perancis Jean Paul Sartre juga dengan sangat baik "melukiskan" arti dari sebuah tatapan mata. Baginya tatapan mata memiliki simbol keberanian yang bersifat menantang atau melawan, mempermalukan, mengekang, dan menjajah.
Dengan kata lain, mata memampukan seseorang untuk menguasai serentak dikuasai. Di satu sisi mata bisa menjadi penguasa atas segala sesuatu yang dijumpainya dan bisa menjadi tak berkuasa di satu sisi. Mata menjadi pengendara atas tubuhnya dan menentukan bagaimana cara tubuh harus bertindak.
Lalu sebagai sebuah pelita, kualitas dari bagaimana ia memberi terang sangat ditentukan dari seberapa besar kuantitas minyak yang ada pada pelita. Semakin banyak minyak yang ada, semakin baguslah kualitas cahaya yang dihasilkan oleh pelita tersebut. Sebaliknya semakin sedikit kuantitas minyak yang dimiliki pelita, maka semakin minim pulalah kualitas cahaya yang dihasilkan oleh pelita. Kuantitas mempengaruhi kualitas.
Maka dari itu penting bagi manusia untuk meningkatkan kualitas pelitanya; meningkatkan cara pandangnya. Yakni dengan cara meningkatkan kuantitas minyaknya. Cara pandang yang sempit dan tidak terbuka luas, hanya akan membawa manusia pada pengetahuan yang gelap; sesat dan tak tahu arah. Kesesatannya itu akan membuat orang lain dan dirinya sendiri berada pada ketidakpastian yang membinasakan.
Sedangkan orang yang dengan cara pandang yang luas (memiliki kuantitas minyak yang memumpuni) akan menuntun dia dan juga orang lain pada jalan yang benar. Ia akan mencapai kesempurnaan hidup, sebab berkat matanya yang adalah pelita yang telah bersinar dengan sangat terang akibat cukupnya persediaan minyak, membantunya menemukan jalan yang benar dan menghindarkannya dari kesesatan melihat jalan akibat kegelapan yang teramat sangat.
"Melihat" MotoGP dan Pawang Hujan
Dalam beberapa hari terakhir topik berita mengenai perhelatan MotoGP di Mandalika pada Minggu, 20 Maret 2022 yang lalu, menjadi suatu topik yang hangat diperbincangkan banyak orang, terkhususnya oleh warga masyarakat Indonesia.