Suatu peningkatan dalam otonomi institusional tercapai melalui desentralisasi, yang merupakan proses mentransfer otoritas pembuatan keputusan ke fungsi-fungsi partikular (khusus) dari jenjang struktur yang lebih tinggi ke yang lebih rendah (Hanson, 1998). Kewenangan beralih ke level yang lebih rendah, manakala ini menetap, namun didelegasikan apabila otoritas pusat telah siap memberikan kepada mereka (Kantor Publikasi Pegawai Negeri Komunitas Eropa, 2001: 180). Deregulasi adalah proses dimana  jumlah dan keluasan regulasi (aturan dan hukum) yang menekan sekolah dapat direduksi. Jadi, keluasan ruang lingkup pembuatan keputusan pada level institusi atau lembaga lebih menyangkut deregulasi.
Bentuk-bentuk Otonomi Sekolah
Organisasi Sekolah (School organisation): Struktur, perbedaan, proses pembuatan keputusan, kapasitas, ukuran kelas; Kurikulum (pedoman, isi, waktu, buku teks), metode pembelajaran dan penilaian; Staf: Peraturan kualifikasi, pengangkatan dan PHK, training dalam kerja, penghargaan, penggajian dan kondisi pelayanan, termasuk metode manajemen kinerja. Manajemen keuangan dan sumber daya (financial and resource management) : keputusan pengeluaran-pengeluaran (belanja), susunan staf, sistem informasi, kemampuan dan aset finansial. Hubungan Keluar (external relations): kebijakan-kebijakan masuk, rekruitmen murid, hubungan dengan organisasi-organisasi (misalnya dengan uni perdagangan).
 Sekolah-sekolah yang Memanage Diri Sendiri (self-managing schools)
 Keluasan otonomi sekolah atas sumber daya di EU sangat bervariasi. Hanya di UK dan Netherlands adalah negara-negara yang mengalokasikan suatu anggaran global untuk pengeluaran sesuai pilihan mereka terhadap sumber daya sepenuhnya, termasuk staf. Di Finland dan Swedia otoritas lokal memiliki kebijaksanaan untuk menjamin otonomi penuh bagi sekolah-sekolah dalam manajemen sumber daya. Pada umumnya, di negara-negara Uni Eropa, kewenangan manajemen sumber daya pada level sekolah dibatasi untuk sumber daya operasional (sarana pembelajaran, persediaan dan pelayanan kebutuhan umum, termasuk administrasi) (Kantor Publikasi Pegawai Negari Uni Eropa, 2001). Dalam sistem Inggris, sekolah-sekolah memperoleh (membeli) hampir semua sumber daya yang mereka gunakan di luar anggaran yang didelegasikan kepada mereka. Selanjutnya, sejak 2001 delegasi mulai dikembangkan, sehingga semua sekolah mendapat pengalihan bugdet yang dipergunakan untuk mengelola proyek-proyek besar menurut pilihan mereka. Sejak implementasi Aksi Reformasi Pendidikan Tahun 1988 sekolah-sekolah telah dapat memilih, menyeleksi, merekruit, dan memPHK stafnya sendiri. Meskipun demikian, kinerja sekolah masih banyak diatur oleh pemerintah pusat dan agen-agennya. Sistem-sistem memanage diri sendiri dapat dijumpai di beberapa tempat, seperti di Australia (Victoria), New Zealand dan Edmonton (Canada).
 Manajemen Berbasis Sekolah
 Bagaimana pun di negara-negara lain perubahan ke arah otonomi penuh sekolah tidak terpikirkan atau tidak terjadi dalam suatu kerangka kerja dari aturan kinerja. Sering hal ini disebabkan otoritas pendidikan level tertinggi tidak memiliki kewenangan bahwasan Parlemen Inggris melegislasi apa yang harus dikerjakan pemerintah setempat, atau karena guru uni perdagangan lebih berwenang. Jadi di USA otonomi sekolah telah terjadi dalam bentuk-bentuk yang berbeda. Di sana konsep manajemen berbasis sekolah telah dikembangkan dengan gerakan perbaikan sekolah. Tekanan atau perhatian yang lebih diberikan pada manajemen berbasis sekolah oleh para guru dan orang tua, didukung oleh agen-agen pembangunan kapasitas eksternal, meski kebutuhan akan suatu kerangka kerja eksternal yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan juga ditekankan (Fullan dan Watson, 2000).
 Desentralisasi Politik
 Dalam konteks politik, otonomi sekolah demi perbaikan sekolah tidak banyak dimotivasi oleh suatu pers, namun oleh kekuatan desentralisasi demi kepentingannya sebagai bagian dari proses demokratisasi nasional. Disebutkan beberapa contoh oleh Hanson (1998) termasuk Venezuela, Spanyol, Argentina, Colombia, Chile, dan Mexico. Di sana ada kesamaan perubahan di negara-negara ex komunis Eropa Timur dan Eropa Tengah (Karstanje, 1999). Otonomi sekolah yang luas hanya akan berhasil dari desentralisasi jika tidak berhenti atau mandeg pada otoritas lokal tetapi diperluas ke sekolah-sekolah, seperti di Republik Czech.
 Sekolah Yang Mengatur Diri Sendiri dan Privatisasi (self-governing schools and privatisation)
 Pada umumnya sekolah-sekolah privat[3] memiliki otonomi penuh, karena itu mereka tidak tunduk pada aturan-aturan sebagaimana sekolah-sekolah negeri harus mematuhinya (seperti dalam hal pelayanan bagi guru-guru, seleksi murid, pilihan kurikulum). Maka, definisi sekolah sektor privat berbeda antara negara, tidak selalu jelas; di beberapa negara sekolah-sekolah privat secara luas didanai dan tunduk kepada aturan-aturan negara (Sosale, 2000), mungkin ini merupakan pengecualian dari kebiasaan umum. Lebih memberikan suatu tingkat otonomi yang luas kepada sekolah-sekolah privat daripada sekolah-sekolah negeri, kemudian cara untuk meningkatkan otonomi sekolah dalam satu sistem sebagai keseluruhan dengan mengalihkan kepemilikannya (sarana-perlengkapan, dan lain-lain) ke sektor privat dikenal sebagai privatisasi. Privatisasi merupakan istilah umum, yang menunjuk pada peralihan atau transfer tanggung jawab produksi pelayanan dan pengelolaan dari negara ke sektor non negara (non pemerintah), termasuk di dalamnya ialah perusahaan komersial, organisasi non profit, dan rumah tangga (household).Â