Â
IntroduksiÂ
Lebih dari 15 tahun negara-negara di sebagian dunia telah melakukan usaha-usaha mendesentralisasi sistem pendidikan dan meningkatkan jenjang otonomi sekolah, antara lain seperti terjadi di Nicaragua, El Salvador. Sementara di Pakistan dan Columbia telah berupaya meningkatkan partisipasi siswa-siswa yang berpendapatan rendah untuk sekolah melalui perluasan persediaan sekolah-sekolah privat[2]. Delegasi tanggung jawab manajemen dalam skala yang besarÂ
sekolah telah terjadi sebagai bagian dari reformasi pendidikan di UK, Australia, New Zealand, Swedia, dan Netherlands. Di USA banyak negara bagian dan distrik sekolah telah memulai/membuka aneka bentuk keterlibatan komunitas-komunitas dalam pengelolaan sekolah (seperti Chicago), otonomi sumber daya (Settle, Pittsburg, Cincinnati), sekolah atau pendidikan dengan voucher dan sekolah-sekolah carter (di Milwautee).
Bab ini bermaksud menguji pengembangan otonomi sekolah secara lebih luas sebagai suatu perubahan dalam struktur pemerintahan (birokrasi) dari suatu sistem pendidikan. Bab tersebut di samping menguji, memeriksa argumen-argumen untuk dan terhadap desentralisasi dan otonomi sekolah sebagai cara untuk memperbaiki efisiensi sistem sekolah, juga mempertimbangkan apa pengaruh pengembangan otonomi terhadap keadilan yang merupakan akses kelompok-kelompok sosial yang berbeda terhadap pendidikan.
Apa itu Otonomi Sekolah?
Otonomi
Otonomi menurut definisi kamus berasal dari bahasa Yunani, yang berarti "mengatur (memerintah) diri sendiri" dan "melaksanakan fungsi secara independen tanpa kontrol dari pihak lain" (West, 1992). West menekankan bahwa otonomi konsumen, ialah mereka yang mesti bebas memilih suatu sekolah yang lebih baik dan menolak yang kurang baik, seperti halnya otonomi sekolah-sekolah.
Chubb dan Moe (1990), pengacara handal sistem voucher yang memungkinkan anak-anak yang berpenghasilan rendah untuk mendirikan sektor sekolah-sekolah privat, mendefinisikan sekolah-sekolah otonom sebagai "pihak yang bebas memimpin atau mengatur  diri mereka sendiri sesuai dengan keinginan mereka, merumuskan tujuan-tujuan, program-program, dan metode-metode mereka sendiri."
Berka (2000) mengemukakan, "otonomi sekolah sebagai suatu kemampuan sekolah untuk mengatur diri sendiri sesuai dengan kewenangannya untuk memilih kegiatan-kegiatan atau aksi-aksinya tanpa tekanan dari organisasi atau institusi lain, termasuk juga ekonomi (kekuatan pasar) dan institusi sosial budaya, seperti lembaga agama dan negara."
Desentralisasi