Mohon tunggu...
yohanes wibowo
yohanes wibowo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi UMKM

Membebaskan diri kita untuk melihat dunia dan mengekspresikanya. Apalagi yang berkaitan dengan keresahan perjalanan hidup kita

Selanjutnya

Tutup

Money

Marhaenisasi Kaum Buruh

20 Desember 2022   07:30 Diperbarui: 20 Desember 2022   07:41 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Klaim istilah marhaenis seolah di pegang oleh kelompok tertentu membuat istilah ini tidak menjadi istilah yang umum dibicarakan, tetapi menjadi kajian khusus peminat teori ataupun  dari kelompok tertentu. Penafsiran tentang penyebutan marhaenpun ada beberapa macam. Ada yang menyebut marhaen sebagai petani kecil, yang didasarkan cerita tentang awal penemuan istilah ini yang ditemukan oleh sukarano karena bertemu dengan seorang petani kecil di bandung selatan dan berkomunikasi dengan orang itu, kemudian karena namanya marhaen dipakailah nama itu untuk memberikan kategori golongan masyarakat dari latar belakang pekerjaan dan posisi sosialnya, karena belum ada nama yang sesuai selama itu untuk  dipakai dalam teori apapun.

Berikutnya ada istilah yang di sebut wong cilik. Yang sering dipakai oleh salah satu partai besar di Indonesia. Kemungkinan besar istilah ini diambil dari uraian pidato bung karno yang menyatakan bahwa kaum marhaen adalah mereka yang tertindas di seluruh Indonesia, yang berlatar belakang semua orang berpendapatan kecil dan tidak bisa berbuat apapun untuk keluar dari penindasanya atau proletar sesuai kondisi indonesia. Semua rakyat Indonesia yang miskin dinamakan marhaen, ya yang proletar, ya yang bukan proletar, ya yang buruh, ya yang tani, yang nelayan, yang tukang gerobak, yang pegawai, pendeknya kecil-kecil ini semua marhaen. Kursus Pancasila ( 1958, juni,hal: 25 )

Apabila industrialisasi di eropa benar-benar membentuk proletar sejati dari kerja industrinya, Indonesia berbentuk industri dengan tumpuan hasil bumi, seperti pertanian yang mengakibatkan proletarisasi berbeda seperti contohnya petani. Yang ketiga yang akan diambil untuk mendasari ini, bahwa marhaen adalah kaum yang mempunyai aset kapital tapi hanya cukup untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya dan susah berkembang. Sementara buruh di kategorikan sebagai proletar yang berarti tidak mempunyai apa-apa kecuali menjual tenaganya sendiri. Kursus Pancasila ( 1958, juni,hal: 24 )

Industri di sebuah Negara tentu saja harus bisa menyesuaikan kebutuhan masyarakat di dalam Negara tersebut. Di indonesiapun tidak serta merta perusahaan industri memutuskan relasi pekerjaanya dengan buruh pada saat terjadi masalah. 

Apalagi setelah keberhasilan perkembangan buruh dalam memperjuangkan kehidupanya dari sejarah perjuangan tentang jam kerja sampai hari libur nasional. Yang masih menyisakan masalah mengenai buruh kontrak dan outsorcing yang sampai hari ini masih menjadi polemik. Sehingga muncul wacana baru untuk mengalihkan agesifitas kaum buruh dengan wacana usaha mandiri. Mengangkat model yang disebut solusi sosial ini tidak berada dalam satu lingkup satu fokus bagian saja, semua lini diisi oleh substansi yang sama tapi menyesuaikan dengan keadaanya. 

Misalnya dibidang pendidikan pernah di galakanya SMK sebagai pendidikan menengah yang nantinya langsung masuk di dunia kerja, dan fokus utamanya adalah usaha sendiri, walaupun mental orang tua masih berpikir tentang bagaimana orang tua menginginkan pekerjaan yang peluangnya sebagai pegawai atau karyawan. 

Pendidikan tinggi mulai ada mata kuliah kewirausahaan untuk mengarahkan mahasiswa kepada pemikiran wirausaha mandiri di masa purna tugas belajarnya. 

Padahal banyak jurusan di ambil karena latar belakang menginginkan pekerjaan dengan skil yang di butuhkan dunia kerja sebagai pekerja, misalnya banyak mahasiswa populer mengambil jurusan keguruan dan kebidanan atau keperawatan. Karena dianggap banyak peluang kerja di bidang ini.

Kejadian yang berlawanan antara keinginan calon pekerja dan keadaan sebenarnya menimbulkan seleksi alami yang mengakibatkan banyak pengangguran atau terjebak kerja dengan waktu tempo pendek sehingga menimbulkan terlemparnya pekerja ke dalam ruang pengangguran. Yang lebih tragis pengangguran dari latar belakang pendidikan tinggi. 

Untuk itu jalan wiraswata mau tidak mau harus di lakukan karena keterpaksaan atau tidak ada solusi lain kecuali mengikuti mainstream yang didesain oleh pihak tertentu. Angka pengentasan pengangguran akhirnya di hitung bukan karena sulitnya mencari pekerjaan yang nantinya jadi dipersalahkan oleh pemerintah dan pemerintah melakukan kebijakan kepada perusahaan-perusahaan atas nama kesejahteraan, sementara perusahaan melalui jalur kontrak dan outsorcing berusaha menggunakan cara ini untuk sekedar bertahan dengan memberikan waktu pendek demi digantikanya secara periodik oleh angkatan kerja yang baru. Tentu saja akan bertabrakan oleh semangat tempur para pekerja dengan serikat buruhnya untuk menuntut posisi pekerja yang harus di pertahankan.

Nantinya perhitungan tentang angkatan kerja ini di nilai dari berapa peningkatan wirausaha baru atau yang populer di sebut UMKM tumbuh subur di Indonesia. 

Bukan peluang kerja dari CPNS sampai lowongan pekerjaan perusahaan. Apabila sebutan proletar adalah buruh dalam penafsiranya, industri di Indonesia nantinya tidak akan mempunyai masyarakat industri dengan kekuatan proletar yang demikian, tapi proletarisasi yang sebelumnya menjadi penentu masyarakat kapitalisme, berubah wajah menjadi masyarakat kapitalisme tanpa proletar. 

Untuk konteks Indonesia buruh akan mengalami marhaenisasi. Banyak dari kaum pekerja ini akan tercerambut dari akar kehidupanya, apalagi kalau terlihat dalam sejarah, tercerambut dari akar sejarahnya. Apalagi di masa tekhnologi ini, orang lebih mudah untuk membentuk usaha sendiri dengan mengandalkan tekhnologi sebagai ruang berkarya. Usaha sederhana yang sebelumnya menjadi hobby ibu rumah tangga saja, akhirnya menjadi pekerjaan utama satu keluarga.

Dulu gengsi seorang buruh pabrik lebih tinggi statusnya daripada petani sehingga banyak anak petani berpindah ke kota untuk bekerja sebagai buruh. Kemudian saat ini tidak bisa terbalik posisinya petani lebih diidolakan seperti di Negara eropa. Tapi tetap saja anak petani ini tidak bisa kembali untuk menjadi petani lagi, tapi paling tidak mereka akan menjual lahan pertanianya untuk buka usaha mandiri. 

Kalaupun ada berkaitanpun statusnya bukan usaha tani seperti orang tuanya dahulu. Bung karno melihat ciri khas tentang Indonesia ini di masa kolonialisme dan kebangkitan kemerdekaan. Perubahan kemudian situasinya seperti misalnya tentang borjuis di Indonesia waktu itu tidak ada yang ada hanya borjuis yang dicangkok kaum kolonial, di sekian tahun memunculkan borjuis yang secara alami tumbuh di rahim ekonomi Indonesia. Tapi mengenai kaum marhaen, ternyata bisa kembali kemasa bahwa Indonesia mempunyai orang-orang yang mempunyai modal tetapi tidak kaya, dan jumlahnya besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun