Mengajari adalah kata yang selalu terngiang oleh penulis saat mengikuti PPG bersama dengan 10 rekan lainnya bersama Dosen Pembimbing yang sangat humble--Bapak Herbert Siregar, S.Kom, M.T, Dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.
Sebelas orang dengan latar belakang pendidikan berbeda dan dari daerah yang berbeda tergabung dalam 1 kelompok dalam mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) Kategori 2 Tahun 2022 di UPI Bandung secara daring. PPG ini dimulai dari akhir Bulan Agustus 2022 sampai pertengahan Desember 2022.
Selama mengikuti PPG ini banyak sekali bekal ilmu yang diberikan oleh Pak Herbert panggilan akrab kami. Tahap demi tahap PPG kami lalui dengan penuh bimbingan dan perhatian oleh Pak Herbert agar kami dapat melalui setiap tahapan PPG ini dengan hasil yang baik dan bermanfaat kelak terhadap peserta didik.
Tahapan yang paling bermakna oleh penulis adalah saat melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL). Dimana pada tahap PPL ini kami diminta untuk mengajar dihadapan peserta didik dengan ditonton secara daring oleh Dosen, Guru Pamong dan 10 Rekan Mahasiswa. Sebelum melaksanakan tahap ini, kami diarahkan untuk merancang pembelajaran yang menarik dan bermakna untuk peserta didik. Waktu yang terbatas selama pembelajaran sunguh dapat dimanfaatkan dengan efektif agar seluruh peserta didik dapat belajar dengan aktif dan menyerap ilmu dengan maksimal serta tuntas.
Rancangan pembelajaran yang kami persiapkan termuat ke dalam Perangkat Pembelajaran. Dalam membuat Perangkat Pembelajaran ini selalu dikonsultasikan dan mendapat bimbingan secara intens oleh Pak Herbert sehingga dapat menghasilkan pembelajaran yang menarik minat peserta didik. Berbekal ilmu dari Pak Herbert, kami diarahkan untuk berperan seolah-olah menjadi seorang peserta didik yang nantinya mau diajarkan.Â
Dengan begini, kami akan bisa mengetahui kebutuhan peserta didik dalam pembelajaran, materi apa yang mudah diserap oleh peserta didik dan bentuk perhatian seperti apa yang dapat dilaksanakan oleh guru terhadap peserta didiknya selama pembelajaran. Terbukti dalam setiap pelaksanaan PPL dapat terlaksana dengan sukses. Evaluasi dengan peserta didik pun menghasilkan cerita penuh makna. Peserta didik memiliki pengalaman senang dalam belajar di Sekolah.
Pak Herbert selalu memberi nasihat menjadi seorang guru harus mampu mengajari, yang disampaikan pada setiap kali evaluasi kegiatan PPL. Kata ini yang selalu terngiang secara mendalam oleh penulis.
Bagi sebagian orang mengajari mungkin sepele dan terkesan tidak mendidik karena peserta didik selalu dicekoki dengan banyak materi dan selalu dituntun untuk belajar bahkan nilainya pun dikatrol. Tetapi berbeda makna bagi Pak Herbert. Beliau memaknai kata mengajari dengan sudut pandang yang berbeda.
Pada dasarnya guru harus mampu mengenali setiap karakter peserta didik. Setiap peserta didik yang datang ke sekolah pasti datang dari beragam latar belakang. Mulai dari latar belakang keluarga yang berbeda, seperti pola asuh orangtua. Ada peserta didik yang didampingi dengan pola asuh yang otoriter atau strict, pola asuh yang permissive atau terlalu bebas hingga pola asuh yang demokratis. Hal ini tentu berdampak pada kepribadian atau keunikan dari karakter peserta didik.
Di sekolah, karakter peserta didik pun beragam. Jika meminjam teori kepribadian OCEAN dari Costa dan MC Crae ada 5 tipe kepribadian atau karakter peserta didik. Ada peserta didik yang cenderung ceria, hadir dengan ide-ide kreatif, senang mencoba hal baru dan berani untuk mengutarkan pendapat. Ini dikenal dengan tipe kepribadian Openess to experience. Tak sedikit pula di sekolah ditemukan peserta didik yang sangat teratur dalam bekerja, disiplin, dan terjadwal untuk setiap tugasnya dan ini menunjukkan peserta didik masuk dalam kategori Conscientiousness.Â
Sering juga ditemukan di sebuah sekolah, peserta didik yang aktif, Â senang berkomunikasi dan mengambil peran penting di sebuah komunitas dan tipe ini dikenal dengan istilah Extraversion. Ada juga peserta didik yang sangat peduli, tenang dalam berpikir, berempati pada temannya dan lingkungan sekitarnya. Tipe kepribadian ini bernama Agreeableness
Namun di samping karakter positif yang dimiliki, tentu ditemukan beberapa peserta didik yang hadir dengan tipe kepribadian Neuroticism. Biasanya peserta didik dengan tipe karakter ini akan datang ke sekolah dengan membawa segudang beban kecemasan, ketakutan, rasa insecure, trauma masa lalu hingga mengganggu performa akademik peserta didik di sekolah
Padahal mungkin saja secara kognitif peserta didik tak memiliki masalah dalam menyerap informasi, tetapi problem psikologis remaja, seperti tidak diterima di lingkungan pertemanan, merasa dirinya berbeda hingga rendahnya kepercayaan diri, bullying dll berdampak pada prestasi akademik peserta didik.
Sejumlah fenomena itu menuntut guru untuk dapat memahaminya. Perasaan dan suasana hati yang berbeda-beda di setiap hari dan di setiap peserta didik yang juga mendorong guru untuk mampu berempati, mengerti dan mengolah materinya sesuai dengan kebutuhan peserta didik dalam setiap pembelajaran.
Dari berbagai karakter, kepribadian, perasaan dan suasana hati peserta didik yang hadir di sekolah untuk belajar bersama dapat ditangani oleh guru yang mampu mengajari. Mengajari adalah peran guru yang sangat besar untuk dapat menyalurkan materi kepada setiap peserta didik sehingga mereka dapat mengerti materi yang sedang dipelajari. Guru harus mampu memberi perhatian dan melakukan pendekatan kepada setiap peserta didik yang kesulitan dalam belajar.
Peserta didik tidak serta merta diberikan materi saja tanpa ada contoh apalagi contoh nyata dalam kehidupan (Kontekstual Learning). Guru wajib memberikan banyak contoh yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari. Pak Herbert selalu menekankan, beri minimal 5 contoh dalam setiap materi agar peserta didik benar-benar dapat menyerap ilmu.Â
Pesannya, jangan memberikan contoh kepada peserta didik apabila tidak ada bentuk nyatanya, sehingga peserta didik hanya dapat menerawang dan menghayalkan saja contoh tersebut. Guru harus mampu menghadirkan contoh nyata yang aplikatif dan dapat dipahami dengan sederhana oleh peserta didik.
Guru juga harus memiliki intuisi penilaian terhadap setiap peserta didiknya, apakah peserta didik sudah dapat benar-benar mengerti, apabila belum maka guru harus mengulang-ulang kembali materi dan pemberian contoh sampai peserta didik benar-benar mengerti dan memahami. Bagi peserta didik yang sudah mengerti maka diberikan tahapan lanjutan yaitu penugasan dengan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Bagi peserta didik yang belum mengerti maka perlu didekati secara personal dan guru mengajari nya sampai benar-benar mengerti dan memahami materi.
Tahapan selesai pembelajaran masing-masing peserta didik pun berbeda-beda, ada yang sudah cepat selesai sehingga guru wajib memberikan pengayaan terhadap peserta didik tersebut. Ada juga peserta didik yang lambat dalam mengikuti pembelajaran, sehingga guru harus mampu mengajari peserta didik tersebut sampai tuntas.Â
Memang memakan waktu dan menguras energi dalam menangani peserta didik yang terlambat belajar dan menangani pembelajaran dalam kelas yang beragam. Tetapi sungguh sangat bermakna apabila semua peserta didik dapat mengerti dan memahami materi yang sedang dipelajari sehingga materi tersebut dapat bermanfaat untuk kehidupan peserta didik kelak.
Mengajari, adalah pesan yang sungguh sangat mendalam yang disampaikan oleh Pak Herbert bagi penulis untuk selalu termotivasi membuat pembelajaran yang menarik, bermakna dan bermanfaat bagi peserta didik. Semoga seluruh guru di Indonesia juga dapat memaknai arti kata mengajari sesungguhnya.
Semangat selalu guru Indonesia dalam mendidik yang mengajari. Semoga seluruh anak-anak generasi Bangsa dapat menjadi manusia yang berakhlak, berpendidikan dan tentunya bermanfaat bagi banyak orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H