Mohon tunggu...
Yohanes Djanur
Yohanes Djanur Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Penulis Lepas. Menyukai sastra dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presidential Threshold 0 Persen; Apa Sebab?

21 Desember 2021   16:27 Diperbarui: 21 Desember 2021   16:49 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kedua, PT 20 persen yang masih berlaku saat ini justru membawa gerbong politik Indonesia menuju stasiun oligarki kekuasaan.  Di mana, dengan sistem multi partai saat ini, PT 20 persen dapat menciptakan peluang yang terbuka bagi jalannya politik transaksional, di mana para penguasa lebih leluasa memainkan instrumen politik berdasarkan sistem dan mekanisme oligaki yang mereka bangun, di mana calon pemimpin tidak lagi dipilih berdasarkan kualitas melainkan berdasarkan kuantitas. Yang terjadi adalah tawar menawar kepentingan politik, baik berupa dana maupun jabatan politik. 

Sekedar perbandingan bahwa jika berkaca pada sejarah perpolitikan Prancis dengan menganut sistem multi partai sama seperti Indonesia, rasa-rasanya sistem politik Prancis jauh lebih baik. Hal ini disebabkan Prancis di dalam sistem politiknya tidak memberlakukan kebijakan presidential Threshold.

Dalam sejarahnya semenjak tahun 1978, sistem partai di Perancis diubah dari sistem struktural menjadi konjungtural.   Hal ini berarti pemilihan presiden di Perancis didasarkan pada profil kandidat yang mewakili
partai, bukan berdasarkan profil partai. Hal ini dibuktikan dengan lolosnya Marine Le Pen dan
Emmanuel Macron ke putaran kedua pemilu Presiden Prancis tahun 2017. 

Ketiga, Presidential Threshold 20 persen merupakan kebijakan aturan yang perlu dipertanyakan asas konstitusionalnya dan bisa diartikan sebagai aturan yang inkonstitusonal. Di mana letak inkonstitusonal ya? Coba dilihat dan pahami pemaknaan bunyi pasal 6 (ayat 2) dan pasal 6 A (ayat 5) dan pasal 6 A (ayat 2). Di sini bisa dimaknai bahwa calon presiden dan wakil presiden adalah siapa saja, agama apa saja, dari suku mana saja, asalkan warga negara Indonesia dan berdasarkan ketentuan UU telah memenuhi seluruh aspek prosedur dan memiliki kemampuan dan kriteria yang mumpuni dapat maju sebagai presiden dan wakil presiden. Terlepas dari partai kecil atau besar, memiliki kursi di DPR atau tidak, yang jelas dengan kebijakan aturan presidential Threshold 20 persen, justru akan semakin mempersempit ruang gerak politik bagi banyak calon pemimpin di setip kader partai politik maupun calon pemimpin yang melalui jalur independen.

 Presidential Threshold 20 persen pada kenyataanya adalah sebuah batu sandungan bagi terlaksananya demokratisasi di Indonesia. Titik hitam ini akan semakin menggerus nafas perpolitikan Indonesia, jika kebijakan aturan politis semacam ini tidak segera diamputasi. Sebab, momentum pilpres 2024 semakin di depan mata, dan kasak-kusut politik transaksional mulai terlihat jelas oleh mata, telinga dan kepala, baik yang terlihat di berbagai platform media sosial, media masa maupun di spanduk dan stiker-stiker kampanye. 

Untuk menjunjung keadilan politik serta tegaknya supermasi konstitusi, paling tidak MK memberi lampu hijau bagi terkabul nya setiap permohonan Judicial review terkait Presidential Threshold 20 persen menjadi 0 persen. Sebab, PT 20 persen itu adalah warning sekaligus pratanda rapuhnya asas keadilan dan kebebasan warga negara untuk memilih lebih banyak dari banyaknya figur-figur calon pemimpin bangsa di masa depan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun