Kecanduan dan ketergantungan mahasiswa dalam aplikasi media sosial seperti facebook dan instagram, juga merupakan salah satu tantangan dan hambatan dalam mengembangkan budaya menulis bagi mahasiswa di lingkungan kampus.
Realitas seperti ini tentu sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak, budaya menulis sebagai salah satu sarana dan elemen utama peningkatan dan  pengembangan aspek akademik mahasiswa, cendrung diabaikan.
Bentuk pengabaian itu dapat dilihat dari mentalitas mahasiswa yang jarang terlibat aktif dalam berbagai kegiatan menulis kampus.
Buktinya masih banyak ruang di majalah dinding kampus yang lowong karena tidak adanya kontribusi tulisan dari para mahasiswa. Atau tulisan-tulisan belasan tahun lamanya masih saja tertempel-kusam memenuhi majalah dinding kampus, dan belum tergantikan oleh para mahasiswa.
Selain itu, ketidakkreatifan mahasiswa dalam dunia menulis kampus merupakan salah satu penghambat pertumbuhan budaya menulis di lingkungan kampus.
Kreatifitas menulis bisa ditumbuh-kembangkan melalui aktifitas menulis melalui majalah ilmiah kampus, mading kampus, dan sederetan sarana menulis lainnya.
Selain di lingkungan kampus, para mahasiswa juga dapat mengembangkan bakat dan minat menulis di berbagai media sosial, seperti media surat kabar dan media online.
Kegitan menulis tentu saja merupakan salah kegiatan aktif manusia. Dalam tataran ini, budaya menulis seharusnya dijadikan sebagai kegiatan utama bagi mahasiswa, yang kesehariannya bergelut dengan dunia kognitif ( kerja otak).
Maka dari itu, budaya menulis sebaiknya sedini mungkin dikembangkan oleh para mahasiswa.
Usaha untuk mengembangkan budaya menulis, pertama-tama harus ada kemuan dan niat untuk menulis. Entah menulis apa saja; catatan harian, puisi, cerpen, artikel, opini dan sederetan bentuk kegiatan menulis lainnya.
Ketika niat dan kemauan menulis itu timbul, berlahan dan pasti hal itu akan menjadi kebiasaan dan pada akhirnya menjadi sebuah budaya.