Mohon tunggu...
Hans Hayon
Hans Hayon Mohon Tunggu... Freelancer - Yohanes W. Hayon

Suka membaca, malas makan, dan senang berjumpa dengan sesama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengontrol Tubuh Perempuan

11 Juli 2021   22:02 Diperbarui: 11 Juli 2021   22:29 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan Kau yang Pertama

......
....
Sejujurnya telah kukatakan bukan, bukan dirimu
Yang pertama kali menyentuh hatiku menyentuh tubuhku

Masih kuingat saat itu jawab di bibirmu
Apa pun terjadi kau tetap menyayangiku
.....
....

Tapi apa yang terjadi manisnya kurasakan sesaat saja
Kau buka kembali lembaran yang dulu yang telah berlalu
......
Sungguh kau terlalu sumpah demi apa kini tak berarti lagi

Meriam Belina tahu apa artinya memiliki tubuh seorang perempuan yang hidup di dalam budaya yang didominasi oleh cara berpikir kaum laki-laki. Semua perempuan di Indonesia tahu baik hal ini, bahkan ketika mereka diputuskan oleh pacarnya hanya karena dianggap tidak lagi perawan. Bahkan semua lelaki di Indonesia tahu bahwa keperawanan adalah asosiasi seksual yang diciptakan oleh kaum laki-laki untuk melestarikan kepentingannya sendiri.

Tetapi, mengapa semua hal ini begitu sulit diubah? Apa artinya menjadi yang pertama? Pemikiran keparat macam apa yang membuat menjadi yang kedua dianggap kurang beruntung daripada yang pertama? Bagaimana mekanisme penilaian untuk menentukan seseorang itu pertama atau bukan? Bagaimana mungkin ada ungkapan kurang ajar yang selalu ada di kepala tidak sedikit generasi saat ini: perempuan ingin menjadi yang terakhir dan laki-laki ingin menjadi yang pertama?

Jawaban paling cepat yang dapat saya berikan saat ini adalah: sejak saya lahir hingga saat ini, perempuan sepenuhnya tidak memiliki otonomi atas tubuh mereka sendiri, sekeras apa pun mereka berusaha, sepahit apa pun mereka menderita.

Hingga akhirnya, dengan hadirnya pandemi yang diikuti praktik politik pengontrolan atas tubuh warga negara di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, lirik lagu di atas terasa semakin relevan.

Frasa "bukan kau yang pertama" adalah bahasa paling sehari-hari sekaligus ekperimentasi konkret dari tubuh perempuan sebagai tubuh politik. Maksudnya, ketika tubuh perempuan dipatenkan dalam standar-standar tertentu, diperebutkan dalam pelbagai arena, dibela dan dipecundangi oleh perbagai kalangan dan lapisan masyarakat, ia menjadi tubuh politik. Singkatnya, tubuh politik adalah sebuah konsep yang digunakan untuk mengalisis bagaimana kebijakan negara menciptakan (atau tidak menciptakan) ruang bagi keagenan kaum perempuan.

Dalam Women and the State in Modern Indonesia (Cambridge University Press, 2004:25-26), Susan Blackburn menulis bahwa dengan adanya UU Nomor 5 Tahun 1974, rezim orde baru berupaya menerapkan pola-pola perilaku untuk diteladani bagi setiap kelompok di mana kaum perempuan diberi peran "alami" dan seragam sebagai pemelihara anak yang lemah lembut serta pendukung kegiatan dan kepentingan kaum laki-laki yang lebih besar dan lebih penting, juga tunduk pada kaidah "keibuan" yang didukung oleh negara.

Oleh karena itu, melalui tulisan ini, saya berargumen bahwa kita sebenarnya tidak akan pernah bisa merayakan Hari Hak Asasi manusia jika kaum perempuan belum memiliki otonomi terhadap tubuh mereka sendiri. Dengan kata lain, pengendalian tubuh perempuan harus dihentikan dari siapa pun kecuali diri mereka sendiri, baik melalui aborsi, penyerangan seksual, mulitasi alat kelamin non-konsensual, atau bentuk kontrol lainnya.

Ini juga mengingatkan saya pada Amy Biancoli dalam Times Union (7 Februari 2020) yang menulis artikel dengan judul menohok: "Women Always Know Their Bodies Are Not Their Own": Kaum perempuan senantiasa tahu bahwa tubuh mereka bukan milik mereka".

Ada kalimat pamungkas yang dikatakan Biancoli:

Jika Anda menyusui, Anda siap dipanggil setiap saat untuk menyediakan makanan bagi manusia lainnya. Almarhum suami saya kadang-kadang mengambil giliran dengan botol susu, tetapi dia tidak tahu, itu tidak sama. Tubuh saya memberi makan bayi kami. Tubuh saya memberi semua yang mereka butuhkan untuk tumbuh. Ini merupakan mukjizat dan kegembiraan bagi seorang ibu, tetapi itu juga mengingatkan saya, bahwa tubuh saya bukan milik saya. Itu milik orang lain

Maksud Biancoli sederhana. Bahwa tubuhnya sebagai seorang perempuan dirancang untuk seseorang atau sesuatu di luar dirinya, sesuatu yang membutuhkan lebih banyak kekuatan dan keberanian daripada yang bisa dibayangkan oleh siapa pun, termasuk saya yang menulis status ini. Meskipun demikian, terlalu banyak pria akan melemahkan tubuh tersebut beserta pemiliknya, menguasai salah satunya dan membicarakan kepada yang lainnya sebagai sebuah kebanggan. Ini juga yang membuat kaum perempuan rentan ketika berjalan sendirian di malam hari atau kesulitan mengajukan keluhan biologis ketika berada di tempat kerja.

Jika tubuh Anda adalah diri Anda sendiri maka Anda tidak memiliki tubuh yang salah seperti halnya Anda yang salah. Dalam pikiran Anda perlu ditanamkan kesadaran, "payudara saya tidak terasa seperti payudara seseorang yang berpikir seperti saya, atau bukan berarti dalam setiap orang gemuk ada orang kurus yang mencoba keluar, melainkan di dalam setiap tubuh perempuan ada seorang manusia yang mencoba untuk dilihat. 

Lalu bagaimana dengan kaum laki-laki?

Yang bisa dilakukan laki-laki adalah mendidik laki-laki lain. Ini salah satu kekurangan dari tidak sedikit gerakan pemberdayaan selama ini yang terlampau fokus pada pendidikan anak perempuan tetapi tidak mendidik anak laki-laki

Memang, mendidik wanita untuk mengangkat suaranya itu penting tetapi mendidik anak laki-laki untuk menghormati dan tidak memperkosa anak perempuan, juga tidak kalah penting.

Akhirnya, meskipun saya menulis sebagai seorang laki-laki, melalui banyak perjumpaan dengan kaum perempuan dan melalui lagu ini, kira-kira begitulah rasanya menjadi seorang perempuan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun