Oleh karena itu, melalui tulisan ini, saya berargumen bahwa kita sebenarnya tidak akan pernah bisa merayakan Hari Hak Asasi manusia jika kaum perempuan belum memiliki otonomi terhadap tubuh mereka sendiri. Dengan kata lain, pengendalian tubuh perempuan harus dihentikan dari siapa pun kecuali diri mereka sendiri, baik melalui aborsi, penyerangan seksual, mulitasi alat kelamin non-konsensual, atau bentuk kontrol lainnya.
Ini juga mengingatkan saya pada Amy Biancoli dalam Times Union (7 Februari 2020) yang menulis artikel dengan judul menohok: "Women Always Know Their Bodies Are Not Their Own": Kaum perempuan senantiasa tahu bahwa tubuh mereka bukan milik mereka".
Ada kalimat pamungkas yang dikatakan Biancoli:
Jika Anda menyusui, Anda siap dipanggil setiap saat untuk menyediakan makanan bagi manusia lainnya. Almarhum suami saya kadang-kadang mengambil giliran dengan botol susu, tetapi dia tidak tahu, itu tidak sama. Tubuh saya memberi makan bayi kami. Tubuh saya memberi semua yang mereka butuhkan untuk tumbuh. Ini merupakan mukjizat dan kegembiraan bagi seorang ibu, tetapi itu juga mengingatkan saya, bahwa tubuh saya bukan milik saya. Itu milik orang lain
Maksud Biancoli sederhana. Bahwa tubuhnya sebagai seorang perempuan dirancang untuk seseorang atau sesuatu di luar dirinya, sesuatu yang membutuhkan lebih banyak kekuatan dan keberanian daripada yang bisa dibayangkan oleh siapa pun, termasuk saya yang menulis status ini. Meskipun demikian, terlalu banyak pria akan melemahkan tubuh tersebut beserta pemiliknya, menguasai salah satunya dan membicarakan kepada yang lainnya sebagai sebuah kebanggan. Ini juga yang membuat kaum perempuan rentan ketika berjalan sendirian di malam hari atau kesulitan mengajukan keluhan biologis ketika berada di tempat kerja.
Jika tubuh Anda adalah diri Anda sendiri maka Anda tidak memiliki tubuh yang salah seperti halnya Anda yang salah. Dalam pikiran Anda perlu ditanamkan kesadaran, "payudara saya tidak terasa seperti payudara seseorang yang berpikir seperti saya, atau bukan berarti dalam setiap orang gemuk ada orang kurus yang mencoba keluar, melainkan di dalam setiap tubuh perempuan ada seorang manusia yang mencoba untuk dilihat.Â
Lalu bagaimana dengan kaum laki-laki?
Yang bisa dilakukan laki-laki adalah mendidik laki-laki lain. Ini salah satu kekurangan dari tidak sedikit gerakan pemberdayaan selama ini yang terlampau fokus pada pendidikan anak perempuan tetapi tidak mendidik anak laki-laki
Memang, mendidik wanita untuk mengangkat suaranya itu penting tetapi mendidik anak laki-laki untuk menghormati dan tidak memperkosa anak perempuan, juga tidak kalah penting.
Akhirnya, meskipun saya menulis sebagai seorang laki-laki, melalui banyak perjumpaan dengan kaum perempuan dan melalui lagu ini, kira-kira begitulah rasanya menjadi seorang perempuan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H