Mohon tunggu...
Yohanes Apriano Dawan Fernandez
Yohanes Apriano Dawan Fernandez Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang putra daerah yang saat ini menetap di kota industri yang hirup pikuk. Terkadang hal kecil menjadi inspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mencari Kayu Bakar di Hutan Lewotobi

23 Februari 2012   01:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:18 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13299592101306066048
13299592101306066048
Gunung Lewotobi tampak di kejauhan (Sumber/atamaran.blogspot.com)

ditumbuhi Jati dan kayu putih namun jika masuk lebih dalam ke tengah hutan maka kondisinya cukup lebat seperti hutan hujan tropis karena beberapa area tidak ditembusi oleh sinar matahari. Sejujurnya saya tidak memahami jenis hutan di Indonesia, namun kira-kira tipe hutan Lewotobi seperti itu. Semak belukar memenuhi seisi hutan dan tumbuhan putri malu sering melukai kaki kami yang hanya menggunakan sandal dan celana pendek.

Banyak daerah aliran sungai (DAS) yang sudah kering terdapat di dalam hutan ini membuat saya sering membayangkan kami sebagai tentara yang bertempur dengan musuh dan DAS tersebut seperti parit yang menjadi pertahanan kami. Petualangan yang semakin hari semakin saya nikmati karena menembus semak belukar dan pepohonan memberikan sensasi tersendiri.

Dalam mencari kayu bakar kami biasanya berkelompok dan kayu yang kami cari bukan ranting-ranting pohon --ada juga yang mengumpulkan ranting pohon dan diikat menjadi banyak-- melainkan kayu gelondongan yang sudah keropos, jadi tinggal dirobohkan atau kayu yang sudah patah dari induknya. Kayu yang cukup besar ini dipikul oleh 2 hingga 4 orang --ada juga yang mencapai 6 orang-- tergantung ukuran kayu dan hal ini "sah" sebagai kayu yang ditemukan oleh pemikul tersebut.

Oleh karena jalan yang tidak rata --penuh tanjakan dan turunan-- serta harus melewati semak dan rintangan lainnya maka bahu kami sering lecet karena benturan kayu yang dipikul. Jika capek maka kami akan beristirahat sebentar baru melanjutkan perjalanan kembali. Sesekali hewan-hewan seperti kadal dan tikus hutan menembus daun kering dan semak belukar yang membuat kegaduhan di tengah kensunyian. Menurut warga setempat banyak juga ular yang memenuhi hutan Lewotobi, namun untungnya saya tidak pernah dipatuk ular karena kami tidak terlalu jauh memasuki hutan. Hutan ini juga menjadi habitat babi hutan yang kadang-kadang masuk ke dalam desa ketika warga membuka ladang dengan membakar. Terkadang suara burung juga terdengar di sudut-sudut hutan namun saya lupa akan jenis burung tersebut.

Tokek juga banyak memenuhi hutan ini dan suaranya paling dominan memecah kesunyian hutan. Kadang-kadang kami menangkapnya dan dibawa pulang untuk dimasak dan dimakan sebagai lauk tambahan. Selain tokek, kami juga sering menemukan jamur merang untuk dibawa pulang. Jamur merang tersebut biasanya digoreng atau dibakar dan juga dijadikan lauk tambahan. Rasanya seperti daging ayam jadi kami ketagihan untuk mencarinya setiap kali masuk hutan. Beberapa buah hutan juga sering kami konsumsi berupa strawberry hutan yang manis, buah bolo --saya tidak tahu bahasa Indonesianya-- yang berwarna ungu, bertekstur padat, rasanya tidak terlalu manis serta kandungan airnya sedikit. selain kedua buah tersebut, ada juga buah kesambi yang rasanya asam. Buah ini akan terasa lebih enak jika dimasukkan ke dalam botol kemudian dicampur dengan air dan gula pasir. Setelah dicampur, botol tersebut dikocok-kocok dan airnya diminum serta buahnya dimakan, sungguh nikmat.

Hutan Lewotobi seringkali mengalami kebakaran karena cara bercocok tanam masyarakat yang berpindah-pindah di sekitar lereng gunung Lewotobi. Masyarakat juga sering membakar hutan saat berburu untuk memancing hewan buruan keluar dari tempat persembunyiannya. Selain perilaku masyarakat, kebakaran juga sering terjadi karena alam yaitu panasnya matahari dan lahar gunung Lewotobi. Gunung Lewotobi merupakan gunung api kembar --disebut gunung perempuan (1.548 m) dan laki-laki (1.703 m)-- yang puncaknya berupa lautan pasir vulkanik seperti gunung merapi di Yogyakarta. Oleh karena itu kami dilarang untuk mendaki gunung tersebut karena berbahaya. Kami pernah mencari kayu terlalu jauh ke dalam hutan dan menemukan sejumlah area sedang terbakar --mungkin karena panas-- dan beruntung kami tidak terjebak di dalamnya.

Masalah Saat Mencari Kayu Bakar

Selama 3 tahun mencari kayu bakar di hutan Lewotobi saya tidak pernah mengalami masalah, beruntung lancar-lancar saja kecuali pernah kemalaman karena sulit menemukan kayu yang tepat untuk dibawa pulang. Beberapa teman saya pernah mengalami masalah yang bervariasi karena ketidaksengajaan maupun kesengajaan. Ketidaksengajaan disebabkan karena mereka kurang berhati-hati sehingga ada yang anggota tubuhnya terluka karena tergores ranting pohon atau yang lainnya. Ada juga yang disengat lebah karena kayu yang dipikulnya membentur sarang lebah sehingga mereka dikejar oleh sekelompok lebah. Kejadian ini menyebabkan mata salah seorang di antaranya menjadi bengkak selama beberapa hari.

Pencarian kayu bakar pun harus memiliki etika dan kejujuran karena perilaku yang tidak jujur dapat mendatangkan bahaya. Beberapa teman saya yang malas mencari kayu bakar di dalam hutan memutuskan untuk mengambil kayu yang digunakan oleh warga sebagai batas ladangnya. Ternyata hal ini diketahui oleh pemilik ladang sehingga dengan penuh amarah pemilik ladang mengejar mereka sambil mengacungkan parang. Kayu tersebut sudah dibuang namun pemilik ladang tetap mengejar mereka hingga ke asrama. Amarah pemilik ladang berhenti setelah ditenangkan oleh bapak asrama yang juga meminta maaf atas kesalahan anak asramanya. Mereka dimarahi oleh bapak asrama sekaligus menjadi bahan lelucon karena berlari terbirit-birit dengan wajah yang pucat. Pengalaman yang selalu saya kenang setiap saat. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun