Gejolak dalam ekonomi internasional terus terjadi hingga tahun 2023. Hal ini dirasakan oleh setiap pelaku ekonomi yang ambil bagian dalam perdagangan internasional. Salah satu pelaku ekonomi yang terlibat dan terdampak atas permasalahan ekonomi internasional yaitu negara.
Indonesia menjadi negara yang turut merasakan dampak dari gejolak ekonomi internasional. Berbagai bentuk ancaman atas kestabilan ekonomi internasional dan domestik terus hadir, seperti inflasi hingga prediksi terjadinya resesi global di tahun 2023. Hal ini menimbulkan kekhawatiran yang besar bagi negara, termasuk Indonesia.
Menurut IMF, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi dan diperkirakan di tahun 2022 perekonomian Indonesia akan terus bertumbuh. Ini adalah awal mula yang baik bagi Indonesia sebagai upaya pemulihan dari pandemi COVID-19 yang sempat melumpuhkan perekonomian Indonesia.
Saat ini Indonesia perlu untuk terus berfokus pada upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi domestik agar untuk menghindari peningkatan inflasi dan mencegah kerugian hebat pada perekonomian Indonesia.
Meskipun Indonesia sudah melakukan berbagai macam upaya baik dalam berbagai skala dimulai dari nasional sampai internasional, Indonesia masih dihadapkan pada suatu ancaman yang dapat mengancam kestabilan ekonomi Indonesia. Ancaman tersebut tidak lain adalah ketidakstabilan nilai tukar mata uang, dalam konteks ini yaitu Rupiah.
Sebagai mata uang Indonesia, Rupiah berperan sebagai sarana bagi semua orang di Indonesia untuk melakukan kegiatan jual beli. Sama seperti negara lain, Indonesia melakukan jual beli mata uang asing dalam pasar internasional. Dalam hal ini, bank adalah pelaku utama dalam transaksi valuta asing.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia secara berkala mengalami pelemahan Rupiah. Faktor penyebab dapat timbul dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dimana semua faktor saling berkaitan dan menciptakan alterasi nilai tukar mata uang Rupiah.
Salah satu faktor yang mendorong terjadinya perubahan nilai tukar Rupiah adalah meningkatnya inflasi dan penguatan mata uang negara lain, terkhusus di Amerika Serikat. Dolar Amerika Serikat telah menjadi acuan oleh dunia dalam menentukan nilai mata uang mereka. Sehingga pada saat dolar AS mengalami penguatan mata uang atau disebut dengan apresiasi, maka Indonesia relatif mengalami pelemahan Rupiah, yang dinamakan depresiasi.
Dalam ilmu ekonomi, fenomena ini dapat ditinjau melalui salah satu teori ilmu ekonomi yang dinamakan teori paritas daya beli.
Teori paritas daya beli atau biasa disebut sebagai purchasing power parity adalah teori yang biasa digunakan untuk merumuskan nilai tukar mata uang dan keseimbangan kurs.
Asumsi utama atas teori ini adalah harga suatu barang di negara tertentu harus sama di negara lain jika sama-sama dilihat dari satu mata uang. Oleh karena itu, teori ini juga disebut sebagai "hukum satu harga" dimana setiap barang harus memiliki harga yang setara di semua negara.
Dua kategori teori paritas daya beli adalah paritas daya beli absolut dan relatif. Menurut prinsip paritas daya beli absolut, terlepas dari faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi harga antara dua negara, biaya komoditas harus sama di semua negara.
Paritas daya beli relative, di sisi lain, menegaskan bahwa harga tidak akan selalu sama antar negara karena berbagai keadaan. Keadaan tersebut dapat berupa penambahan biaya pengiriman barang, bea cukai dan lainnya. Oleh karena itu, paritas daya beli relatif lebih akurat dan relevan untuk menjelaskan kondisi perbedaan harga barang saat ini.
Dalam teori paritas daya beli, inflasi dan daya beli adalah dua hal utama yang perlu menjadi fokus bersama. Inflasi adalah suatu kondisi dalam suatu negara dimana harga barang terus mengalami kenaikan. Salah satu jenis inflasi dalam teori ini adalah imported inflation atau inflasi dari luar negeri.
Inflasi ini dapat terjadi karena mata uang negara lain mengalami apresiasi yang menyebabkan mata uang domestik mengalami depresiasi. Hal ini dapat terjadi dalam produksi barang tertentu dimana Indonesia menggunakan bahan baku dari negara lain.
Jika negara tersebut mengalami apresiasi, maka untuk membeli bahan baku, Indonesia tentunya akan menghabiskan uang lebih banyak sehingga Indonesia mengalami kerugian. Bahan baku yang mahal menyebabkan harga barang di Indonesia juga meningkat sehingga terjadi peningkatan inflasi domestik.
Dalam hal ini, Indonesia akan mengurangi impor dan memperbanyak ekspor untuk mengurangi kerugian. Daya beli konsumen juga meningkat pada produk impor karena menjadi lebih terjangkau jika dikomparasikan dengan produk lokal yang meningkat akibat inflasi.
Sebaliknya, jika mata uang suatu negara lain menghadapi situasi depresiasi dan Rupiah merasakan penguatan Rupiah atau apresiasi, maka Indonesia akan meningkatkan ekspor ke luar negeri. Bahan baku luar negeri lebih murah daripada dalam negeri sehingga Rupiah akan menguat. Daya beli konsumen juga meningkat pada produk lokal dibandingkan dengan produk impor karena lebih murah dan menguntungkan mereka.
Namun yang menjadi masalah pada perekonomian Indonesia adalah Indonesia lebih sering mengalami depresiasi daripada apresiasi. Hal ini menyebabkan Indonesia terus mengalami peningkatan inflasi yang cukup signifikan.
Memang depresiasi tidak selalu memberikan perubahan yang negatif bagi Indonesia, jika Indonesia mampu mengelolanya dengan baik. Namun apabila terjadi secara terus menerus, depresiasi akan membawa Indonesia kepada resesi hingga krisis moneter.
Oleh karena itu, solusi utama bagi Indonesia untuk mencapai kestabilan nilai tukar Rupiah adalah dengan memiliki kebijakan moneter yang kuat. Jika pemerintah tidak memiliki kebijakan yang sesuai dan kuat, maka Indonesia akan terus mengalami depresiasi terhadap Rupiah dan menuju kepada kemunduran ekonomi yang lebih drastis.
Menurut Bank Indonesia, Indonesia hingga saat ini sedang berusaha secara maksimal untuk menerapkan Flexible Inflation Targeting Framework (ITF). Flexible ITF adalah strategi untuk mencapai sasaran inflasi yang sesuai untuk menstabilkan sistem perekonomian di Indonesia.
Untuk mendukung pelaksanaan Flexible ITF, pemerintah juga menerapkan kebijakan dalam mengelola nilai tukar. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah berfokus pada memastikan bahwa harga, pasokan dan distribusi barang tetap lancer dan terjangkau sehingga inflasi dapat tetap bahkan berkurang. Hal ini kemudian menciptakan kestabilan nilai tukar Rupiah dan membuat perekonomian Indonesia secara konsisten bertumbuh ke arah yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H