Mohon tunggu...
Yohana Yunus
Yohana Yunus Mohon Tunggu... Perawat - Mahasiswi S1 Ilmu Keperawatan UI

Selamat membaca :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penyakit, Kecelakaan dan Cedera Akibat Kecelakaan Kerja dalam Keperawatan

12 Oktober 2020   18:20 Diperbarui: 25 Mei 2021   11:02 5344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

         Perawat memainkan peran penting dalam sistem kesehatan suatu negara, terutama menyediakan layanan perawatan dan kesehatan bagi pasien. Perawat  juga mempromosikan cara hidup sehat kepada masyarakat dengan menawarkan layanan pendidikan, menjalankan pemeriksaan kesehatan, bekerja dalam praktik, dan melakukan berbagai tugas tambahan terkait kesehatan. Penelitian tentang rumah sakit di Amerika pada tahun 2017 telah menunjukkan bahwa perawat memiliki tingkat insiden cedera dan penyakit yang lebih tinggi dibandingkan dengan profesi kesehatan lain (Dressner, 2017). 

         Kecelakaan kerja merupakan kejadian eksternal yang kebetulan, tiba-tiba, tidak terduga yang terjadi selama jam kerja dan atau dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja. Konsep kecelakaan kerja didasarkan pada fakta bahwa harus ada hubungan sebab akibat antara peristiwa dengan cedera yang mengarah pada kerusakan fisik atau mental (Ghahramani & Summala, 2015). Contoh kecelakaan kerja berdasarkan definisi tersebut, perawat terpeleset (slip), tersandung (trip), dan terjatuh (fall).

Baca juga: Paramedis dan Perawat Itu Beda lho!

Pada umumnya kecerobohan perawat merupakan dampak dari beban kerja, perbandingan jumlah pasien yang tidak berbanding lurus dengan jumlah perawat, kekurangan sumber daya, peralatan bahkan infrastruktur menjadi salah satu penyebab utama kecelakaan. 

Kecelakaan akibat kerja dapat terjadi ketika perawat melupakan atau melewatkan tahapan sederhana namun berarti bagi kesehatan dan keselamatan pasien dan diri perawat (Bell, J. Collins, James. Dalsey, Elizabeth. Sublet, 2010). 

Tahapan tersebut seperti perawat tidak menggunakan prinsip one hand saat membuka dan menutup ampul maupun suntikan, tidak menutup, memutar atau melepas jarum bekas dengan prinsip satu tangan dan tidak membuang benda infeksius ke dalam wadah khusus infeksius yang telah disediakan.

        Penyakit akibat kerja sendiri merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh atau perawat mendapati saat melakukan pekerjaan. Penyakit akibat kerja atau yang lebih dikenal sebagai occupational diseases adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan atau didapat pada waktu melakukan pekerjaan (Dressner & Kissinger, 2018). 

Faktor lingkungan kerja sangat berperan sebagai penyebab timbulnya penyakit akibat kerja diantaranya faktor fisik, kimia, biologi, dan ergonomi (Bell, J. Collins, James. Dalsey, Elizabeth. Sublet, 2010). 

Contohnya ketika rumah sakit sedang dalam pembangunan atau renovasi maupun ketika pembersihan lingkungan oleh petugas kebersihan, seringkali menimbulkan suara bising yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan hingga penurunan kemampuan pendengaran apabila frekuensi getaran atau suara melampaui batas normal pendengaran.

        Perawat juga berisiko terinfeksi bakteri, mikroorganisme bahkan virus saat memberikan asuhan keperawatan, seperti ketika kejadian luar biasa di komunitas yang berhubungan dengan penyakit menular yaitu virus influenza dan meningitis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). 

Penyakit lain seperti hepatitis A dan salmonela berhubungan dengan kontaminasi pada makanan. Risiko tersebut terkait dengan pelaksanaan prosedur seperti saat mengambil sampel pada prosedur invasif yang dilakukan, peralatan yang dipakai, pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan suatu tindakan, persiapan pasien yang kurang memadai, serta kepatuhan terhadap teknik pencegahan yang direkomendasikan (Bell, J. Collins, James. Dalsey, Elizabeth. Sublet, 2010). 

Selain itu, pembersihan, desinfeksasi dan sterilisasi peralatan seperti instrumen bedah, prostesa, proses alat sekali pakai dan saat membungkus kembali peralatan yang dipakai dapat menjadi faktor risiko biologi bagi perawat.

       Paparan radiasi sinar elektromagnetik merupakan faktor risiko kimia yang menyebabkan efek somatik non-stochastik dan efek somatik stochastik pada tubuh tenaga kesehatan (Kiswanjaya, 2017).  Efek somatik non stochastik sendiri merupakan hasil yang timbul dari kerusakan kumpulan sel yang membentuk jaringan dan organ serta kerusakan yang pasti akan terjadi bila dosis radiasi yang diterima tinggi (Kelsey, C. A., Heintz, P. H., Sandoval, D. J., Chambers, G. D., Adolphi, N. L., & Paffett, 2013). 

Contohnya, kemerahan pada kulit, dan katarak pada mata. Efek ini memiliki ambang rangsang yang apabila belum dilewati tidak akan menimbulkan efek pada tubuh. berbeda dengan somatik non stochastik, efek somatik stochastik timbul dari interaksi di tingkat sel, khususnya dengan molekul DNA. Hal ini terjadi random yaitu, semua dapat mengalami atau tidak sama sekali sehingga efek ini memiliki dampak yang berbeda-beda pada setiap individu.  

Baca juga: 5 Mitos Dunia Kerja Perawat

Kemudian, efek ini terjadi apabila tubuh terpapar radiasi oleh dosis radiasi sekecil apapun, tanpa ambang rangsang tertentu dan terjadi setelah beberapa tahun kemudian atau efek tertunda. Contohnya, terjadinya leukemia, neoplasma, cancer induction pada tubuh. oleh karena itu, probabilitas kerusakan sel yang terjadi tergantung pada dosis radisasi.

       Cedera akibat kerja merupakan dampak fisik seperti patah, retak, luka dan sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan (Dressner, 2017). Jenis cedera akibat kecelakaan kerja dan klasifikasi dampak yang ditimbulkan menurut The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, terbagi menjadi cedera akibat kerja non fatal, cedera fatal, cedera yang menyebabkan kehilangan waktu kerja (Loss Time Injury), kehilangan hari kerja (Loss Time day), tidak mampu bekerja atau cedera dengan kerja terbatas, cedera dirawat dan cedera ringan. 

Beberapa penyebab utama cedera dibidang perawatan kesehatan meliputi, overexertion, kegiatan mengangkat dan memindahkan pasien, tertusuk jarum suntik, kekerasan, dan kekurangan sumber daya manusia. Dampak cedera akibat kerja perawat terbesar adalah sprain dan strain, Bergesernya cakram intervertebralis, tertularnya penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B atau C, infeksi patogen, fraktur, dan cedera kepala (Bell, J. Collins, James. Dalsey, Elizabeth. Sublet, 2010).

        Sprain dan strain menurut OSHA merupakan cedera yang paling sering dilaporkan di antara petugas kesehatan (Occupational Safety and Health Administration, 2013). Cedera ini memengaruhi bahu dan punggung bagian bawah. Mekanika tubuh yang salah saat memindahkan atau mengangkat pasien dapat merusak cakram intervertebralis (penopang medulla spinalis).  

The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa tertusuknya jarum suntik secara signifikan meningkatkan risiko penyebaran penyakit yang ditularkan melalui darah seperti HIV / AIDS atau Hepatitis B atau C. Infeksi terjadi akibat patogen di udara atau paparan lendir dan limbah tubuh. Patah tulang atau fraktur paling sering terjadi akibat kekerasan di tempat kerja. 

Cedera kepala terjadi akibat terpeleset (slip), tersandung (trip), dan terjatuh (fall). Perawat juga dapat mengalami banyak cedera selain yang disebutkan diatas karena perawat menghabiskan hari-hari mereka memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dalam kondisi berbahaya dan tempat kerja yang berbahaya (Ozturk & Babacan, 2014).

       Usaha pengendalian di lingkungan kerja rumah sakit sangat penting direncanakan dan diterapkan diantaranya mengkaji kesehatan kerja tenaga kesehatan, staf dan karyawan; standarisasi sanitasi lingkungan rumah sakit dan keamanan pasien dan pengunjung rs. 

Upaya-upaya yang bisa dikerjakan untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yaitu, pertama, substitusi pengenalan lingkungan kerja dengan cara mengkaji dan mengenali potensial bahaya lingkungan kerja, kemudian mengganti perlengkapan kerja yang tidak wajar gunakan (Ghahramani & Summala, 2015). 

Kedua, pelajari lingkungan kerja dalam hal ini menilai karakter serta besarnya potensi-potensi bahaya yang mungkin muncul sehingga dengan mudah rs memprioritaskan dalam penanganan permasalahan yang lebih potensial. Ketiga, pengendalian lingkungan kerja dengan bertindak mengurangi bahkan juga menghilangkan pajanan pada masalah kesehatan tenaga medis di lingkungan kerja dengan menggunakan teknologi pengendalian (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Baca juga: Mendengar Cerita Perawat Usai Jalani Vaksinasi Covid-19

      Perawat efektif dalam memberikan asuhan keperawatan dan tidak mengalami penyakit, kecelakaan, dan cedera akibat kerja apabila perawat memahami peran, tugas serta tanggung jawabnya menerapkan prinsip Kesehatan dan Keselamatan Kerja.  

Tidak hanya perawat yang harus menerapkan prinsip tersebut namun juga rumah sakit juga harus menerapkan manajemen kesehatan serta keselamatan kerja di dalam rumah sakit. 

Manajemen kesehatan serta keselamatan kerja rumah sakit menyertakan semua unsur manajemen, tenaga kesehatan, karyawan serta lingkungan kerja yang terintegrasi menjadi usaha pencegahan serta mencegah kecelakaan kerja serta penyakit karena kerja di lingkungan rumah sakit agar lingkungan kerja aman, sehat dan bebas dari pencemaran paparan lingkungan kerja, yang pada gilirannya dapat meningkatkan efesiensi serta produktifitas kerja.

REFERENSI

  1. Bell, J. Collins, James. Dalsey, Elizabeth. Sublet, V. (2010). Slip , Trip , and Fall Prevention for Healthcare Workers. Niosh.
  2. Dressner, M. (2017). Hospital workers: An assessment of occupational injuries and illnesses. Monthly Labor Review, 2017. https://doi.org/10.21916/mlr.2017.17
  3. Dressner, M., & Kissinger, S. (2018). Occupational injuries and illnesses among registered nurses. Monthly Labor Review, (November), 1--12. https://doi.org/10.21916/mlr.2018.27
  4. Ghahramani, A., & Summala, H. (2015). A study of the effect of OHSAS 18001 on the occupational injury rate in Iran. International Journal of Injury Control and Safety Promotion, 24, 1--6. https://doi.org/10.1080/17457300.2015.1088038
  5. Janocha, J. A., & Smith, R. T. (2010). Workplace Safety and Health in the Health Care and Social Assistance Industry , 2003-07. U.S. Bureau of Labor Statistics, (2), 1--20.
  6. Kelsey, C. A., Heintz, P. H., Sandoval, D. J., Chambers, G. D., Adolphi, N. L., & Paffett, K. S. (2013). Radiation Biology of Medical Imaging. In Radiation biology of medical imaging. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
  7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
  8. Kiswanjaya, B. (2017). Fisika radiasi. Radiologi Dasar: Fisika Radiasi, 1--22. Retrieved from https://scele.ui.ac.id/
  9. Occupational Safety and Health Administration. (2013). Caring for our caregivers: Facts about hospital worker safety. (September), 1--32. Retrieved from https://www.osha.gov/dsg/hospitals/documents/1.2_Factbook_508.pdf
  10. Ozturk, H., & Babacan, E. (2014). The occupational safety of health professionals working at community and family  health centers. Iranian Red Crescent Medical Journal, 16(10), e16319. https://doi.org/10.5812/ircmj.16319

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun