Perbedaan persenan antar suku cukup jauh, sehingga membuat perbedaan yang jelas antara suku yang besar dan suku yang kecil. Suku besar karena merasa dirinya lebih banyak maka memandang suku lain lebih rendah, ataupun suku kecil yang selalu merasa di asingkan sehingga menimbulkan dendam sendiri terhadap suku yang besar. Hal inilah yang mendorong terjadinya etnosentrisme.
BAB II
Pembahasan
Etnosentrisme tidak bersifat vertikal antara kelas atas dan kelas bawah tetapi bersifat horizontal yang artinya konflik terjadi antara sesama, konflik yang terjadi bukan konflik yang korektif tetapi destruktif, yang artinya bangsa yang menghancurkan bangsa itu sendiri.Â
Cara pandang, standar dan penafsiran terhadap orang lain, diukur dari kacamata kultural sang pengamat itu sendiri. berarti melihat budaya orang lain dengan standar yang dibuat sendiri oleh kita sendiri oleh yang memandang itu.
Dinamika etnosentrisme terbagi jadi tiga yaitu, etik, emik, dan stereotip. Etik adalah kebenaran atau prinsip yang berlaku secara umum. etik itu bagaimana pemahaman pada diri kita sendiri bahwa kebenaran atau prinsip yang berlaku bersifat universal bersifat umum dimanapun Tempatnya misalkan kebiasaan menyapa atau mengucapkan salam adalah etik.Â
Emik berarti kebenaran atau prinsip yang berlaku khusus hanya berlaku pada khas atau budaya tertentu. Hal yang terlihat lazim oleh suatu suku/budaya tapi tidak lazim oleh suku/budaya lain atau singkatnya tidak berlaku disemua tempat.Â
Stereotip adalah keyakinan/pendapat yang baku tentang orang-orang yang berasal dari budaya lain yang artinya memandang semua orang dari suatu suku tertentu adalah sama. Contoh bukti nyatanya adalah orang-orang memandang suku batak memiliki suara yang lantang dan suka berbicara kasar.
Konflik yang pernah terjadi karena adanya entrosentrisme ini adalah konflik Sampit. Kerusuhan antar etnis yang terjadi di Sampit pada Februari 2001.Â
Konflik antara suku Dayak asli dengan suku Madura yang adalah warga migran. Karena para transmigrasi asal madura yang kian membesar hingga membentuk 21 persen populasi di Kalimantan tengah hingga membuat suku penduduk asli merasa tersaingi. Mulai dari permasalahan ekonomi diperparah dengan perbedaan nilai antar etnis hingga membuat konflik ini semakin besar.Â
Seperti adat orang Madura yang membawa parang atau celurit ke mana pun, membuat orang Dayak berpikiran bahwa tamunya ini siap untuk berkelahi. Inilah yang dimaksud dari dinamika etnosentrisme secara emik sebelumnya, dimana membawa celurit adalah hal yang lumrah bagi orang Madura dan adalah hal yang asing dan dipandang negative oleh orang Dayak.