ketika kita mau beli barang dengan cara kredit, pasti di hadapkan dengan namanya DP atau kita sering menyebut uang muka. kenapa begitu? jawabannya adalah karena down peymen (DP) merupakan suatu alat penjamin dalam pembelian suatu produk secara kredit yang telah di sepakati antara penjual dan pembeli.
Dalam mengeluarkan DP biasanya tergantung pada produk yang akan kita beli. Semangkin mahal produk yang kita beli maka semakin besar pula DP yang akan kita keluarkan.
Dilansir dari Investorpedia, bahwa down peymen (DP) adalah pembayaran yang dilakukan secara tunai untuk membeli barang dan aset secara kredit. Namun dalam beberapa kejadian, ternyata DP bisa anda dapatkan kembali jika memang pembelian dibatalkan dengan syarat barang yang anda beli belum diguanakan atau rusak.
Bagaimana Cara Kerja DP?
Melansir dari New York Times, bahwa cara kerja down peymen (DP) ternyata semangkin besar nominal DP yang anda bayar di awal, maka akan semangkin kecil cicilan yang akan anda bayar dikemudian hari.
Meskipun itu, tetapi harus ada yang di pertimbangkan yaitu bunga yang harus dibayarkan pada setiap bulannya dalam melunasi cicilan tersebut. semangkin kecil cicilan yang ada harus bayar, maka semangkin pula bunga yang akan anda keluarkan.Â
Kemudian, agar anda memahami konsep down paymen berikut contoh dari DP rumah:
misalkan anda ingin membeli rumah, lalu anda ingin mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR) ke pihak bank. katakanlah harga rumah tersebut 1 M dengan DP yang harus dibayarkan berkisaran 12-20% nan.Â
Jadi, kalau mau beli rumah maka anda harus menyiapkan uang muka sebesar 12-20% atau sekitar 120-200 juta an. jika anda ingin membayar bungan yang tidak terlalu tinggi? maka anda harus mengeluarkan DP yang besar pula untuk mengurangi jangka waktu dalam membayar cicilan.
Trus, Bagaimana Menurut Pandangan Islam?
Dalam ajaran Islam bahwa bunga dan riba tidak di bolehkan dan harus di hindarkan dalam kehidupan sehari-hari dan telah dijelaskan dalam Al-qur'an dan Hadist.
Hukum jual beli dengan uang muka (DP) mayoritas ulama mengatakan tidak sah. Inilah yang menjadi pendapat ulama di kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah dan Syafi'iyyah.Â
Kemudian, Al Khathabi mengatakan : Para ulama berselisih pendapat tentang hal ini, Malik Syafi'I menyatakan ketidaksahannya, karena adanya hadits  dan karena terdapat syarat fasad (rusak) dan Al-gharar (spekulasi),  jual-beli seperti ini termasuk dalam kategori memakan harta orang lain dengan cara bathil.
 Hadits Amru bin Syuaib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa ia berkata:
 Â
Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli dengan sistem uang muka. Imam Maalik berkata : "Dan inilah adalah yang kita lihat --wallahu A'lam- seorang membeli budak atau menyewa hewan kendaraan kemudian berkata, 'Saya berikan kepadamu satu dinar dengan ketentuan apabila saya membatalkan (tidak jadi) membeli atau tidak jadi menyewanya, maka uang yang telah saya berikan itu menjadi milikmu"
kemudian di perkuat dengan QS. An-Nissa ayat 29
 Â
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu"
Referensi:
Down Paymen
https://almanhaj.or.id/2648-hukum-jual-beli-dengan-uang-muka.html Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H