Setiap kali pemilu atau pilkada berlangsung, istilah "serangan fajar" kembali menghiasi pembicaraan publik. Fenomena ini bukan hal baru di Indonesia, namun selalu sukses menjadi topik hangat di berbagai lapisan masyarakat. Tetapi, apakah serangan fajar masih relevan? Ataukah sudah berevolusi dengan cara yang lebih canggih?
Apa Itu Serangan Fajar?
Serangan fajar merujuk pada praktik pemberian uang atau barang oleh oknum tertentu kepada pemilih menjelang hari pemungutan suara. Biasanya dilakukan di waktu dini hari, saat pemilih sedang bersiap-siap menuju TPS. Strategi ini dianggap cara efektif untuk “mengamankan” suara dengan memanfaatkan kebutuhan ekonomi masyarakat.
Evolusi Cara Lama ke Gaya Baru
Jika dulu serangan fajar dilakukan dengan menyelipkan amplop berisi uang atau sembako, kini metode ini mulai bertransformasi. Dalam era digital, beberapa oknum memanfaatkan aplikasi dompet digital, transfer bank, hingga pengiriman pulsa sebagai cara menyuap pemilih. Ini menunjukkan bahwa serangan fajar masih hidup, hanya saja tampil dalam bentuk yang lebih modern.
Namun, apakah semua pemilih mudah tergoda? Jawabannya tidak selalu. Kesadaran masyarakat perlahan meningkat, terutama di kalangan milenial dan Gen Z yang cenderung lebih kritis terhadap isu politik.
Mengapa Serangan Fajar Masih Ada?
Beberapa alasan mengapa serangan fajar sulit diberantas:
1. Kesenjangan Ekonomi: Pemilih yang berada dalam kondisi ekonomi sulit seringkali melihat serangan fajar sebagai bantuan instan yang sulit ditolak.
2. Budaya Transaksional: Politik di beberapa daerah masih kental dengan pola pikir “ada uang, ada suara.”