Mohon tunggu...
Yogi Pradana
Yogi Pradana Mohon Tunggu... -

besar di Mojokerto, penggemar sastra, wayang dan tinggalan masalalu, rajin melaksanakan nilai2 luhur termasuk cuci kaki sebelum berangkat ke warung kopi. lulusan arkeologi UGM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bagaimana Masyarakat Menggunakan Data Arkeologi?

5 November 2016   21:54 Diperbarui: 6 November 2016   08:29 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang Cinderamata di Kawasan Candi Mendut, Magelang (dok.yogi pradana)

Dalam introduksi tentang ilmu arkeologi sering di uraikan bahwa data arekologi terdiri dari artefak, ekofak, fitur, konteks dan sebaran (lihat: Sharer & Ashmore, 1992). Artefak disebut sebagai Objek-objek yang pernah diubah, dibentuk, dan / digunakan oleh manusia sebagai sarana untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, ekofak ialah objek-objek non-artefak yang memiliki relevansi kultural, jenis data ini tidak dibuat oleh manusia, dan kemungkinan juga tidak dimanfaatkan. 

Ekofak dapat memberikan informasi tentang kondisi paleo-lingkungan, jenis diet, atau sumberdaya lain yang pernah dimanfaatkan manusia. Sedangkan fitur memiliki definisi sebagai semua gejala di permukaan ataupun di dalam tanah yang tidak dapat diambil dan/atau dipindahkan tanpa mengalami perubahan, fitur terdiri dari bentukan alami dan bentukan manusia sebagai salah satu hasil budaya. 

Sedangkan konteks adalah susunan hubungan keruangan antar objek di suatu tempat, konteks arkeologi terdiri dari matriks (tanah/lapisan), provenience (posisi), dan asosiasi(hubungan satu objek dengan objek lain). Sedangkan sebaran temuan merupakan bentuk data yang terkait erat dengan dimensi ruang (spatial), mulai satuan ruang yang terkecil (tingkat layer atau kotak) hingga tingkat situs bahkan kawasan.

Telah disebutkan bahwa data arkeologi memiliki aspek ruang, artinya data arkeologi berada pada bentuk dan pola keruangan tertentu, bukan merupakan benda gaib yang tidak kasat mata. Data arkeologi bisa ditemui dimana saja termasuk berada pada lingkungan masyarakat, berinteraksi dengan masyarakat dan menjadi bagian dalam kehidupan mereka. 

Hal ini berkaitan dengan karakter dari data arkeologi itu sendiri, data arkeologi adalah tinggalan budaya yang sudah lepas dari konteks sistem budaya manusia yang telah ditinggalkan yang telah mengalami taphonomic system(terdeposisi) dan ditemukan kembali oleh manusia pada masa sekarang (Yuwono, 2003). 

Artinya, masyarakat menemukan data arkeologi setelah benda itu ditinggalkan oleh pendukung budayanya. Berbagai macam hal dilakukan oleh masyarakat dalam menanggapi data arkeologi di sekitar mereka, biasanya hal-hal yang menyangkut benda purbakala dianggap masyarakat sebagai hal yang aneh bagi mereka sehingga memunculkan anggapan atau gagasan tertentu berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki, tentang masa lampau. 

Dari sinilah mengapa sering muncul cerita-cerita masyarakat dibalik benda-benda arkeologi (data arkeologi) di sekitar mereka, antara lain legenda, cerita rakyat, mitos dan kesan klenik yang mereka percayai. Munculnya pengetahuan masyarakat tentang benda arkeologi di sekitar mereka merupakan hal yang positif untuk pelestarian. 

Pengetahuan masyarakat yang menimbulkan rasa memiliki pada benda-benda arkeologi di sekitar mereka akan membantu keberadaan benda-benda itu, pmberian makna baru pada benda arkeologi dalam CRM merupakan nilai tersendiri dalam strategi pelestarian dan pengelolaan benda arkeologi. 

Dampak positif tumbuhnya rasa memiliki semacam itu adalah kehadiran kesadaran untuk “melindungi” dan “menjaga” situs arkeologis. Apabila masyarakat sudah dapat bertindak sebagai “pelindung” dan “penjaga” situs atau benda cagar budaya, maka hal tersebut merupakan bentuk upaya perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya yang paling efektif dan efisien (Prasodjo 2003:4).

Terkait dengan judul diatas, marilah kita amati beberapa hal yang dilakukan oleh masyarakat dengan data arkeologi. Bagaimana masyarakat menggunakan data arkeologi pada saat ini sepertinya dapat dibagi dalam fungsi yang antara lain: praktis, ekonomis, religius, tradisi dan rekreatif

Penggunaan atau fungsi praktis memiliki artian bahwa masyarakat menggunakan data arekeologi disekitar mereka menurut pengetahuan mereka secara praktis, sebagai contohnya adalah penggunaan benda-benda arkeologi atau data arkeologi untuk mendukung aspek kehidupan mereka. Sebagai contoh antara lain adalah penggunaan artefak-artefak untuk pagar rumah dan batu-batu candi untuk kontruksi bangunan. 

Hal-hal semacam ini dalam ilmu arkeologi berkaitan dengan transformasi data, yaitu perubahan fungsi, bentuk dan penempatan benda arkeologi yang dikarenakan ulah manusia yang disengaja maupun tidak. 

Dari segi ekonomis, data arkeologi digunakan masyarakat untuk menghasilkan materi dalam artian mendukung finansial mereka dengan cara menjual dan mengolahnya. 

Sebagai contoh, dahulu di kawasan situs trowulan masyarakat sekitar sering mengambil bata-bata kuno untuk dijadikan campuran bahan bangunan dan mereka jual ke daerah lain, menurut mereka bahan bangunan yang memanfaatkan bubuk bata kuno dari trowulan akan menghasilkan konstruksi bangunan yang lebih kuat. 

Contoh pemanfaatan dari segi ekonomis lainnya adalah penjualan benda-benda kuno yang kebanyakan merupakan artefak arkeologi.

Penggunaan yang bersifat religius oleh masyarakat terhadap benda arkeologi adalah sebagai sarana mereka untuk beribadah, benda arkeologi yang sebenarnya merupakan dead monument yang sudah keluar dari konteks sistem dan ditemukan kembali oleh arkeolog dan direkontruksi digunakan kembali oleh kelompok masyarakat tertentu untuk beribadah, sebagai contoh adalah candi Mendut dan Borobudur. 

Benda arkeologi ada juga yang masih dalam konteks sistem, yaitu yang tergolong sebagai living monument,disini masyarakat tetap menggunakan menurut  fungsi aslinya, seperti contohnya masjid-masjid kuno, pura di Bali dan kelenteng. 

Dari segi tradisi, benda atau bangunan arkeologi di sekitar masyarakat biasanya juga dimanfaatkan masyarakat untuk keperluan tradisi lokal masyarakat di sekitarnya, contohnya ada pada kompleks atau area yang dikeramatkan di lingkungan tempat tinggal mereka yang biasanya digunakan sebagai tempat untuk menyelenggarakan upacara-upacara tradisi atau sebagai tempat berkumpul untuk selamatan (tradisi bersih desa) yang banyak dijumpai pada masyarakat jawa. 

Dari segi rekreatif, data arkeologi dimanfaatkan masyarakat sebagai tempat untuk melepas penat dan mencari hal baru sebagai sesuatu yang menghibur. Hal ini bisa dilakukan pada bangunan arkeologi yang telah dimanfaatkan sebagai tempat wisata dan tempat diadakannya sebuah pertunjukan seni. 

Demikian antara lain bagaimana cara masyarakat menggunakan dan memanfaatkan data arkeologi yang berada di sekitar mereka. Implikasinya bagi penleiti arkeologi, pemahaman atas  bagaimana masyarakat menggunakan data arkeologi bisa membantu dalam bagaimana memahami pemahaman dan pengetahuan masyarakat/publik atas data dan ilmu arkeologi, diharapkan juga hal seperti ini bisa membawa kajian arkeologi untuk lebih bermanfaat dan go-public.

Pedagang Cinderamata di Kawasan Candi Mendut, Magelang (dok.yogi pradana)
Pedagang Cinderamata di Kawasan Candi Mendut, Magelang (dok.yogi pradana)
Pustaka

Okamura, Katsuyuki & Akira Matsuda (ed). 2011. New Prespectives in Global Public Archaeology. New York: Springer.

Sharer, Robert J. dan Wendy Ashmore. 1992.  Archaeology: Discovering Our Past, second edition. Mayfield Publishing Co., California.

Prasodjo, Tjahjono. 2004. Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi. disampaikan dalam pelatihan pengelolaan sumberdaya arkeologi tingkat dasar di Trowulan, Mojokerto.

Yuwono, J. Susetyo Edy. 2003. Aspek-Aspek Teknis Ekskavasi dalam Kerangka Pemahaman Transformasi Data. makalah pada “Bimbingan Pelatihan Metodologi Penelitian Arkeologi, Puslitarkenas, Yogyakarta”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun