Dusun Gapuro terletak di 3,5 Km sebelah utara sungai Brantas, yang masuk dalam wilayah kecamatan Kemlagi. Beberapa tinggalan arkeologi di wilayah utara sungai Brantas telah dikenal memiliki pertanggalan dari masa pemerintahan Raja Airlangga.
Bahkan prasasti awal setelah Airlangga naik takhta ditemukan di Mojokerto Utara, yaitu prasasti Silet yang berangka tahun 1017 M. Prasasti ini ditemukan di Simongagrok kecamatan Dawarblandong.
Beberapa penemuan arkeologi yang dapat dijadikan untuk memperkuat pernyataan di atas antara lain adalah prasasti Paṇḍān (1042 M), prasasti ini menyebutkan sebuah desa yang bernama Paṇḍān yang mendapatkan anugerah sīma dari Raja Airlangga. Prasasti ini ditemukan di Desa Pandankrajan, Kemlagi yang lokasinya tidak jauh dari Dusun Gapuro, Desa Mojojajar, kurang lebih hanya 1,5 Km.
Prasasti Turunhyang yang juga dibuat pada masa pemerintahan Raja Airlangga menyebutkan bahwa desa Turun Hyang dianugerahi bebas pajak (ditetapkan sebagai sīma) oleh Raja, Prasasti ini ditemukan di Desa Truneng, Kemlagi.
Sekarang kedua prasasti ini disimpan di Museum Majapahit, Trowulan. Kemudian, jika melihat temuan lain yang berada di wilayah utara sungai Brantas banyak ditemukan beberapa tinggalan di kecamatan Kudu, Jombang yang semasa dengan pemerintahan Raja Airlangga.
Beberapa temuan tersebut berupa prasasti yang kemungkinan besar masih berada di lokasinya (in situ), yakni di Desa Katemas, Kudu, Jombang. Prasasti-prasasti itu telah banyak diteliti oleh para ahli, ada 3 buah yaitu prasasti Katemas dan prasasti Kusambyan yang angka tahunnya tidak terbaca dan prasasti Munggut yang berangka tahun1022 M.
Tidak jauh dari Dusun Gapuro Desa Mojojajar, terdapat tinggalan lain yang secara temporal layak untuk dikaitkan dengan temuan baru ini. Yaitu candi Sumur Gantung di Desa Berat Wetan yang masih masuk dalam wilayah kecamatan Kemlagi, lokasinya kurang lebih 1,5 Km sebelah tenggara Dusun Gapuro. Candi ini juga tersusun dari bata merah yang sekarang telah runtuh sehingga terlihat seperti tumpukan bata dalam jumlah banyak namun sumuran candinya masih terlihat.
Di sekitar Candi ini juga ditemukan beberapa tinggalan yaitu struktur berukuran 1 m yang memanjang arah timur-barat, beberapa umpak batu bekas landasan tiang bangunan yang tersebar di pemakaman umum desa, fragmen arca Pramodhawardhanni (Buddha) dan beberapa fragmen keramik cina. Temuan keramik cina itu menurut Watty Yusmaini (Arkeolog Arkenas) saat melakukan survei pada tahun 2014 menujukkan ciri keramik dinasti Sung Utara (10 M), Sung Selatan (11-13 M) Yuan (14 M) Vietnam-Thailand (14-15 M).
Pertanggalan dalam prasasti dan pertanggalan relatif dari beberapa data arkeologi pada wilayah spasial wilayah utara sungai Brantas paling awal adalah sekitar abad 10 M. Kemudian sepertinya wilayah ini tetap dihuni sampai masa selanjutnya. Kesinambungan inilah yang menjadi hal yang menarik. Tentunya hal ini masih harus dibuktikan.
Jadi, berdasarkan pertimbangan spasial pada wilayah utara sungai brantas, masa awal memang seharusnya ditempatkan pada pertanggalan sekitar abad 11 M, pada masa Raja Airlangga.
Raja Airlangga menurut beberapa bukti prasasti terkenal telah melakukan beberapa usaha dalam memperluas wilayah dan melakukan pengaturan terhadap wilayahnya. Raja ini banyak melakukan pengaturan wilayah yang berhubungan dengan daerah sungai.