Mohon tunggu...
Yogie Pranowo
Yogie Pranowo Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Jakarta

Lahir di Jakarta pada tanggal 8 Juli 1989. Kemudian lulus dari magister Filsafat di Stf Driyarkara tahun 2017. Buku yang sudah terbit antara lain: Perempuan, Moralitas, dan Seni (Ellunar Publisher, 2018), dan Peran Imajinasi dalam Karya Seni (Rua Aksara, 2018). Saat ini aktif menjadi sutradara teater, dan mengajar di beberapa kampus swasta, serta menjadi peneliti di Yayasan Pendidikan Santo Yakobus, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menjadi baik

10 September 2020   11:50 Diperbarui: 10 September 2020   11:53 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat kita bangun dari tidur, kita menghirup nafas kehidupan yang baru. Sejak saat itu pula kita dihadapkan pada pilihan-pilihan. Untuk langsung mandi ataupun melihat notifikasi di hp pun adalah pilihan yang harus kita ambil. Di lain kesempatan, bahkan kita seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit dan tak mengenakkan. Inilah resiko bagi kita yang dikaruniai kehendak bebas. Sebab persis disitulah perbedaan kita dengan makluk yang tak berakal budi.

Menjadi baik adalah pilihan. Saya percaya, kita semua adalah pribadi yang baik dengan cara kita masing-masing. Apakah ada orang baik yang baik disepanjang hidupnya? Saya rasa tidak ada. Mengapa demikian? Karena kita adalah makluk yang rapuh. Namun seringkali kita menolak kerapuhan itu dengan bersikap sombong dan arogan. Kita merasa lebih hebat dari yang lain, kita merasa lebih unggul dari yang lain, dan kita melihat orang lain sebagai lawan dalam pertarungan hidup.

Hidup bukanlah untuk bertarung, tetapi hidup adalah untuk melayani. Kita semua adalah pelayan sang Pencipta. Kita adalah ciptaan yang notabene dicintai dan dikasihi. Maka penolakan akan seseorang adalah sebuah bencana. Bagaimana mungkin kita yang adalah sama sama ciptaan menolak kehadiran yang lain hanya karena satu dan dua aspek yang mungkin tidak terlalu esensial? Itu terjadi tak lain karena kita hidup dalam bayang-bayang arogansi semu.

Hidup yang arogan membuat kita jatuh kepada kecemasan dan tidak pernah puas. Kita takut orang lain menjadi lebih baik dari kita. Kita cemas, kalau orang lain tidak lagi percaya dengan kita. Di titik ekstrim tertentu, kita takut kehilangan orang-orang yang kita cintai hanya karena alasan-alasan yang sebenarnya hanya ada di pikiran  kita saja. Oleh karena itu, tak heran kalau kita sering menjatuhkan orang lain demi mendapatkan sesuatu yang kita inginkan.

Hidup itu untuk selalu bersyukur dan bukan untuk bertarung. Apa yang menyebabkan seseorang menemukan kebahagiaannya? Dan apa yang menyebabkan seseorang tidak pernah bahagia dalam hidupnya? Tak lain adalah seberapa dalam ia memaknai rasa syukur dalam hidupnya. Ada seseorang yang dalam hidupnya selalu dimudahkan. 

Apa yang ia inginkan selalu terpenuhi. Namun dalam kecukupan hidup yang mentereng seperti itu, ia tidak bahagia. Mengapa? Karena ternyata ia tidak memperoleh kebebasan seperti orang lain pada umumnya. 

Ada tuntutan lain yang dituntut dalam dirinya, dalam keseluruhan hidupnya. Ia menjadi hamba atas pundi-pundi ketercukupannya itu. Depresi tentu saja menghantui orang seperti ini kemanapun ia pergi. Maka tidak pernah bisa kita membandingkan hidup kita dengan hidup orang lain, karena tentu saja akan sia-sia. Kita tidak akan mendapatkan apa-apa dengan membandingkannya.

Maka, marilah kita terus bersyukur untuk semua kebaikan yang telah kita lakukan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Siapapun kita, apapun latar belakang kita, ingatlah, kebaikan harus diatas segala-galanya. Tentu saja kebaikan bagi sebanyak mungkin orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun