Pasal 10A
Dalam rangka pengadaan barang/jasa, Pengguna Anggaran bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pasal 10a Permendagri Nomor 21 tahun 2011 yang merupakan perubahan kedua dari Permendagri 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah dimana kedudukan PA dalam hal pengadaan barang/jasa bertindak langsung sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) menimbukan persoalan yang pelik, dapat kita ketahui dalam Pasal 12 Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah secara tegas mengatakan bahwa syarat seseorang menjadi PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) adalah tidak menjabat sebagai pengelola keuangan. Dalam Perpres 54 tahun 2010 tersebut bahwa kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah terdapat bentuk pemisahan tugas pokok dan fungsi antara PA dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), hal ini dapat dipandang dari segi netralitas seorang PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa, selain itu seorang PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) memiliki tanggung jawab melaporkan hasil pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah kepada PA/KPA yang menetapkan dirinya sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
Kedudukan PA sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) seperti yang tertuang Pasal 10a Permendagri Nomor 21 tahun 2011 tentang perubahan kedua dari Permendagri 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, dirasa sangat bertentangan dengan perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Seharusnya ada kajian yurudis yang jelas dari pemerintah dalam hal pembentukan sebuah peraturan. Selain itu sanksi tegaspun tidak mengatur apabila terjadi pelanggaran pada Pasal 10a Permendagri 21 tahun 2011. Menurut I.C van der Vliesdi asal dalam pembentukan sebuah peraturan terbagi menjadi 2 (dua) yaitu asas formal dan asas materil, dalam asas materil pembentukan sebuah peraturan salah satunya adalah Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel) terjadinya tumpang tindih peraturan dalah proses pengadaan barang dan jasa akibat dibunyikannya Pasal 10a Permendagri 21 tahun 2011 juga dirasa bertentangan dengan Asas kepastian hukum, hukum dipandang menjadi tidak pasti karea adanya dua atauran yang bertentangan. Dipandang dari segi hierarki peraturan, menurut Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Soerjono Soekanto, bahwa dikenal ada 6 (enam) asas dalam pembentukan sebuah peraturan yang salah satunya Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula. Begitu pula dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah kedudukan peraturan menteri dalam negeri (Permendagri) seharusnya berada dibawah Peraturan Presiden (Perpres) karena dipandang dari kedudukan penguasa/pejabat yang lebih tinggi, maka dari itu harusnya aturan mengenai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) tidak boleh bertentangan dengan syarat PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang telah diatur dalam Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Untuk menetapkan seorang sebagai menjabat sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam suatu SKPD harus mengacu pada pasal 12 Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang /jasa. Apabila satu syarat tidak dipenuhi maka seseorang tentunya tidak dapat ditunjuk untk menjadi seorang PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) selain itu bilamana terdapat seorang yang ditunjuk untuk menjabat sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) tidak berdasarkan aturan dalam pasal 12 Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010 seharusnya dinyatakan tidak cakap untuk ditetapkan menjabat sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Kita ketahui bahwa tugas PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) salah satunya adalah penandatanganan kontrak atau perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah. Kaitan kontrak atau perjanjian tidak dapat dipisahkan pada ketentuan pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata (Burgerlijk Wetboek)yang secara tertulis mengatakan syarat sah sebuah perjanjian antara lain :
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
Penjelasan : Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum
3.      Suatu hal tertentu
Penjelasan : Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya