Sementara yang terjadi di lingkungan perpajakan menunjukkan adanya perkembangan kehidupan masyarakat, baik sosial, budaya, ekonomi, dan politik mengalami perubahan yang sangat cepat, fundamental bahkan terkesan tidak beraturan, terkadang merusak tatanan yang ada atau yang sering disebut era disruption.
Mengingat undang-undang perpajakan merupakan komitmen politik dan mencerminkan hubungan interdependensi antara negara dan rakyat, maka hal yang harus mendapat perhatian adalah bagaimana merumuskan undang-undang yang membangun pola hubungan dinamis dan konstruktif sebagai landasan membangun legitimasi dan kepercayaan masyarakat terhadap negara di bidang perpajakan. Â
Selain itu, karena negara juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hubungan perpajakan internasional maka undang-undang pajak yang dirumuskan juga mampu menciptakondisikan terhadap daya saing guna mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan inklusif. Â Dalam konteks ini, maka perlu dipertimbangkan regulatory costs dari suatu peraturan perpajakan yang harus ditanggung, baik oleh wajib pajak maupun pemerintah
- Transformasi Kelembagaan dan Struktur OrganisasiÂ
Kelembagaan perpajakan keberadaannya merupakan amanat konstitusi Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Â Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab bersama terutama pemerintah untuk menjadikan Lembaga perpajakan ini efektif dan efisien untuk melaksanakan misinya dalam menghimpun penerimaan pajak sebagai kontributor utama penerimaan negara. Â Efektifitas Lembaga perpajakan akan ditentukan oleh bagaimana desain struktur organisasi dan bagaimana terminologi nomenklatur diformulasikan. Â
Struktur organisasi yang dibuat seharusnya memperlihatkan benang merah (vertikal) mulai dari kantor pusat, kantor wilayah, kantor pelayanan pajak sampai ke unit terendah yang ada di desa (bila diperlukan) dan menggambarkan gradasi tugas dan fungsi. Â Begitu pula pembentukan unit vertikal seyogyanya disesuaikan dengan sistem pemerintahan sebagaimana diatur dalam UUDNRI 1945 sehingga mampu menciptakan collaborative governance yang dapat menghasilkan collaborative innovation. Dengan demikian, kebijakan dan administrasi perpajakan menjadi lebih responsif, adaptif dan kredibel, dan mampu menghasilkan evidence-based tax policy.
- Transformasi Sumber Daya Manusia (SDM)
ssue yang paling utama terkait SDM adalah mentransformasikan human resources menjadi human capital. Â Dalam rangka menuju human capital diperlukan budaya organisasi yang berintegritas, professional, bersinergi, inovatif, responsif dan melayani. Budaya organisasi tersebut hanya bisa terwujud apabila setiap anggota organisasi memiliki karakter yang kuat yang dapat dilihat dari sikap bertanggung jawab, dan jiwa korsanya. Â Oleh karena itu, pelatihan yang berjenjang dan berkelanjutan harus dilakukan oleh organisasi dan diberikan secara terbuka bagi seluruh pegawai.
- Transformasi Teknologi Informasi dan Database
Desain arsitektur TI harus memperhatikan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dan dalam waktu yang singkat, maka sistem TI perpajakan harus agile (tangkas) sehingga mampu (1) mengindentifikasi masalah dan/atau peluang, (2) bergerak menindaklanjutinya, dan (3) melakukan keduanya secara iteratif (terus menerus) tanpa henti dan dengan periode yang singkat. Adapun penyempurnaan yang dapat dilakukan, antara lain melalui: a) streamlining operasional perpajakan, b) meningkatkan sekuritas/keamanan, c) meningkatkan kapasitas/ kemampuan analisis, dan d) membangun pendekatan kepatuhan yang lebih baik.
- Infrastruktur dan Anggaran
Infrastruktur dan anggaran merupakan variabel pendukung dilihat dari perspektif visi misi Lembaga perpajakan namun keberadaannya sangat menentukan terhadap jalannya organisasi. Â Tanpa adanya dukungan yang memadai terhadap infrastruktur dan anggaran maka jangan pernah berharap organisasi bisa berjalan sesuai yang direncanakan dan berkinerja secara maksimal. Â Dalam perpajakan, biaya (anggaran dan infrastruktur) yang dipergunakan untuk kegiatan operasional organisasi perpajakan guna mendapatkan penerimaan pajak sesuai dengan yang ditargetkan dikenal dengan istilah Cost Collection. Tidak ada formula yang baku dan dapat dijadikan acuan oleh suatu negara termasuk Indonesia untuk menentukan besaran cost collection namun lebih ditentukan oleh political will suatu negara.Â
Kesimpulan
Pada akhirnya, semua reformasi perpajakan melalui tranformasi: a) kebijakan perpajakan, b) kelembagaan/struktur organisasi, c) SDM, d) teknologi informasi (termasuk juga sistem data), dan e) infrastruktur serta anggaran, harus dapat mendorong kepercayaan masyarakat yang akan meningkatkan tax legitimacy, sehingga akan tercipta kepatuhan kewajiban Perpajakan yang pada akhirnya akan mendorong ketahanan penerimaan pajak yang berkelanjutan dan inklusif. Karena aktivitas-aktivitas ekonomi merupakan sumber-sumber penerimaan negara baik dari sektor perpajakan maupun non perpajakan, dan potensi penerimaan negara akan bergantung pada aktivitas ekonomi masyarakat, maka kebijakan perpajakan harus didisain mengacu pada evidence-based tax policy yang memperhatikan keseimbangan antara suistainable and tax revenue productivity.
Referensi
- DDTC Working Paper: Inovasi Kebijakan Penerimaan Negara dalam Dynamic Disruption, 2021
- John Brondolo, Carlos Silvani, Eric Le Borgne, and Frank Bosch: Tax Administration Reform and Fiscal Adjustment: The Case of Indonesia (2001-07) : 2008