Sejak beberapa bulan yang lalu Rusia resmi melakukan operasi militer di Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin juga telah mengakui kemerdekaan separatis di Timur Ukraina. Sebagai tanggapan atas ancaman invasi Rusia tersebut Ukraina memberlakukan status darurat nasional. Peristiwa tersebut merupakan puncak konflik sejak tahun 2014 yang pada saat itu terjadi peristiwa aneksasi Krimea.
Konflik antara Rusia dan Ukraina tersebut tidak hanya terbatas pada konflik bersenjata, melainkan juga peperangan pada berbagai sektor, oleh karena itu hal tersebut menyebabkan banyak dampak bagi berbagai negara, tidak terkecuali Indonesia. Hal itulah yang membuat Indonesia tidak tinggal diam dalam mengatasi masalah-masalah tersebut,Â
namun dalam mengambil keputusannya pemerintah tidak boleh sembarangan dan harus tetap berpegang teguh dengan konstitusi dan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Jika melihat pada pembukaan konstitusi negara Indonesia berisi bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.Â
Pada alinea ke-4 pembukaan UUD 1945 juga disebutkan bahwa bangsa Indonesia ikut menciptakan perdamaian dunia. Oleh karena itu, keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah haruslah mengedepankan keadilan dan perdamaian antara kedua belah pihak karena bagaimanapun bangsa Indonesia tidak akan pernah membenarkan berbagai bentuk penjajahan agar perdamaian dunia dapat tetap terjaga.
Indonesia juga tidak boleh menganggap enteng konflik antara Rusia dan Ukraina, karena konflik tersebut dapat memberikan dampak pada stabilitas kawasan Asia, salah satunya di laut China Selatan.Â
Menurut Profesor Ginandjar Kartasasmita ada beberapa alasan mengapa kepentingan nasional Indonesia adalah menghentikan konflik antara Rusia dan Ukraina, yang pertama adalah karena perang dan sanksi ekonomi telah menyulitkan ekonomi Indonesia dan negara-negara ASEAN yang lainnya.Â
Kedua, konflik antara Rusia dan Ukraina berpengaruh terhadap posisi Presidensi Indonesia di forum G-20. Ketiga, risiko kenaikan harga pupuk, gandum, jagung, minyak dan gas yang telah melambung tinggi akibat konflik antara Rusia dan Ukraina.Â
Dan perlu diketahui Rusia merupakan produsen gandum terbesar dunia bersama Ukraina. Duta besar Republik Indonesia untuk Singapura, Suryopratomo berpendapat bahwa dukungan Indonesia terhadap resolusi Majelis Umum PBB dalam menyikapi invasi Rusia ke Ukraina merupakan langkah yang sudah sesuai dengan konstitusi dan UUD 1945 karena mengedepankan upaya perdamaian dan mendukung bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa.Â
Namun menurut pengamat militer dan pertahanan keamanan, Connie Rahakundini Bakrie berpendapat bahwa konflik Rusia-Ukraina merupakan upaya Vladimir Putin untuk membangun keseimbangan dunia yang baru, keseimbangan dunia yang baru tersebut dibuat agar satu kepentingan tidak mengganggu kepentingan lainnya. Connie juga berharap agar Indonesia dapat tampil secara tegas dalam berdiplomasi dan juga secara militer agar dapat mewujudkan perdamaian dunia.
Menurut dosen hubungan internasional  Universitas Diponegoro, Marten Hanura sanksi dunia kepada Rusia akan memberikan dampak yang besar bagi negara-negara yang lain. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan diplomasi secara multitrack dalam menenangkan ketegangan dan mendukung upaya perdamaian dalam konflik tersebut.Â
Persatuan bangsa dan semangat patriotisme juga perlu ditingkatkan agar bangsa Indonesia dapat tetap bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan.