[caption id="" align="aligncenter" width="550" caption="Sumber : http://www.crunchyroll.com/anime-news/2013/11/14/video-doraemons-first-3dcg-film-stand-by-me-doraemon-teaser"][/caption] Pesan ini tulus saya sampaikan dengan tidak ada tendensi kepentingan apa pun. Saya sudah menyaksikan sendiri film Stand By Me (SBM) Doraemon yang ternyata dalam alur ceritanya banyak berisi konten-konten yang seharusnya tidak diperuntukkan bagi anak-anak. Film (SBM) Doraemon pada dasarnya diangkat dari beberapa cerita di serial komik Doraemon. Inti dari cerita ini tetap mengisahkan seorang Nobita yang selalu membutuhkan bantuan dari Doraemon, robot kucing ajaib yang bisa mengeluarkan alat apapun yang diminta oleh Nobita. Memang ditengah film, terlihat ada jalan cerita yang ingin dibangun bahwa Nobita harus bisa mandiri tanpa bantuan Doraemon. Dikisahkan bahwa ketika Doraemon diprogram harus kembali lagi ke masa depan ketika telah berhasil membuat Nobita bahagia. Sayangnya jalan cerita positif yang berusaha dibangun itu langsung runtuh di akhir film. Nyatanya Doraemon dapat kembali lagi karena sebuah alat yang sengaja ditinggalkan oleh Doraemon untuk Nobita. Bagi saya jalan cerita seperti ini bisa memberikan preseden buruk bagi anak-anak. Menjadi semakin buruk karena dalam film ini justru mengeksplorasi kisah percintaan antara Nobita dan Shizuka. Bayangkan saja, di film ini Nobita yang digambarkan sebagai anak SD, ternyata sudah mendambakan ingin menikah dengan Shizuka. Nobita ingin melakukan apapun demi menikah dengan Shizuka. Termasuk merubah jalannya masa depan melalui bantuan Doraemon. Sebelumnya dikisahkan bahwa di masa depan Jaiko (adik Giant) lah yang menjadi istri dari Nobita. Di tengah film terungkaplah bahwa yang menjadikan Nobita bahagia sekaligus menjadi syarat agar Doraemon dapat kembali ke masa depan adalah berubahnya masa depan, dimana Nobita berhasil menikahi Shizuka. Selain itu, saya semakin miris ketika film ini ternyata mempertontonkan adegan-adegan yang sepatutnya tidak dikosumsi oleh anak-anak, seperti : 1. Nobita membuka rok Shizuka dengan sengaja. (Bagi orang dewasa yang sudah menonton film ini tentu pasti mengerti bahwa ada maksud tersembunyi yang baik yang coba untuk dibangun. Tapi apakah maksud tersembunyi ini bisa ditangkap oleh anak-anak? Tentu tidak!) 2. Shizuka bercerita kepada ayahnya tentang 'kegalauan'nya karena akan menikah dengan Nobita. Saya yakin percakapan antara Shizuka dan ayahnya ini tidak akan dimengerti oleh anak-anak. Karena memang percakapan ini ditujukan bagi orang dewasa. 3. Nobita berkelahi dengan Giant untuk membuktikan diri bahwa Nobita bisa mengalahkan Giant tanpa bantuan Doraemon. Bagi saya adegan ini termasuk adegan bullying yang lagi-lagi memberikan preseden buruk bagi anak-anak. Sekali lagi, mungkin bagi orang dewasa maksud tersembunyi yang ingin ditunjukkan dalam adegan ini pasti dapat dipahami. Tapi tidak bagi anak-anak. Saya ingin sampaikan kembali bahwa mungkin kebanyakan dari kita terlebih para orang tua salah menangkap bahwa film (SBM) Doraemon memang diperuntukkan bagi anak-anak karena ada karakter kartun yang sangat disukai anak-anak. Padahal mungkin sasaran audience yang dimaksudkan oleh pembuat film ini adalah kalangan dewasa. Kalangan dewasa disini adalah anak-anak yang dulunya mengidolakan tokoh-tokoh dalam film kartun Doraemon, namun sekarang sudah beranjak dewasa dan ingin bernostalgia dengan masa kecilnya. Jadi film ini, lebih tepatnya ditujukan bagi generasi 90an. Sekali lagi bukan untuk anak-anak. Sungguh, jika bapak/ibu, saudara/i sekalian memang belum bisa mempercayai himbauan ini, lebih baik silahkan dibuktikan dengan menonton sendiri tanpa mengajak anak-anak terlebih dahulu. Saya kembalikan kepada bapak/ibu dan saudara/i untuk menilai. Disisi lain, saya menyesalkan Lembaga Sensor Film (LSF) yang meluluskan film ini untuk kalangan semua umur. [caption id="attachment_342740" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.lsf.go.id/film.php?module=sensor&sub=detail&id=250323"]
Padahal jelas dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman menyatakan bahwa:
Perfilman bertujuan:a.terbinanya akhlak mulia; b. terwujudnya kecerdasan kehidupan bangsa; c. terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa; d. meningkatnya harkat dan martabat bangsa; e. berkembangnya dan lestarinya nilai budaya bangsa; f. dikenalnya budaya bangsa oleh dunia internasional; g. meningkatnya kesejahteraan masyarakat; dan h. berkembangnya film berbasis budaya bangsa yang hidup dan berkelanjutan
Jika memang sedari awal pihak LSF mengerti bahwa film ini memang tidak ditujukan bagi anak-anak, seharusnya tidak diberikan label untuk kalangan semua umur karena tersedia beberapa opsi seperti yang dijelaskan pada Pasal 28 PP No. 18 Tahun 2014 Tentang LSF yang berbunyi :
(1) Â Film dan iklan film yang sudah selesai disensor digolongkan ke dalam usia penonton film sebagai berikut:
a. untuk penonton semua umur;
b. untuk penonton usia 13 (tiga belas) tahun atau lebih;
c. untuk penonton usia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih; dan
d. untuk penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.
(2)  LSF menetapkan kelayakan film dan iklan film ke dalam penggolongan usia penonton sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Saya berharap bahwa LSF segera merevisi label tersebut. Sejalan dengan itu, saya berharap bahwa para orang tua bisa lebih selektif dalam memilihkan tontonan bagi putra/i nya. Anak adalah kebanggaan keluarga sekaligus aset terbesar bagi regenerasi Bangsa. Tumbuh-kembangnya sangat dipengaruhi dari apa saja yang pernah ia lihat dan dengar. Apalagi anak adalah si peniru ulung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H