Mohon tunggu...
Yogaswara F. Buwana
Yogaswara F. Buwana Mohon Tunggu... Freelancer - Pemikir Bebas

Manifesto Kaum Bodo Amat

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Malam Itu, 24 September 2019 dalam Gegap Gempita

29 Maret 2023   06:40 Diperbarui: 29 Maret 2023   06:45 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seorang penulis berjalan melangkah ke stasiun
Dia bahagia sekali karena hari itu sang penulis akan menjadi saksi sebuah peristiwa bersejarah
"Perjuangan membela rakyat", mulutnya berucap
Sementara itu di sekitar kampus, banyak coretan berbunyi "Kuliah Pindah ke DPR, Kosongkan Kampus !"
Dan rombongan mahasiswa baru, yang masih terkesan dengan orasi para seniornya di Ospek, dengan semangat gelora 98, berangkat gembira untuk melakukan aksi di depan gedung DPR
Tentu saja dengan almamater kuning kebanggaan mereka

Saat siang hari, menjelang berangkat ke gedung DPR, sang penulis menyaksikan mereka dari dalam bus kuning
Sang penulis berharap, malam nanti, dia bisa menemui para rombongan mahasiswa baru itu
Namun, hari ini, dia wajib mengikuti kuliah siang
Karena baginya, perjuangan akan sia-sia kalau tidak diimbangi kewajiban
Sang penulis percaya bahwa "Unjuk Rasa harus Dilakukan Apabila Keadaan Terpaksa", bukan karena sekedar hobi

Tanggal 24 September 2019, sang penulis berangkat menggunakan KRL dari stasiun UI menuju Stasiun Palmerah
Terlebih dahulu dia transit di Stasiun Tanah Abang
Di dalam KRL, terlihat sangat penuh mahasiswa, yang juga berangkat menuju gedung DPR
"Perjuangan 98 ini ?", katanya dalam hati
Entahlah, dan tempat duduk di KRL pun terlihat semakin mengecil

Ketika sampai di Palmerah, sang penulis menyaksikan massa mahasiswa berimbun di jalanan
Sepertinya itu cukup jauh dari gedung DPR
Berapa jumlah mereka ?, tidak tahu, siapa yang mau menghitungnya ?
Dan penulis turun tepat di Stasiun Palmerah yang penuh dengan warna-warni almamater kampus se-jabodetabek

Beberapa mahasiswi yang kembali dari aksi terlihat letih
Mereka bersandar di tembok-tembok stasiun
Mungkin mereka tidak menyangka akan menjadi saksi sebuah aksi sebesar ini
Dan sang penulis belum tahu seperti apa suasana aksi di luar, karena sang penulis baru saja turun dari KRL
Lalu, sang penulis melihat pasta gigi membalut bagian bawah mata para mahasiswa yang baru saja kembali dari aksi
Ternyata, itulah cara mereka bertahan dari guyuran gas air mata

Para mahasiswi yang kelelahan di stasiun saling bercengkrama atau berbincang
Kemudian, mereka saling menguatkan apabila ada yang berputus asa
Sang penulis semakin penasaran kondisi di luar stasiun
Dengan menyusuri lantai stasiun, dia melangkah keluar
Terlihatlah kumpulan massa mahasiswa yang berjumlah besar masih bertebaran disana

Kaki sang penulis terus melangkah menuju gedung DPR
Berikutnya, sang penulis melihat truk-truk tentara yang mulai beranjak pergi dari lokasi aksi
Truk-truk itu mendapat sambutan hangat dari mahasiswa
Dan tentara yang duduk di atas truk-truk tersebut tersenyum-senyum sambil melambaikan tangan ke arah mahasiswa
Sorak-sorai massa mahasiswa terdengar riuh, seperti situasi pasca pembebasan kota di dalam film-film heroik yang sering kita saksikan di depan laptop

Sang penulis berjalan terus ke depan
Hari telah gelap, dan ibadahpun telah dilakukan
Sang penulis semakin penasaran, dan kakinya masih berjalan menuju arah gedung DPR
Akhirnya terlihat lah massa mahasiswa berkumpul dengan gegap gempita, malam itu

Tiba-tiba, ada sebuah sinar warna merah meluncur di balik gerbang gedung DPR
Sang penulis mengira itu peluru, namun kata orang, itu bukan peluru, akan tetapi pertanda gas air mata akan ditembakkan
Dan ternyata benar, gas air mata meluncur dari balik pagar
Baunya sangat menyengat, hingga banyak massa mahasiswa susah untuk mengambil nafas
Mata pun terasa pedih oleh angin yang membawanya terbang
Katanya ada juga mahasiswa yang pingsan, dan sang penulis lari untuk mencari ruang bernafas

"Jangan lari !",teriak seorang mahasiswa dari belakang
"Jangan pergi !, kembali !", teriak yang lain
"Jangan pengecut !", teriak satunya lagi
Beberapa mahasiswa berhenti ketika mendengar teriakan itu, dan beberapa lagi tetap lari
Sang penulis lari bukan karena sang penulis pengecut, namun sang penulis lari, karena sang penulis ingin mengambil nafas, bukan pasrah tergeletak merdu di jalanan hanya untuk mendapatkan pujian sebagai pemberani
Bayangkan, dalam kondisi sesak, sang penulis harus berebut nafas dengan banyak orang disana
Apabila sang penulis tidak lari, itu namanya tindakan bodoh

Sang penulis lari ke arah palang pintu kereta api
Sang penulis mengambil nafas, namun sisa bau menyengat khas gas air mata, masih berhamburan di udara
Sang penulis kemudian memutuskan pergi ke depan gedung Gramedia Kompas Palmerah Selatan yang terlihat masih cukup sepi
Selanjutnya sang penulis menghubungi temannya, dan sang teman beberapa lama kemudian datang menghampiri
Teman sang penulis tersebut bercerita, bahwa dia sempat menemukan seorang mahasiswi yang pingsan saat berlari tadi, lalu dia mengangkat mahasiswi yang pingsan itu menjauh dari lokasi aksi
Di tengah jalan, ada mahasiswa yang mengatakan "Bang itu kawan kami, terimakasih telah menyelamatkan kawan kami ya bang !"
Lalu teman sang penulis itu, menyerahkan mahasiswi yang dia angkat, kepada orang yang mengatakan kawannya tadi
Selanjutnya, sang penulis berkata ke teman itu "Dia itu orang, bukan barang, ada-ada saja !"
Dan sang teman berkata "situasi sangat gawat, almamater mereka kan sama, jadi percaya saja"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun