Mohon tunggu...
Yoga Permana Sukma
Yoga Permana Sukma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Jember

Mahasiswa yang ingin kritis terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sederet Dampak PPN 12 Persen: Perlukah Khawatir?

20 November 2024   06:37 Diperbarui: 21 November 2024   20:24 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: SEKI, Bank Indonesia, diolah

Arah Kebijakan Moneter di Era Peningkatan PPN 12 Persen

Diprediksi Bank Indonesia akan cenderung menurunkan suku bunga mengikuti arah pergerakan Fed Fund Rate. Menurut laporan "Dot Plot" yang berisi pandangan 19 anggota menunjukkan bahwa 10 dari 19 anggota FOMC the Fed menginginkan pemangkasan 50 Bps di akhir tahun 2024. Suku bunga acuan The Fed berkisar antara 4.2-4.5 persen. Sementara itu untuk 2025, The Fed memproyeksikan suku bunga berada di 3,4%. Angka ini mengindikasikan adanya pemotongan 100 bps atau 1%.

Sumber: Bank Indonesia, Trading Economics, diolah
Sumber: Bank Indonesia, Trading Economics, diolah

Secara umum, Bank Indonesia diprediksi akan merespon penurunan FFR dengan menurunkan suku bunga BI rate setidaknya 25-50 Bps di akhir tahun 2024 seiring dengan tren angka inflasi yang telah berada di targetnya. Begitupun juga di tahun 2025, BI diprediksi akan menurunkan kembali suku bunga. Penurunan suku bunga dirasa dapat meningkatkan aktivitas belanja masyarakat serta mampu menjadi insentif investasi bagi para pengusaha. Hal ini mengimplikasikan bahwa interaksi kebijakan bersifat fiskal lebih ketat dengan moneter yang lebih longgar. 

Meskipun demikian peningkatan PPN 12 persen sebaiknya perlu diiringi dengan pemberian stimulus investasi sehingga pengusaha dapat memberikan peningkatan upah bagi pekerja. Lebih lanjut, pemerintah juga perlu mempertimbangkan ulang pengenaan PPN 12 persen pada produk tekstil dan garmen khususnya industri dalam negeri yang saat ini mengalami kelesuan bahkan kebangkrutan massal akibat menurunnya permintaan konsumen. Hal ini perlu dilakukan supaya industri tekstil dalam negeri tetap mempunyai daya saing baik dalam negeri maupun luar negeri. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun