Mohon tunggu...
Yoga Suganda
Yoga Suganda Mohon Tunggu... Lainnya - Abdi Negara

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 23 September

29 September 2018   20:32 Diperbarui: 29 September 2018   20:48 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

2. Kolaborasi. Selama ini yang ada di ingatan, pendekatan damai yang dilakukan suporter adalah topdown, dari atas/kalangan pemimpin suporter ke massa yang  banyak di bawah (grass root). Kalangan "elit" tersebut, antarmereka yang bermusuhan, bisa "haha hihi", sementara kalangan akar rumput saling berteriak "kalian harus mati!"

Kolaborasi topdown dan bottomup jelas dibutuhkan. Pertemuan selanjutnya haruslah melibatkan koordinator wilayah di perbatasan. Mereka yang terbilang jauh dari garis batas kota Jakarta dan Bandung, atau Surabaya dan Malang, misalnya harus dipertemukan. Sampaikan berita perdamaian itu dengan sukacita dan penuh energi positif. Media massa dan media cetak jelas punya peran besar mengabarkan hal ihwal damai ini.

3. Komitmen. Seperti halnya mengubah gebetan menjadi tunangan, komitmen perdamaian ini jelas sangat diperlukan. Komitmen bertemu dan melakukan konsolidasi, komitmen untuk saling bertukar pesan positif, komitmen untuk saling membunuh energi negatif, komitmen untuk melarang keras koreo dengan visual kekerasan atau chant bernada pembunuhan, dan seterusnya. Rawat perdamaian ini dengan melibatkan semua korwil, semua distrik, semua sezione, semua garis perbatasan kota. 

Komitmen di perbatasan dan luar daerah sangat vital, dan bisa dengan melibatkan suporter tuan rumah. Merasa kesulitan? Bisa dimulai dengan memetakan dan mempublikasikannya secara luas, hingga ruang gerak provokator semakin sempit. Organisasi suporter pasti mengenal wilayah dan anggota mereka sendiri. Ajak dan libatkan mereka di proyek besar ini.

4. Libatkan elemen suporter lain.

Berkali-kali momentum akhirnya terlewat begitu saja dengan tagar atau aksi seribu lilin. Bergerak dan berdamailah bersama-sama dari Bandung 23 September. Libatkan Aremania -- Bonek, dan sebagainya.

5. Libatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat.

Isu kerusuhan dan kekerasan dalam sepakbola jelas menjadi isu nasional, gaungnya pun jelas harus melibatkan tokoh di daerah, utamanya daerah yang berpotensi terjadi gesekan antarsuporter. Tokoh masyarakat melalui pendekatan informal maupun kultural, tokoh agama melalui pendekatan spiritual.

6. Federasi dan government harus membuat regulasi yang memungkinkan untuk menjerat pelaku/oknum yang menebar kebencian di dua dunia; maya dan nyata. Tak hanya itu, klub bisa diwajibkan untuk memiliki suporter yang tidak memiliki rivalitas berlebihan. Terkesan otoriter? Tindakan preventif memang terkadang harus represif. Karena jika dibiarkan, nyawa pemuda Indonesia yang dipertaruhkan.

7. Kreativitas

Kreativitas sangat bisa dimanfaatkan dalam proses jangka panjang perdamaian. Misalnya pertandingan sepakbola dengan melibatkan kedua suporter kedua kesebelasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun