Mungkin sekilas tulisan saya berikut ini akan terasa vulgar dan kurang beretika dimata anda. Tapi percayalah, tampaknya ini penting untuk saya tulis. Berikut ini adalah analogi tentang “mantan pacar” sebagai sebuah pengantar sebelum kita memasuki sajian utama mengenai tema keperawanan yang akan saya tulis.
Mantan pacar ?, anda tahu artinya “mantan pacar” di jaman sekarang?
Kemungkinannya apabila dilihat dari sisi negatif selain dapat berarti seseorang yang pernah berbagi kasih sayang, mungkin “mantan pacar” itu parahnya bisa berarti juga (maaf) orang yang pernah berhubungan seks, atau minimalnya sudah pasti orang yang berciuman, pernah jalan bareng, sampai sekedar berpegangan tangan dan berdua-duaan dengan pacarnya.
Sekilas kalau kita mendengar sebuah frasa yang terdiri dari dua suku kata “mantan pacar”, tentu biasa saja bukan ?. Sekarang bagaimana kalau ditambah sebuah kata lagi menjadi “mantan pacar kekasih anda”. Tentu jika benar “mantan pacar kekasih anda” itu berada dihadapan muka anda, tiba-tiba saja akan timbul perasaan yang sedikit menggangu, bisa saja perasaan cemburu, bisa saja sakit hati, iri bahkan dendam dan berbagai kecamuk perasaan lainnya.
Saya pribadi dengan jujur bahwa ketika mengimajinasikan “mantan pacar kekasihku”. Walaupun pada kenyataan mantan pacar kekasihku tersebut tidak melakukan hal-hal yang bisa merusak kesucian kekasih (orang yang paling kita cintai), itu sudah cukup membuat hati saya terbakar.
Lain halnya apabila saya mengimajinasikan dengan “mantan suami kekasihku” walau sekalipun “mantan suami kekasihku” sudah pernah berhubungan seks dengan “kekasihku”, namun hal itu tidak menjadi masalah bagi saya.
Mungkin anda heran dan bertanya ada apa dibalik imanjinasi saya tersebut ?
Begini, apabila kita berfikir dan berlogika perihal “mantan suami kekasihku”, berarti walaupun “mantan suami” tersebut pernah melakukan hubungan seks dengan kekasih saya, itu tidak akan menjadi masalah seperti halnya “mantan pacar” yang pernah melakukan hubungan seks dengan kekasih saya. Hal itu karena saya dapat mengerti ada hukum agama dan undang-undang negara yang berada dalam naungan antara “mantan suami” dan “ kekasihku” pada waktu itu. Kita telah mengetahui seorang suami memang memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab terhadap istrinya, Allahpun ridho kepada hal tersebut.
Sekarang bagaimana dengan “mantan pacar” ?. Jelas “mantan pacar” sama sekali tidak memiliki hak, kewajiban ataupun tanggung jawab terhadap negara dan agama. Lalu bagaimana apabila “mantan pacar kekasih anda” tersebut ternyata dulu telah berani-beraninya melakukan hubungan seks dengan “kekasih anda” dan merenggut keperawananya?. Nah loh.. !!
Lain halnya apabila anda adalah seseorang yang telah terbiasa dengan pergaulan bebas, tentu tidak akan merasakan sakit hati, marah atau cemburu mendengar kata “mantan pacar kekasih anda dulu berhubungan seks dengan kekasih anda”.
Sekarang kita akan menuju topik tentang “keperawanan”. Ngomong-ngomong tentang keperawanan mungkin suatu hal yang kurang nyaman untuk diperbincangkan. Misalnya saja ketika kita menanyakan kepada seorang wanita, “apakah kamu masih perawan ?” tentu saja pertanyaan seperti ini tidak sopan dan mengganggu. Hehe..
Tapi disini kita tidak akan memperbincangankan hal-hal seperti itu. Yang akan saya tulis disini adalah perkara tentang keperawanan itu sendiri, apa sih keperawanan itu?, seberapa pentingkah keperawanan itu ?.
Bicara mengenai keperawanan, pada kenyataannya setiap tempat diberbagai belahan dunia memiliki definisi yang berbeda sesuai dengan kebudayaannya masing-masing. Silahkan anda tengok artikel ini : Beda Negara, Beda Konsep Keperawanan.
Nah, dari artikel tersebut kita bisa mengetahui, kalau ternyata pertanyaan tentang “apa sih keperawanan itu ?” Adalah sebuah pertanyaan yang memiliki beragam jawaban tergantung sudut pandang orang yang memandangnya. Namun, di dalam tulisan ini saya akan menjelaskan arti keperawanan berdasarkan pandangan diri saya pribadi yang tentunya akan banyak terpengaruhi oleh ideologi dimana saya dibesarkan, yakni agama islam dan adab ketimuran.
Dalam kebudayaan dimana saya dibesarkan (Indonesia) keperawanan memiliki arti sebagai berikut “Seorang wanita akan tetap dianggap perawan sampai dia melakukan hubungan seksual, oral ataupun anal dengan pria.”
Ok dari sini maka terjawablah pertanyaan pertama tentang apa itu keperawanan ?. Kita masuk kepertanyaan berikutnya.
Seberapa pentingkah keperawanan ?
Bagi saya keperawanan seperti disebutkan dimuka adalah hal yang sangat penting dalam tanda kutip dengan beberapa syarat tentunya. Bagi saya “keperawanan” bukanlah perkara tentang belum pernah melakukan hubungan seksualnya seorang wanita atau bukan, tapi lebih keperkara “masih sucinya” seorang wanita.
Kesucian itu adalah hal yang sangat sulit untuk dapat dibuktikan dan merupakan harga mati. Berbeda dengan keperawanan, secara biologis sebagai bukti keperawanan (dalam arti belum pernah melakukan hubungan seksual) dapat diindikasikan dari masih utuhnya selaput dara seorang wanita (walaupun pada kenyataannya tidak semudah itu dapat dibuktikan). Cek artikel ini untuk memperoleh gambaran yang jelas : Mitos dan Fakta Selaput Dara.
Adapun masalah masih utuhnya selaput dara (hymen), sepertinya tidak terlalu penting untuk saya.
Saya pribadi mengartikan perawan itu adalah seorang wanita yang masih suci dan belum pernah ternodai, yakni belum ternodai oleh segala bentuk hubungan yang dianggap terlarang oleh agama. Hubungan terlarang tersebut dalam arti dilakukan berdasarkan niat dan kesadaran atau perasaan suka sama suka. Maka seorang janda yang menjaga kesuciannya dijalan agama juga adalah seorang perawan bagi saya. Pun seorang wanita yang benar-benar terpaksa melakukan hubungan seks dan bukan atas dasar suka sama suka, misalnya dipaksa untuk melakukan hubungan seks oleh perampok yang mengancam akan membunuhnya, menurut definisi saya wanita tersebut adalah tetap seorang perawan.
Lalu apa sih pentingnya sebuah kesucian yang dimaksud diatas?.
Tentu sangat penting...
Pentingnya aturan dalam berhubungan seks adalah demi keberlangsungan umat manusia seluruhnya, juga menjaga hubungan yang baik dan kejelasan status didalam hubungan sosial.
Kita harus menyadari berbagai macam dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan bebas, yakni munculnya berbagai jenis penyakit mengerikan sampai kerusakan tatanan hidup dan masa depan manusia.
Jika secara biologis manusia juga termasuk kedalam kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata, kelas Mamalia, ordo Primata (kera). Lalu apakah bedanya hewan dengan manusia ?, bedanya manusia dengan mamalia lainnya?, dan bedanya manusia dengan kera?.
Yang membedakan manusia (Homo Sapiens) dengan hewan lainnya, dengan mamalia lainya, dengan kera lainnya, adalah manusia itu memiliki otak yang berkemampuan tinggi sehingga memiliki akal pikiran. Selain itu manusia merupakan makhluk yang berketuhanan dan berkebudayaan. Maka apabila seorang manusia hanya hidup untuk melampiaskan nafsu tanpa memilki akal pikiran, maka sudah barang tentu kita bisa menyebut manusia itu dengan sebutan kera, mamalia, hewan, bahkan bisa lebih rendah lagi dari itu semua.
Budaya yang baik adalah budaya yang didalamnya sesuai dengan keseimbangan akal logika, emosi, dan hati nurani, sehingga membuat manusia itu sendiri tunduk pada kebenaran.
Untuk menjaga sesuatu yang benar itu agar tetap benar maka dibentuklah suatu aturan. Aturan bisa berbeda dan agar tetap sesuai dengan fitrah manusia maka terciptalah aturan berupa ayat suci Al Quran yang Allah SWT turunkan untuk kita. Bagaimanakah jadinya kedaan manusia apabila tidak lagi memiliki batas-batas, dibiarkan bebas dan liar tanpa suatu aturan ?,
Ya, Tentunya akan terjadi kekacauan dan kehancuran bagi umat manusia itu sendiri bukan ?.
Nah disinilah fungsi dari keperawanan sebagai sebuah simbol kesucian, yakni sebagai norma atau aturan yang menjaga kelestarian umat manusia agar tetap menjadi seorang manusia, manusia yang merupakan mahkluk berketuhanan dan berkebudayaan.
Seorang wanita yang sudah tidak perawan, dalam arti sudah pernah melakukan hubungan seksual masih bisa dibuat perawan kembali dengan melakukan operasi berupa praktik hymenoplasty. Namun tidak dengan kesuciannya, kesucian itu adalah harga mati, dan mustahil untuk dapat dikembalikan. Sekali kesucian itu ternoda maka selamanya akan tetap ternoda. Dan inilah yang membuat keperawanan sebagai lambang kesucian menjadi sangat berharga. Tentu saja sesuatu yang terbatas, bahkan hanya ada sekali seumur hidup adalah sesuatu yang sangat luar biasa berharga.
Dan lagi, manusia itu tidak terlahir untuk bisa berbohong, meskipun manusia bisa membohongi orang lain, akan tetapi dia tidak mungkin bisa membohongi dirinya sendiri. Membohongi dirinya sendiri bahwa sebenarnya dirinya itu sudah tidak layak dikatakan masih suci.
Kita semua harus ingat, pada akhirnya keperawanan sebagai lambang kesucian itu bukanlah suatu beban yang harus dipertanggung jawabkan oleh seorang wanita saja. Lelaki maupun wanita perlu menjaga kesuciannya satu sama lain. Lelaki perlu menjaga diri agar jangan sampai merusak harga diri dan kesucian wanita, sebaliknya wanita harus menjaga agar jangan sampai kesuciannya dirusak. Perlu keseimbangan antara wanita dan lelaki dalam menjaga kehormatan dan kesucian. Toh menjaga kesucian itu bukan hanya untuk menjaga kehormatan diri sendiri saja, akan tetapi menjaga kelestarian dan keharmonisan seluruh umat manusia didunia ini.
Saya tidak akan mempermasalahkan apabila didalam takdir kehidupan saya ternyata tidak mendapatkan jodoh seorang wanita yang masih utuh selaput daranya, ataupun mendapatkan wanita yang sudah pernah melakukan hubungan seks dengan pria lain dengan jalan yang halal. Namun, saya akan merasa sangat sedih apabila mengetahui kalau ternyata istri saya kelak sudah tidak suci lagi. Walaupun takdir membuat saya mencintai seseorang yang sudah tidak suci lagi, namun tampaknya sebagai manusia yang normal saya tetap akan merasa sedih.
Bagaimana dengan anda ?
Seberapa pentingkah keperawanan bagi anda ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H